Pendidikan

Mahasiswa Banyuwangi Ciptakan Metode Siswa Mudah Belajar Bahasa Inggris

Jumat, 13 Juli 2018 - 14:14 | 291.84k
Kegiatan mahasiswa di SMP Negeri 2 Glagah (Foto : Rizki Alfian/TIMESIndonesia)
Kegiatan mahasiswa di SMP Negeri 2 Glagah (Foto : Rizki Alfian/TIMESIndonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGIMahasiswa dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, Jawa Timur, menciptakan metode unik mudah belajar bahasa inggris bagi siswa.

Mereka menciptakan sebuah pohon literasi digital atau Digital Tree Literacy (DITCY) yang didalamnya mengatur bagaimana mengajarkan metode dan tata cara dalam kegiatan belajar mengajar.

Mahasiswa tersebut berkumpul dalam satu tim yang terdiri dari tiga orang. Mereka masing-masing adalah Putri Angie Lestari, Nikmatul Keumala Nofa Yuwono dan Yohana Kresensia.

Untuk membulatkan tekadnya demi sebuah perubahan pendidikan Indonesia yang lebih baik, mereka akan mengikutkan penelitiannya itu ke dalam Program Kreativitas Mahasiswa. 

Mahasiswa-untag.jpg

Menurut Ketua Tim Penelitian DITCY, Putri Angie Lestari, Saat ini pola pembelajaran yang meletakkan siswa pada situasi yang autentik dan mandiri (self autonomous learner) masih rendah.

"Standar kualitas pendidikan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Pendidikan Tinggi (PT) sangat jauh di bawah standar global yang diukur dengan sejumlah indikator yang berbeda," ungkap Putri kepada TIMESIndonesia, Jumat (13/7/2018).

Dia menambahkan, hasil program penilaian siswa internasional tahun 2012, anak-anak berusia 15 tahun di Indonesia mendapat peringkat ke-64 dari 65 negara dalam bidang matematika, sains, dan membaca.

Mengutip dari Kenekticket dalam Jehadin, 2017, minat baca secara global, Indonesia berada pada urutan ke 60 dari 61 negara yang disurvei, dengan jumlah 0-0,001 buku yang dibaca pertahun. Sedangkan Eropa dan Amerika 25-27 buku pertahun dan Jepang 15-18 buku pertahun.

Bahkan data dari lembaga survei swasta di Indonesia ada tujuh hal yang disukai siswa, yakni jam pelajaran kosong, tidak ada tugas dan pekerjaan rumah, ulangan harian yang diundur, tidur di kelas, jam pelajaran olahraga, makan di kantin, serta rapat guru.

Mahasiswa.jpg

Kecenderungan tersebut bagi pembelajar pasif mengakibatkan tidak efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Padahal, teknologi dengan mudahnya menyediakan fasilitas yang dapat digunakan siswa untuk mengembangkan diri.

Isu inilah yang membuat tim ini mengkorelasi teknologi dan literasi, yang disebut digital literasi dalam membangun semangat literasi di abad 21 ini.

Peneliti tergerak untuk menguji sebuah inovasi media digital yang dikembangkan peneliti dari konsep Tree Literacy yang disebut DITCY (Digital Tree Literacy) atau Literasi Pohon Digital sebagai solusi yang memudahkan siswa merangkum/meringkas/menyimpulkan bacaan melalui konsep growing tree digitally dalam membaca secara ekstensif (Extensive Reading) untuk kesenangan.

"DITCY merupakan media yang baik dan efektif bagi siswa masa kini karena melibatkan unsur visual yang colorful dan customizable (dapat disesuaikan) untuk menarik minat siswa dalam membangun kebiasaan membaca untuk kesenangan, serta menulis setelah membaca," ungkap Nikmatul Keumala menambahkan.

Kata dia, sistem kerja DITCY sangatlah mudah. Di hari pertama siswa-siswi diberikan bahan ajar yang telah disiapkan sebelumnya oleh Tim DITCY, di mana bahan ajar tersebut berupa bacaan yang telah dicetak. Siswa-siswi diharuskan membaca dan menganalisis teks.

Tim DITCY juga memberikan tips agar siswa-siswi dapat membaca cepat dengan menggunakan metode skimming dalam menemukan ide pokok.

"Pembelajaran akan lebih mudah bila dilakukan dengan menyuguhkan tantangan berupa permainan guessing word (tebak kata) bagi siswa-siswi sebagai lecutan mereka dalam belajar. Tentunya, tantangan berupa permainan tak jauh dari materi yang telah diajarkan," tambahnya lagi.

Lebih lanjut Nikmatul menjelaskan, di hari selanjutnya siswa-siswi mulai belajar untuk membuat pertanyaan. Dalam sesi ini pun siswa-siswi disugukan permainan musical chairs yang membuat mereka harus bergerak cepat dan tepat saat membuat pertanyaan.

Siswa-siswi tersebut kata, Nikmatul, diharuskan dapat membuat pertanyaan sesuai “constructing sentence” yang telah diajarkan sebelumnya. Menginjak hari selanjutnya, Tim DITCY sudah mulai memperkenalkan er.central sebagai wadah para pelajar yang ingin mencari bacaan yang mereka suka.

"Mereka dapat menentukan ada pada level mana pengetahuan tentang bacaan mereka," imbuhnya.

Melalui er.central pula siswa-siswi ditantang untuk mencari ide pokok bacaan yang telah mereka pilih. Setelah itu, barulah menginjak pada puncaknya, yaitu pengoperasian aplikasi gimp. Di mana siswa-siswi yang telah berhasil menemukan ide pokok, dapat meletakkan ide pokok tersebut pada pola pohon yang ada pada aplikasi gimp.

Pola pohon yang beragam dan dapat dibuat sendiri membuat siswa-siswi bersemangat untuk membaca dan menulis.

"Di Banyuwangi, SMP Negeri 2 Glagah merupakan sekolah pertama yang telah menerapkan DITCY dalam pembelajaran bahasa inggris selama dua minggu berturut-turut," kata Yohana mencontohkan.

Menurut Yohana, diawal pertemuan terlihat jelas siswa-siswi tak terlalu tertarik dengan bahasa inggris, hal ini bisa dilihat dari vocabulary mereka yang masih minim.

"Mereka masih kebingungan saat dihadapkan dengan kosa kata yang ada di lingkungan sekitar, karena itu kurang tertarik," terang Yohana.

Sementara itu Hakim, salah satu Guru Bahasa Inggris di sekolah itu mengatakan, minimnya kosa kata siswa-siswi juga dikarenakan media pembelajaran yang kurang bagi mereka.

Ini merupakan sebuah tantangan bagi tim di mana pemilihan cerita-cerita yang nantinya akan diberikan pada siswa-siswi menuntutnya untuk mengetahui dan menganalisis isi dari cerita tersebut.

Beruntung, Tim DITCY selalu memiliki metode yang pas dalam pembelajaran, yang pastinya tak membosakan bagi siswa-siswi.
Selama dua minggu, penulis melihat ketertarikan siswa-siswi terhadap DITCY semakin meningkat.

Hal ini dikarenakan, adanya rasa senang ketika teknologi yang berbasis aplikasi seperti gimp mampu mereka kuasai hingga dapat membuat mereka tak jemu dalam membaca. Model pohon literasi yang lumayan banyak, dibantu dengan warna-warni pohon membuat mereka tak mudah bosan.

"Jika program DITCY dapat berjalan baik dan mempermudah siswa dalam belajar, maka program ini bisa menjadi metode pembelajaran tambahan bagi sekolah," ungkap Muhammad, Kepala SMPN 2 Glagah.

Program DITCY akan sangat efektif bagi siswa yang ingin belajar bahasa inggris. Bila penerapannya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama. Mengingat keterbatasan sarana pendidikan seperti laptop, maka kegiatan DITCY dapat dilakukan secara berkelompok. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Banyuwangi

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES