Kopi TIMES

Tetesan Air Mata Demokrasi di Kota Pendidikan

Rabu, 28 Maret 2018 - 11:48 | 98.17k
Yatimul Ainun, Pemimpin Redaksi TIMES Indonesia yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) Jawa Bali Nusa, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). (Grafis: Ofic/TIMES Indonesia)
Yatimul Ainun, Pemimpin Redaksi TIMES Indonesia yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) Jawa Bali Nusa, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). (Grafis: Ofic/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Penggeledahan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada para terduga kasus penerima suap dan pemberi suap APBD Perubahan Kota Malang tahun anggaran 2015, yang menjabat anggota DPRD Kota Malang dan pejabat tinggi di Kota Pendidikan, ibarat petir dan sekaligus cambuk menyakitkan bagi demokrasi lokal dan ‘musibah’ bagi pesta ‘panggung politik elit lokal’ di Kota Malang.

Usai penggeledahan, KPK langsung mengamankan dan penetapkan para tersangka dalam kasus dugaan suap tersebut. Ketua DPRD Kota Malang, saat itu, M Arif Wicaksono dan Jarot Edy Sulistyono, selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkot Malang harus memakai rompi oranye yang dibuat KPK untuk para tersangka korupsi.

Dalam proses persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang berlokasi di Sidoarjo, banyak pengakuan atau celotehan dari keduanya. Pengakuan Arif Wicaksono dan Jarot mampu menyeret para anggota dewan dan pejabat tinggi seperti Wali Kota Malang, HM Anton.

Pemeriksaan kepada para saksi dan pelaku yang diduga menerima suap, terus dilakukan oleh KPK. Penggeledahan juga dilakukan kepada para calon tersangka. Pemeriksaan sering dilakukan di Mapolres Malang dan Mapolresta Batu.

Sebanyak 19 orang, termasuk HM Anton dan ditambah Wakil Wali Kota Malang, Sutiaji, yang kini juga menjadi calon Wali Kota Malang juga ikut diperiksa jadi saksi.

Setelah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi, akhirnya KPK menetapkan sebanyak 19 orang jadi tersangka. Termasuk dua calon Wali Kota Malang yang sudah lama melakukan kampanye, pecitraan, blusukan pasar dan ke kampung-kampung untuk sosialisasi program, visi-misi calon.

Tak lama dari penetapak tersangka, KPK kembali memanggil tujuh tersangka untuk kembali diperiksa di kantor KPK. Ketujuh tersebut adalah, Wali Kota Malang nonaktif HM Anton dan enam anggota DPRD Malang, Heri Pudji Utami, Abd Rachman, Hery Subiantono, Rahayu Sugiarti, Sukarno, dan Ya'qud Ananda Gudban.

Keluar dari gedung KPK, ketujuh tersangka tersebut, keluarnya sudah mengenakan rompi warna oranye. Rompi itu sebagai bukti, jika ketujuh tersangka langsung dilakukan penahanan.

Dua belas tersangka lainnya, masih belum berompi warna oranye. Karena belum diperiksa dan ditahan oleh KPK. Kini, masih bisa bebas menghirup udara segar Kota Malang, bisa bercuap-cuap dengan keluarga dan kerabat lainnya.

Namun, mereka pasti diselimuti dengan rasa gelisah, resah dan penuh renungan. Menatap masa depan dirinya, keluarga dan anak cucunya. Jelas mereka selalu berdoa, keluarga dan anak cucunya tidak senasib dalam perjuangannya mendatang. Mereka akan terus berdoa, semoga, istri, anak dan keluarganya hidup damai dan tenang menjalani hidup dan masa depannya.

Dua belas tersangka lainnya atau ada tersangka baru, tinggal menunggu waktu untuk menyusul memakai rompi oranye yang akan diberikan KPK. Namun, apa yang menimpanya, adalah perjalanan hidup yang harus dihadapi.

Kasus yang menyeret para tersangka itu, harus dinilai sebagai cobaan dan tantangan serta konsekwensi seorang politisi dan pejabat publik yang harus diterimanya dengan tegar dan sabar hingga menunggu keputusan pengadilan.

Dari 19 tersangka tersebut, ada dua sosok yang kini menjadi Calon Wali Kota Malang dalam Pilkada Serentak 2018. Yakni, HM Anton dan Ya’qud Ananda Gudban. Keduanya, jelas harus kampanye dari dalam jeruji besi di Jakarta. Tak bisa lagi bercengkrama dengan warga dan menyerap aspirasi warga.

Penahanan dua calon Wali Kota Malang, mendapat banyak respon dari warga Kota Malang. Ada yang kecewa atas perbuatan dua sosok calon idolanya. Karena tak mengira berbuat korupsi dengan duit yang tidak terlalu besar dinilai kasus korupsi lainnya yang tersangkanya sudah ditangkap KPK.

Para tersangka yang menerima suap saat menjadi anggota DPRD Kota Malang itu, disangkakan telah menerima suap senilai Rp 15 juta. Hal itu berdasarkan keterangan dari KPK. Sementara, pemberi suap, diduga dilakukan oleh Wali Kota Malang, HM Anton. M Arif Wicaksono, yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kota Malang menerima jatah berbeda, tdak sama nilainya dengan anggotanya.

Dari 19 tersangka itu, ada satu tersangka yakni Ya’qud Ananda Gudban, yang hingga ditahan KPK tetap secara tegas menyatakan tidak terlibat dalam kasus suap tersebut. Nanda, begitu populer dipanggil, mengaku tidak hadir dalam pembagian uang suap yang dikumpulkan di kantor Dinas Ketua DPRD Kota Malang, Arief Wicaksono.

Menurut Nanda, ada dua orang yang tidak hadir dalam pertemuan itu, selain dirinya, juga Heri Puji Utami, dari fraksi PPP. Namun, alasan itu tak menjadi keduanya bebas. Tetap ditetapkan jadi tersangka dan kini sudah ditahan KPK.

Siapa yang bisa dipercaya? Kita tunggu keputusan persidangan. Para tersangka adalah praduga tak bersalah. Keputusan hukum tetap yang akan membuktikannya. Hukum pengadilan yang akan memberitahukan kepada publik status para tersangka itu.

Dari kasus dugaan suap tersebut, dua tersangka yang menjadi calon Wali Kota Malang yang menarik jadi perbicangan dan bahasan publik. Setelah ditahan, dan tetap menjadi calon Wali Kota Malang, posisinya tak bisa tergantikan. Tetap lanjut dan sah menjadi calon Wali Kota Malang.

Dengan demikian, dua calon itu, akan disuguhkan ke masyarakat Kota Malang, yang memiliki hak pilih untuk memilih dua calon tersebut. Disaat pemilih disuguhi dua sosok tersangka kasus dugaan korupsi, untuk menjadi Wali Kota Malang, jelas praktik tersebut adalah bisa dinilai bentuk mencederai suara rakyat dan proses demokrasi lokal.

Keduanya harus tetap ikut dalam pesta demokrasi. Karena masih belum ada keputusan hukum tetap dari pengadilan. Keduanya masih punya hak demokrasi untuk dipilih. Namun, ada beberapa penilaian publik, bahwa status tersangka yang disandangnya, sudah kurang baik.

Persoalan itulah yang masih menjadi wacana dan polemik menarik diperbincangkan banyak orang di Kota Malang dan bahkan publik pada umumnya di Indonesia. Disatu sisi, kedua calon itu juga punya hak demokrasi untuk dipilih, di sisi lainnya, jika masih disajikan ke pemilih untuk dipilih, jelas bersifat memaksa dan memberikan tawaran tidak baik dalam proses demokrasi Indonesia.

Dalam sisi lain, proses penetapan tersangka pada kedua calon oleh KPK, juga berefek kurang baik pada proses demokrasi. Namun, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi adalah hal berbeda yang harus tetap di jalankan tanpa pandang bulu sedang menjabat apa dan berefek apa.

Beberapa persoalan dan polemik tersebut penulis menilai, begitu pentingnya sinergi demokrasi yang tidak harus ada yang tersakiti dan tercederai. Mulai dari hak politik hingga pilihan politik. Lalu, tercipta dan terwujud keadilan hukum dan kedamaian demokrasi.

Dalam pesta demokrasi, rakyat bebas menentukan pilihannya. Rakyat juga berhak mempengaruhi orang lain dalam hal memilih. Bukan hanya partai politik pengusung calon saja yang bisa berkampanye untuk mempengaruhi orang lain dalam hal pilihan.

Pada saat calon sudah muncul dan ditetapkan, bukan hanya partai politik saja yang boleh menyampaikan masukan dan mempengaruhi calon. Siapapun orang bisa menyampaikan pendapat dengan cara apapun sepanjang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada, begitu juga calon, walaupun sudah ditetapkan tersangka.

Harapan penulis, semoga bencana politik yang menimpa Kota Malang, tidak terjadi di luar Kota Malang. Pada momentum Pilkada, Kota yang popular disebut Kota Pendidikan itu, tetap menjadi kota aman dan damai.

Siapa calon yang akan dipilih rakyat, itu adalah hak demokrasi rakyat. Namun, beberapa regulasi kebijakan hukum yang mungkin  dinilai mencederai demokrasi, bisa diselesaikan. Rakyat harus diberi pilihan terbaik dan diedukasi dengan baik. Melakukan kesalahan dan pelanggaran hukum, itu menusiawi. Tapi terus berjuang mentaati hukum adalah kesempurnaan yang sangat menusiawi. (*)

*Yatimul Ainun, Pemimpin Redaksi TIMES Indonesia yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) Jawa Bali Nusa, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES