Peristiwa Daerah

Kinerja Kabupaten Jember Jeblok, Ini Kata PC IKA PMII Jember

Minggu, 29 April 2018 - 11:46 | 529.86k
Gedung Pemerintah Kab. Jember. (FOTO: The-Silence-of-Nature)
Gedung Pemerintah Kab. Jember. (FOTO: The-Silence-of-Nature)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Pengurus Cabang (PC) Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jember prihatin atas hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menempatkan Kabupaten Jember pada urutan 26 dari 29 Kabupaten di Jawa Timur (Jatim). 

"Sangat memprihatinkan dan harus menjadi perhatian serius pemerintahan Kabupaten Jember," tutur Kepala Bidang Politik dan Demokrasi PC PMII Jember, Hadi Makmur, Minggu (29/4/2018).

Hadi menjelaskan penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2008. Pada pasal 30 lanjut dia, ada dua indikator yang digunakan Kemendagri untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

Pertama, aspek kesesuaian kebijakan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kedua aspek kesesuaian kebijakan daerah dengan kepentingan umum.

"Artinya bahwa jika kebijakan Pemerintah Daerah semakin tidak sejalan dengan kepentingan publik dan dengan kebijakan Pemerintah Pusat atau Propinsi maka nilai kinerja penyelenggeraan pemerintah daerah semakin rendah," ujar Dosen Administrasi Negara di FISIP Unej itu. 

Ia juga memberikan catatan bahwa hasil evaluasi kinerja ini merupakan hasil evaluasi kinerja 'pemerintahan' daerah dan bukan 'pemerintah' daerah. Artinya, hasil evaluasi tidak hanya ditujukan kepada eksekutif yakni Bupati, Wakil Bupati maupun Perangkat Pemerintah namun juga kepada legislatif yakni DPRD. 

"Jika merujuk pada terminologi ilmu administrasi negara, ini menunjukkan bahwa evaluasi ini tidak saja ditujukan kepada Pemkab Jember saja, tapi juga untuk DPRD," ucapnya. 

Sementara itu, anggota tim kajian IKA PMII Jember, Rohman Hermanto, menuturkan sedikitnya ada empat hal yang membuat Jember terjun bebas menjadi Kabupaten paling buruk dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

Pertama, komitmen dan kepedulian kepala daerah, ketersedian data yang mendukung, kemampuan tim penyusun,  dan terakhir adalah lemahnya koordinasi capaian dan data antar-OPD. 

"Ada 3 tataran penilaian, pertama adalah pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan, dan ketiga adalah capaian urusan," katanya. 

Hal lain yang juga menjadi perhatian Hermanto adalah buruknya komunikasi dan koordinasi antara legislatif dan eksekutif, efektivitas perencanaan dan penyusunan APBD, terobosan dan inovasi pemkab serta transparansi penyerapan DAK, DAU, dan PAD. 

"Kenapa Banyuwangi skor tinggi dan melejit begitu juga Bondowoso saya pikir unggul dalam hal itu dan sebaliknya. Kayaknya ini PR Jember," kata Dosen FISIP ini.

Menanggapi itu, PC IKA PMII Jember mendesak agar eksekutif dalam hal ini bupati dan DPRD agar tidak lagi egois dan sektoral menang-menangan, dan justru abai terhadap kepentingan publik dan kebijakan pemerintah diatasnya. 

"Bagi IKA PMII cara-cara penyelenggaraan pemerintahan yang masih memposisikan egosime justru semakin jauh dari kepentingan publik," tutur Ketua PC IKA PMII Jember, Akhmad Taufik. 

Bagi Taufik, konflik antara DPRD dan bupati yang sering dipertontonkan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah tidak menyentuh isu-isu substantif kepentingan publik, sebaliknya. Ia lebih melihat konflik tersebut sebagai ajang 'menang-menangan' pada kepentingan masing-masing kelompok. "Lagi-lagi kematangan leadership para pejabat pemerintahan daerah Kabupaten Jember harus menjadi perbaikan utama untuk bisa mewujudkan   kepentingan masyarakat," pungkas aktivis PMII itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES