Indonesia Positif

Seminar Comparative on Ease of Doing Business FEB UB, Apa yang Dibahas?

Jumat, 23 Maret 2018 - 10:00 | 254.76k
Seminar
Seminar "Comparative Study on Ease of Doing Business" Di FEB UB. (FOTO: AJP TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya bekerja sama dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengadakan seminar yang bertajuk “Comparative Study on Ease of Doing Business” Kamis (22/3/2018).

Seminar ini bertujuan sebagai ruang diskusi dan pembelajaran dalam membandingkan langkah kebijakan yang diambil oleh negara lain dalam memperbaiki iklim investasi di negaranya dengan kebijakan yang sudah diterapkan di Indonesia dalam kemudahan berusaha. 

Seminar yang berlangsung di ruangan Aula Gedung F Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya ini dihadiri oleh Pemerintah Kota Malang, Badan Kebijakan Fiskal dan Mahasiswa FEB UB.

Seminar-Comparative-Study-2.jpg

Seminar dibuka oleh sambutan dari Ketua Jurusan ilmu Ekonomi, Dr.rer.pol Wildan Syafitri, SE., ME. Menurutnya, dari sisi kompetitif  Indonesia masih berada pada posisi yang bagus. Namun ketika dilihat dari sisi kreativitas, Indonesia masih sangat lemah. 

Hal ini dapat dilihat dari kegiatan ekspor  yang dilakukan Indonesia masih berupa barang primer dan barang rakitan yang mana desainnya bukan berasal dari Indonesia. Namun segi kreativitas ini dapat didorong melalui kemudahan berusaha. 

Sementara itu Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan, Irfa Ampri, SE., Ak., Ph.D. Ia menjelaskan bahwa kemudahan berusaha menjadi suatu insentif yang menarik bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Seminar dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama mengangkat topik “Improving Business and Investment Climate Policy” yang dipandu oleh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Al Muizzuddin Fazaalloh, SE., ME. Sesi pertama diisi dengan materi yang disampaikan oleh Aufa Doarest dari World bank, Haryo Yudho Sadewo dari BKPM dan Dwi Budi Santoso, Ph.D. yang merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Dalam presentasinya, Aufa Doarest membahas tentang isu terkait investasi asing maupun domestik, lisensi bisnis dan produktivitas tenaga kerja. Beliau mengatakan bahwa Indonesia sudah jauh lebih baik dalam peringkat Ease of Doing Businessyang ditetapkan World Bank. Pada tahun 2014 Indonesia menempati peringkat 120. 

Seminar-Comparative-Study-3.jpg

Namun sekarang Indonesia menduduki peringkat 70, yang mana merupakan pertumbuhan yang lumayan besar. Aufa Dorest menambahkan bahwa pertumbuhan paling besar terjadi di lisensi, dan yang agak berat terjadi di kontrak. 

Pemateri kedua, Haryono Yudho Sadewo membahas dari sisi perspektif pemerintah agar iklim investasi indonesia semakin lebih baik. Indonesia dikatakan sebagai negara SSR (Safe, Stable, Reformist) oleh berbagai lembaga rating di dunia dan masih menempati peringkat 5 sebagai negara tujuan investasi. 

Saat ini pemerintah Indonesia tengah fokus pada sektor infrastruktur, selain itu Indonesia juga memiliki 2 fokus sektor investasi lain, yakni pariwisata dan ekonomi kreatif. 

Haryono mengatakan bahwa dalam melindungi pemain lokal dari dominasi investor asing, pemerintah menetapkan daftar negatif  pada beberapa sektor, seperti sektor Pariwisata, Industri film, Transportasi, E-Commerce, dan lain-lain agar lebih banyak pemain dalam negeri pada sektor tersebut dibanding pemain asing. 

Pemateri ketiga, Dwi Budi Santoso, Ph.D. membahas tentang pentingnya EoDB bagi negara berkembang khususnya Indonesia. Dwi Budi mengatakan bahwa EoDB dapat menurutkan biaya transaksi dan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar. 

“Doing Business harus tetap dilakukan khususnya pada kontrak, ini adalah kondisi makro yang lebih extream, jika mikro tidak diperbaiki maka kondisi juga lebih parah,” tutupnya.

Pada sesi kedua, seminar mengangkat topik “Best Practices on Ease of Doing Business Improvement” yang dipandu oleh Eko Nugroho Mardi Saputro, Ph.D. dari Badan Kebijakan Fiskal. Sesi kedua ini diisi dengan materi yang disampaikan oleh Putu Mahardika Adi Saputra, Ph.D., dosen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Paul Bartlet yakni Lead AdviserAIPEG/PROSPERA, dan Truong Xuang Trung yakni First Secretary Embassy of Socialist Republic of Vietnam.

Dalam presentasinya, Putu Mahardika membahas tentang pelajaran apa saja yang dapat dipelajari Indonesia dari negara lain dalam ease of doing business berdasarkan studi-studi terdahulu. 

Kemudian Paul Bertlet membahas tentang apa yang dapat Indonesia pelajari dari negara lain berdasarkan dukungan AIPEG/PROSPERA terhadap pemerintah Indonesia, dan pembicara terakhir, Truong Xuang Trung membahas tentang pembelajaran yang dapat Indonesia ambil dari Vietnam terhadap peningkatan iklim investasi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES