Peristiwa Daerah

Tekan Impor Pangan, Masyarakat Didorong Konsumsi Makanan Lokal

Minggu, 22 Juli 2018 - 00:18 | 31.98k
Suasana sarasehan bertajuk ‘Menggali Tuladha Pengamalan Pancasila’ di pasar induk buah dan sayur Ambarketawang Gamping, Sleman, DIY, Jumat (20/7/2018). (FOTO: A Riyadi/TIMES Indonesia)
Suasana sarasehan bertajuk ‘Menggali Tuladha Pengamalan Pancasila’ di pasar induk buah dan sayur Ambarketawang Gamping, Sleman, DIY, Jumat (20/7/2018). (FOTO: A Riyadi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Banyak masyarakat Indonesia yang belum merasakan arti dari sila kelima yaitu Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Apalagi, ketimpangan ekonomi dan penegakan hukum di negeri ini dirasa semakin ketara. 

Nah, untuk mewujudkan keadilan kepada para petani dan pedagang, setidaknya ada cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia yaitu lebih mencintai produk makanan dalam negeri ketimbang yang impor.

Konsumsi makanan dalam negeri sekaligus sebagai langkah antisipasi bila suatu ketika ada gejolak di dunia internasional. Sehingga, masyarakat Indonesia tetap bisa bertahan dengan makanan lokal. 

“Kalau ada gejolak terus kita tidak dikirimi makanan dari luar negeri, saat kita lapar tidak bisa apa-apa. Inilah peran penting pasar seperti di Gamping ini,” kata Plt Kepala BPIP Hariyono dalam sarasehan bertajuk ‘Menggali Tuladha Pengamalan Pancasila’ di pasar induk buah dan sayur Ambarketawang Gamping, Sleman, DIY, Jumat (20/7/2018).

Hariyono pun meminta agar Pancasila tidak sekadar menjadi jarkoni alias bisa ngajar ra iso nglakoni atau bisa mengajarkan tapi tidak bisa mengamalkannya. Saat ini BPIP berfokus mendalami sistem ekonomi Pancasila sebagai bentuk pengalaman Pancasila karenaIndonesia masuk tatanan ekonomi global yang butuh kebijakan-kebijakan yang lebih berpihak.

“Sistem ekonomi Pancasila ini soko gurunya koperasi, lembaga ini yang harus terus diaktifkan untuk melindungi masyarakat,” papar Wakil Rektor Universitas Negeri Malang ini.

Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta Prof Dr Edy Suandi Hamid mengatakan, pengamalan Pancasila sudah terjadi di pasar-pasar tradisional di DIY. Menurutnya,  pasar tradisional relatif tidak hanya sekedar mengejar keuntungan komersial saja namun mengedepankan nilai moral dan nurani yang dipakai para pedagang. 

Contohnya, pedagang berani menjual lebih murah pada pembeli yang kesusahan. Begitupula sebalinya, pembeli bisa membeli dengan harga yang lebih tinggi karena kasihan dengan penjualnnya. 

“Bukan semata-mata mencari uang/keuntungan saja tetapi para pedagang sudah menjalankan ekonomi Pancasila karena menjalankan sistem ekonomi berwatak kekeluargaan,” kata anggota Parampara Praja dan mantan Rektor UII Yogyakarta ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES