Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Merawat Pendidikan Sepenuh Hati

Rabu, 18 Juli 2018 - 04:52 | 48.50k
Muhammad Fahmi Hidayatullah, M.Pd.I
Muhammad Fahmi Hidayatullah, M.Pd.I
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Pada hari senin kemaren tepatnya tanggal 16 Juli 2018, merupakan kebahagiaan bagi para orang tua pelajar di seluruh Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa hari pertama sekolah sangatlah vital yang bisa dimanfaatkan oleh semua orang tua.

Mengapa demikian, karena kewajiban orang tua bukan sekedar mendaftarkan ke sekolah yang terbaik, melainkan ikut serta dalam proses pendidikannya merupakan pemberian yang paling baik dari sekolah yang terbaik.

Memanfaatkan hari pertama sekolah bagi orang tua merupakan perwujudan dari pendidikan sepenuh hati.

Konsep pendidikan sepenuh hati sebenarnya terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 9.  Yang artinya "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka."

Ayat ini merefleksikan besarnya tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap seorang anak karena berdampak terhadap keberhasilannya di masa mendatang.

Orang tua tentu memiliki beban berat bilamana seorang anak pada usia matangnya mengalami kegagalan yang berkelanjutan.

Disinilah pentingnya peran orang tua dalam mengawal dan turut serta dalam pendidikan anak. Mengawal dan turut serta dalam pendidikan anak merupakan salah satu implementasi pendidikan sepenuh hati. 

Dalam tafsirnya Quraish Shihab yakni tafsir al-misbah pesan dan kesan keserasian al-Qur’an hal. 355 surat an-Nisa’ ayat 9, dijelaskan bahwa ayat tersebut memberikan pesan agar umat Islam mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas agar potensi yang dimilikinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan mendatang.

Selanjutnya penulis memiliki pemahaman yang sama dan dapat dijelaskan secara lebih rinci lagi. Dalam pandangan penulis ayat ini memiliki tiga kata kunci yang menjadi pesan utama yang harus dimiliki semua orang tua yakni: rasa takut, anak lemah dan kesejahteraan.

Pertama,rasa takut merupakan langkah awal yang harus dirasakan oleh orang tua agar merasakan pula manis dan pahitnya proses belajar anak.

Dengan demikian, orang tua dalam membelajarkan anak tidak sekedar mengalihkan tanggung jawab kepada guru akan tetapi memberikan pengawasan secara berkelanjutan dimanapun keberadaan anaknya baik di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Selain itu, rasa takut tersebut juga menumbuhkan spirit dalam membelajarkan anak.

Salah satu bentuk spirit yang tumbuh adalah mengantarkan anak ke sekolah yang disertai dengan memasrahkan kepada guru sekolahnya. Proses seperti ini jarang sekali dilakukan, kebanyak orang tua hanya mengantarkan sampai ke gerbang pintu sekolah.

Padahal mengantarkan ke sekolah yang diiringi dengan proses memasrahkan memiliki kekutan yang sangat dahsyat terhadap emosional anak. Dengan proses memasrahkan tanggung jawab anak dalam belajar lebih utuh karena mereka merasa ada orang tua yang sedang mengawasinya di sekolah.

Salah satu cara seperti inilah sebagi wujud dari rasa takut orang tua dalam membelajarkan anaknya sehingga mengantarkan anak ke sekolah di hari pertma menjadi wajib. 

Kedua, anak lemah tentu menjadi beban bagi semua orang tua. Kata lemah disini ada dua kemungkinan yakni lemah dalam dhoriyah dan batiniyah. Lemah dalam dhohiriyah bisa terjadi dalam wujud keterlambatan dalam berfikir atau kesulitan dalam belajar.

Sedangkan orang tua memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan inteletualnya. Cara menyelesaikannya yakni orang tua harus bisa menjadi teman belajarnya. Selain itu asupan gizi sejak kecil juga menjadi penting karena mempengaruhi perkembangan kognitif dan psiko-fisik anak.

Selanjutnya lemah dalam bathiniyah dapat terjadi bilamana orang tua tidak mampu membimbing dan mengajak anak untuk melaksanakan kegiatan spiritual ibadah secara bersama.

Aspek spiritual inilah yang dapat menggerakkan dan melunakkan hatinya agar selalu patuh dan taat kepada orang tua dan gurunya. Hal ini juga memiliki relevansi dengan mengantar anak ke sekolah di hari pertama dimana ada doa yang diselipkan kepadanya agar menjadi anak yang tangguh bukan menjadi anak yang lemah. 

Ketiga, kesejahteraan sebagai target utama dari proses pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak. Makna kesejahteraan bukan diartikan sebagai kewajiban memenuhi segala kebutuhan anaknya yang bersifat materi agar terlihat sejahtera dibandingkan teman-temannya.

 Atau kewajiban orang tua mempersiapkan semua kebutuhan anaknya di masa mendatang yang bersifat materi seperti rumah dan mobil mewah.

Kesejateraan yang dimaksud diatas adalah bentuk pemberian pendidikan yang terbaik kepada anak untuk masa depannya. Dalam memberikan pendidikan terbaik terdapat dua hal yang harus dipenuhi yakni menyekolahkan di lembaga yang terbaik dan mendidiknya sendiri dengan cara yang terbaik.

Dua hal itulah yang harus dipenuhi bilamana mengharapkan anak meraih kesejahterannya. Adapun bentuk kesejahteraan anak di sekolah adalah pergi ke sekolah diantarkan oleh orang tuanya utamanya dihari pertama sekolah.

Mengapa demikian, karena adanya orang tua tak terhitung berapa nilainya, berada disamping dan mengantarkannya ke sekolah merupakan penghargaan yang nilainya tak terhingga.

Dengan demikian proses mengantarkan anak ke sekolah utamanya di hari pertama bersekolah merupakan salah satu proses meruwat pendidikan sepenuh hati. Orientasinya adalah anak yang selalu merasa takut menjadi anak yang lemah dan memiliki motivasi kuat untuk memperoleh kesejateraan dunia dan akhirat.

 

Muhammad Fahmi Hidayatullah, M.Pd.I

Dosen FAI Unisma 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES