Peristiwa Daerah

Rumah Ambruk, Kakek Muadzin di Banyuwangi Hidup Memprihatinkan

Rabu, 02 Mei 2018 - 13:09 | 48.52k
Moh Sai (75) warga Desa Patoman, Banyuwangi tinggal digubuk reot setelah rumahnya roboh dua bulan lalu. (FOTO: Dian Effendi/TIMES Indonesia)
Moh Sai (75) warga Desa Patoman, Banyuwangi tinggal digubuk reot setelah rumahnya roboh dua bulan lalu. (FOTO: Dian Effendi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGIKemiskinan masih menjadi tantangan besar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Diperlukan kepekaan dan kecepatan untuk meringankan beban hidup rakyat miskin.

Mohammad Sai (70) dan Poniyem (65), warga Dusun Patoman Timur, RT 4 RW 1 Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari berkeluh kesah tentang kehidupan sehari-hari tanpa tempat tinggal.

“Dua bulan yang lalu, rumah kami roboh terkena angin kencang dan hujan lebat. Saat itu, bapak tertimpa reruntuhan sampai pingsan,” jelas Poniyem, Rabu (2/5/2018).

Kejadian itu terjadi sekitar pukul 17.00 WIB menjelang waktu shalat magrib. “Bapak ada di dalam, saya kebetulan sedang mengambil air,” tandas Poniyem.

Menurut salah satu tetangga, Octa, kondisi rumah milik Sa’i dan Poniyem terbuat dari kayu, bambu, dan gedheg. Karena terlalu tua dan kerasnya angin yang menerpa, rumah yang berdiri di tanah wakaf milik salah satu sekolah di Desa Patoman itu pun roboh.

“Saat kejadian, warga langsung berhamburan menolong pak Sa’i yang tertimpa reruntuhan. Beruntung bisa sehat kembali,” ujar Octa.

Setelah peristiwa itu, kata Mohammad Sai, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, dan Polisi langsung datang menjenguk. Saat itu, lanjutnya, KTP dan Kartu Keluarga juga diminta.

KTP dan Kartu Keluarga itu, katanya untuk melengkapi proses pembangunan kembali rumah yang roboh.

“Mereka (aparat desa) menyuruh saya untuk bersabar. Namun sampai sekarang (hampir dua bulan) mereka tidak pernah datang lagi,” ungkap Sa’i.

Untuk sementara, Sa’i dan Poniyem memilih membuat gubuk berukuran 2 meter x 2 meter dari sisa-sisa reruntuhan rumah dengan atap seadanya.

Jika hujan turun, dia dan istrinya terpaksa harus menumpang tinggal di rumah tetangga karena atap gubuknya bocor.

Sa’i yang sudah tidak mampu bekerja dan hanya mengharap bantuan dari anak dan tetangganya itu sehari-hari adalah seorang muadzin dan tenaga kebersihan di Musala yang tak jauh dari rumahnya.

Dia berharap, ada uluran tangan dari pemerintah atau pihak lain yang peduli terhadap nasibnya.

“Kami ingin punya tempat tinggal yang sederhana. Asal tidak bocor dan bisa dipakai untuk tidur,” harap Poniyem.

Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Desa Patoman, Suwito menjelaskan, pihaknya langsung melaporkan kejadian robohnya rumah Sa’i dan Poniyem kepada pihak Kecamatan Blimbingsari.

“Langsung kita laporkan ke UPZ Baznas Kecamatan. Tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut,” jelas Suwito melalui sambungan telepon, Rabu (2/5/2018).

Karena tidak ada tanggapan atas laporan itu, pemerintah desa berencana akan membangun sendiri rumah untuk Sa’i dan Poniyem.

“Paling lambat bulan Ramadhan sudah selesai dibangun. Minggu depan dana sudah ada,” pungkas Kades Suwito. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES