Kopi TIMES

Mei 2018, Bulan Toleransi Lintas Agama

Sabtu, 02 Juni 2018 - 11:29 | 47.71k
Rizky Alfian, Jurnalis TIMES Banyuwangi. (Foto : Dokumentasi TIMES Indonesia)
Rizky Alfian, Jurnalis TIMES Banyuwangi. (Foto : Dokumentasi TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGIBulan Mei 2018 merupakan bulan kelima dalam urutan kalender Masehi atau Kalender Gregorian. Wikipedia menyebut bulan ini berasal dari bahasa Latin, Maius yang diperkirakan diambil dari nama Dewi Maia, putri dari Atlas dan Pleione, ibu dari Hermes (Mitologi Yunani). Pada bulan ini bunga-bunga bersemi dan burung-burung berkicau merdu. Sangat layak disebut bulan toleransi lintas agama.

Mengapa demikian? Karena rentetan peristiwa penting masa lalu dari seluruh dunia juga tercatat pernah terjadi di bulan Mei. Di Indonesia sendiri, bulan bersejarah ini telah mengantarkan perjalanan bangsa menuju kepada Era Reformasi.

Sementara pada Mei tahun 2018 ini, nampaknya menjadi bulan yang istimewa bagi umat lintas agama. Betapa tidak, tanggal di dalam bulan ini masuk dalam kalender hari besar sejumlah umat beragama di Indonesia. Secara tak sadar, toleransi untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan harus diterima.

10 Mei, Kenaikan Yesus Kristus

Pada 10 Mei 2018 ada sebuah momen penting bagi umat Nasrani, yakni Kenaikan Yesus Kristus. Berbagai sumber menyebut peristiwa ini terjadi 40 hari setelah Kebangkitan Yesus, dimana disaksikan oleh murid-murid-Nya, Yesus Kristus terangkat naik ke langit dan kemudian hilang dari pandangan setelah tertutup awan, seperti yang dicatat dalam bagian Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.

Kenaikan Yesus Kristus ke Surga merupakan suatu perayaan yang menggembirakan bagi umat Nasrani karena dengan Yesus naik ke surga memberikan bukti konkrit bahwa masih ada yang namanya kehidupan setelah kematian.

Hari tersebut merupakan salah satu perayaan ekumenis (dirayakan secara universal) dari gereja-gereja Kristen. Hari Kenaikan secara tradisional dirayakan pada hari Kamis (sesuai dengan Kisah Para Rasul 1:3).

17 Mei, Awal Ramadhan

Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Ramadhan atau awal puasa pada Kamis 17 Mei 2018. Hal tersebut berdasarkan sidang Isbat yang digelar pada Selasa 15 Mei. Penetapan tersebut menjadi awal umat Muslim menunaikan ibadah puasa selama kurang lebih satu bulan.

Bulan Ramadhan merupakan momen dimana umat muslim diberikan waktu istimewa dari Tuhan Yang Maha Esa (YME) untuk merefleksikan diri dan menumbuhkan sisi spiritualnya. Ibadah ini mengharuskan setiap muslim untuk menahan segala jenis hawa nafsu. Bukan hanya menahan makan dan minum hingga berbuka saat magrib saja, namun juga harus menghindari segala macam kemungkaran.

29 Mei, Hari Raya Tri Suci Waisak

Sejarah Hari Raya Tri Suci  tidak akan mungkin dilupakan oleh Umat Buddha seluruh dunia, sebab pada hari tersebut ada tiga peristiwa penting yang semuanya terjadi pada waktu yang sama yaitu tepat saat bulan purnama.

Tiga peristiwa penting itu yakni momentum dimana umat Budha mengenang hari kelahiran, hari mencapai kesempurnaan, dan hari sang Buddha mencapai Maha Parinibbana. Biasanya para umat Buddha merayakan hari Trisuci Waisak ini dengan pergi ke Vihara melakukan puja-bhakti dengan tujuan mengingat kembali ajaran sang Buddha.

30 Mei Hari Raya Galungan

Hari raya ini diperingati oleh umat Hindu setiap 210 hari sekali dan memiliki makna sebagai hari kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan). Hari besar ini identik dengan hiasan penjor yang merupakan wujud syukur atas kemakmuran yang diperoleh. Hari suci Galungan ini masih satu rangkaian dengan hari raya Kuningan yang jatuh pada 10 hari setelah Galungan.

Perayaan ini jatuh setiap Rabu Kliwon Dungulan adalah hari Pawedalan Jagat yaitu pemujaan bahwa telah terciptanya jagat. Persembahan dan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi, dilakukan dengan penuh kesucian dan ketulusan hati, memohon kebahagiaan hidup dan agar dapat menjauhkan diri dari awidya (kegelapan).

Selain itu Galungan juga sebagai pernyataan terima kasih atas kemakmuran alam yang diciptakan Ida Sang Hyang Widhi. Jadi, jangan heran jika di lingkungan umat Hindu banyak penjor (bambu hias) terpasang di depan rumah-rumah warga.

Sebagai warga Negara Indonesia yang terbiasa hidup berdampingan dengan segala jenis perbedaan budaya, adat istiadat, suku, agama dan keyakinan, tentu ini menjadi momen yang sangat penting dan berharga. Sesuai sila ketiga Pancasila yang berbunyi Persatuan Indonesia, patut kiranya kita amalkan dengan cara saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada.

Merawat kemajemukan memang susah-susah gampang. Namun jika kita bisa terus menjaga dan percaya jika perbedaan itu sebagai rahmat yang diberikan Tuhan kepada kita bangsa Indonesia, maka sudah barang pasti kedamaian akan terus bersama kita. Yakin Usaha Sampai. (*)

*Penulis adalah Rizky Alfian, Jurnalis TIMES Banyuwangi

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES