Kopi TIMES

Ramadhan Syahrul Tarbiyah

Senin, 04 Juni 2018 - 21:14 | 371.67k
Imam Syafi'i (FOTO: TIMES Indonesia)
Imam Syafi'i (FOTO: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGBULAN RAMADHAN disebut juga sebagai syahrul at tarbiyah atau bulan pendidikan. Lingkup pendidikan yang dimaksud adalah sedemikian luas, menyangkut tarbiyah jasadiyah, tarbiyah fikriyah, dan tarbiyah qolbiyah. Sebagai tarbiyah jasadiyah. Maka seseorang yang sedang berpuasa tidak diperbolehkan makan, minum, dan melakukan hubungan seksual di siang hari serta hal lain yang membatalkan puasanya ini disebut oleh imam Ghozali dengan shoumul umum.

Tarbiyah yang awal ini menjadi penting untuk bagaimana manusia menjaga diri dari sesuatu yang dhohir untuk nantinya menuju muslim yang taat syariat.

Pelajaran dari setiap kurikulum pendidikan Ramadhan selama sebulan cukup menarik, dengan ibadah puasa dipadukan rangkaian ibadah lain menjadikan setiap muslim berlomba-lomba meraih prestasi sebaik-baiknya. Ramadhan dapat mendidik kaum muslimin untuk memenuhi perintah-perintah Allah secara totalitas, tanpa mendebatkanya lagi, tanpa menunda waktunya.

Lihatlah contoh, manakala terdengar gema adzan dari corong masjid, bergegaslah kita menuju masjid untuk menunaikan sholat isya dan tarawih, begitupun sholat yang lain.  Saksikanlah para anak-anak, tua muda semuanya nampak begitu antusias mendekatkan diri dengan Allah.

Siapapun kita tiba-tiba tergerak hatinya, bahkan bagi sebagian mereka yang sebelumnya jarang atau tidak terbiasa ke masjid, mendadak begitu bersemangat menggerakan langkahnya menuju masjid.  Jadi tidak pantas rasanya seorang muslim sehat jasadnya jika selesai Ramadhan ketika mendengar satu perintah Allah, atau mengetahui satu hukum Rasulullah SAW, ia memperdebatkannya bahkan enggan menunaikanya.

Tarbiyah Fikriyah
Pendidikan Fikriyah atau intelektual adalah mengerahkan daya dan kemampuan untuk mengembangkan akal (daya pikir), mendidik dan meluaskan wawasan dan cakrawala berpikir, baik kemampuan ini dikerahkan oleh murabbi dengan mentarbiyah orang lain atau dikerahkan oleh individu terhadap dirinya sendiri dalam rangka mengembangkan dan mendidik akal pikirannya serta meluaskan cakrawala berpikirnya, (Muzaidi Hasbullah, 2001: 158)

Ramadhan menjadi penting untuk bagaimana umat manusisa mengembangkan cara berfikir dengan tholabul ilmi, mengkaji beberapa kitab dan itu sudah banyak dilakukan di mushola, masjid dan pondok-pondok  pesantren hal ini mendidik umat islam agar setelah selesainya bulan ramadhan agar selalu meningkatkan keilmuannya karena sudah menjadi habitus dalam dirinya untuk terus tafakur, tadabur ayat-ayat qouniyah yang tersirat dialam semesta.

Apalagi sebagai pendidik harus selalu melakukan kontemplasi diri agar terus ada peningkatan intelektualitasnya dengan cara melakukan pengembangan berfikir dengan mengisi waktu untuk membaca hal yang sudah tersurat dalam Al Quran dan yang tersirat di kehidupan masyarakat yang harus terus digalih agar menemukan sebuah hikmah.

Tarbiyah Qolbiyah
Ramadhan  juga mendidik kaum muslimin agar dapat memelihara syahwat, sehingga seseorang yang telah mendapatkan pendidikan Ramadhan, maka ia akan lebih mampu untuk menahan diri dari syahwat yang berlebihan dan tidak terkontrol.

Karena itu, ketika bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan menundukkan hawa nafsu, maka yang seharusnya terbayang dalam benak kita adalah kita mencampakkan dan membuang jauh-jauh seluruh aktivitas yang dilarang oleh Allah SWT.

Didalam bulan Ramadhan ini harus mengekang hawa nafsu mengghibah, riya’, sum’ah, ujub, sombong dan penyakit hati yang lain.

Jangan sampai dalam berlomba-lomba memperbanyak membaca al-quran akan tetapi hanya agar dikatakan ahli Quran. Ada yang melakukan ibadah tarawih yang sangat lama agar dikatakan oleh orang lain ahli sholat khusyuk. Hal ini harus dihindari agar ibadah yang kita lakukan hanya semata-mata untuk Allah SWT.

Apalagi ibadah puasa ini sangat spesial karena hanya untuk allah dan Allah yang akan melimpahkan pahalanya.

Rasulullah saw bersabda: “Allah Swt berfirman, setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Karena, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Maka, apabila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, bersuara tidak pantas, dan tidak mau tahu.

Lantas jika ada seseorang yang menghinanya atau memeranginya (mengajaknya berkelahi), maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari Muslim).

Setelah sebulan penuh mendapat pendidikan di bulan Ramadhan dengan keikhlasan, ketundukan, kepasrahan dan hati yang suci dalam menjalankan puasa Ramadhan manusia yang seperti itu akan senantiasa terbimbing oleh Allah SWT di jalan yang lurus dalam setiap aktifitas dan perilakunya. (*)

Penulis, Imam Syafi’i, S.Pdi, M.Pd adalah Dosen Fakultas Agama Islam UNISMA

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Indonesia

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES