Peristiwa Daerah

Penyebab Terjadinya Kecelakaan Moda Transportasi Laut Versi PP GMKI

Kamis, 21 Juni 2018 - 10:52 | 256.84k
ILUSTRASI: Kecelakaan Kapal Laut. (FOTO: portal.tahupedia)
ILUSTRASI: Kecelakaan Kapal Laut. (FOTO: portal.tahupedia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Peristiwa kecelakaan yang terjadi pada transportasi laut dalam minggu ini menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan.

Pasalnya, dalam satu minggu ini, tiga kapal di Sumatera Selatan, Makassar, dan Danau Toba mengalami kecelakaan. 

Pada tanggal 13 Juni 2018, sebuah kapal cepat bermuatan 30 penumpang dilaporkan tenggelam di perairan Sungai Kong, Sumatera Selatan (Sumsel), terdapat 27 orang selamat dan 3 korban meninggal.

Pada hari yang sama, terjadi juga kecelakaan kapal di perairan Makassar. Terdapat 73 penumpang, sebanyak 16 orang di antaranya meninggal dunia, 55 orang selamat. 

Dan terakhir pada hari Senin, 18 Juni 2018, terjadi kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba, jumlah penumpang diperkirakan berjumlah 192 orang, 22 orang selamat, 4 ditemukan meninggal, sementara korban lainnya masih hilang dan dalam pencarian.

"GMKI melihat adanya beberapa kesalahan prosedur dan penanganan yang mengakibatkan banyaknya korban kecelakaan yang meninggal dan hilang, antara lain kelaiklautan kapal tidak terpenuhi karena muatan kapal melebihi kapasitas serta alat pelampung dan sekoci yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang," kata Ketua Umum PP GMKI, Sahat Martin Philip Sinurat melalui pesan tertulisnya kepada Times Indonesia, Rabu (20/6/2018).

Sahat menilai, terjadi peristiwa tersebut lantaran ada unsur kesengajaan, ketidaktahuan, ataupun pembiaran dari pihak pemilik kapal, nahkoda, Otoritas Pelabuhan atau Unit Pengelola Pelabuhan, dan Syahbandar sehingga kapal yang tidak layak berlayar tetap bisa berlayar.

Pada kesempatan itu, Sahat juga menyayangkan adanya pemberhentian sementara pencarian di hari pertama karena alasan hari yang sudah malam dan kondisi alam. 

"Keputusan ini tidak bisa ditolerir dan harus dipertanggungjawabkan karena secara sengaja membiarkan banyaknya korban yang masih mengapung sepanjang malam," ujar Sahat.

Alumni Program Magister Studi Pembangunan ITB dengan spesifikasi pengelolaan wilayah pesisir dan laut ini menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang no.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menegaskan bahwa pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. 

Selanjutnya, keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 

"Kami melihat adanya pelanggaran terhadap UU No. 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran dan beberapa peraturan perundang-undangan lainnya dimana sistem pelayaran yang melingkupi standarisasi kapal, kelaiklautan kapal, kepelabuhan, standarisasi nakhoda dan awak kapal, manajemen keamanan dan keselamatan pelayaran, sistem pencarian dan penyelamatan, serta unsur-unsur lainnya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku," lanjutnya.

Sahat juga meminta pemerintah untuk memberikan pendidikan maritim sejak usia muda kepada masyarakat. 

"Selain itu harus dirancang sistem tanggap darurat serta sistem pencarian dan penyelamatan (search and rescue) yang terintegrasi dan melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat khususnya di daerah rawan bencana/kecelakaan pelayaran. Sehingga apabila terjadi kecelakaan kapal, masyarakat dapat terlibat aktif dalam tanpa harus menunggu kedatangan tim SAR dari pemerintah," tegas Sahat.

Sementara itu, Sekretaris Umum PP GMKI, Alan Christian Singkali menyampaikan dukacita yang mendalam kepada keluarga para korban meninggal dan dukungan serta doa kepada keluarga korban yang masih hilang.

Selain itu, Alan juga meminta pemerintah untuk mengevaluasi sistem dan peraturan pelayaran di indonesia secara menyeluruh.

"Harus ada audit secara menyeluruh terhadap sistem pelayaran di Indonesia yang sesuai dengan Undang-Undang Pelayaran dan peraturan-peraturan lainnya, baik dalam sistem pelayaran laut, sungai, dan danau," kata Alan.

"Membludaknya jumlah penumpang sehingga melebihi kapasitas kapal harus menjadi evaluasi khusus terkait ketersediaan fasilitas moda transportasi khususnya transportasi air di seluruh Indonesia khususnya di luar Jawa," ujar dia.

Tak hanya mengevaluasi peraturan pelayaran di indonesia saja, Alan juga meminta pemerintah untuk memperbaiki sistem pelayaran di Indonesia.

"Sebagai langkah awal, harus ada perombakan struktural dan fungsional dan harus ditempatkan orang-orang yang memahami sistem pelayaran. Kami meminta perombakan besar-besaran, mulai dari posisi Dirjen Perhubungan Darat dan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Basarnas, hingga ke struktur terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota," katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES