Peristiwa

Kiai Mahrus Ali, Sang Kiai Kharismatik itu Telah Berpulang

Jumat, 02 Februari 2018 - 18:26 | 537.20k
KH Mahrus Ali (GRAFIS: TIMES Indonesia)
KH Mahrus Ali (GRAFIS: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Di tengah peringatan harlah ke-92 Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 2018, warga Nahdliyin Banyuwangi, Jawa Timur, berduka. Seorang ulama Banyuwangi, KH Mahrus Ali, meninggal dunia pada pukul 4.30 WIB di kediamannya, komplek Pesantren Sunan Kalijaga, Parijatah Wetan, Kecamatan Srono.

Kiai Mahrus merupakan sosok ulama yang alim alamah. Banyak orang yang mengharapkan keberkahan doanya. Mulai dari kalangan pejabat hingga orang melarat.

Ia pun menjadi jujukan umat untuk mencurahkan dan menanyakan berbagai persoalan. Mulai dari soal keagamaan, kebangsaan hingga soal-soal keseharian.

Santri Kiai Dimyati Syafi'i Kepundungan tersebut, merupakan ulama yang zuhud. Ia dikenal sangat menjaga betul terhadap rezeki yang diterimanya. Tak asal ada yang memberi uang, lantas ia terima begitu saja.

Ada satu cerita menarik soal ini, dimana Kiai Mahrus menolak uang sumbangan yang diberikan oleh Menteri Perhubungan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Hatta Radjasa.

Dalam nuansa Ramadlan, tepatnya 14 September 2006, Menhub Hatta Radjasa melakukan kunjungan kerja ke Banyuwangi. Ia didampingi oleh Bupati Abdullah Azwar Anas yang kala itu, masih menjadi anggota DPR RI.

Karena didampingi oleh Azwar Anas yang notabane-nya kader NU tulen tersebut, Hatta tak hanya diajak untuk meninjau pelabuhan Tanjungwangi dan bakal calon bandara Blimbingsari. Hatta juga diajak berkunjung ke PCNU Banyuwangi.

Kebetulan pada saat itu, PCNU Banyuwangi sedang menggelar buka puasa bersama di Pesantren Sunan Kalijaga. Di tengah acara yang dihadiri para pengasuh pesantren dan pengurus NU tingkat Cabang hingga Ranting itu, KH. Masykur Ali, ketua PCNU, ditelpon oleh Azwar Anas. Ia mengabarkan akan membawa menteri perhubungan berkunjung kesana.

Selain itu, Anas juga mengabarkan bahwa Hatta bakal menyumbang sebesar Rp. 100 juta. Rp. 50 juta untuk PCNU Banyuwangi, sedangkan sisanya untuk Kiai Mahrus Ali.

Mendengar kabar baik demikian, Kiai Mahrus yang saat itu, sedang sakit tak bergeming. Ia menolak pemberian tersebut, meski masih menyambut kedatangan sang Menhub. Tak ada alasan yang diungkapkannya saat menolak bantuan yang cukup besar untuk ukuran kala itu. Ia hanya mengucapkan terima kasih.

Tak hanya dikenal zuhud, Kiai Mahrus juga dikenal sebagai ulama yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT. Doa-doanya kerap diijabah. Pernah suatu ketika ia didatangi seorang juragan selerek, kapal laut tradisional khas Muncar. Sang juragan bermaksud meminta doa untuk keberkahan kapal yang baru saja dibelinya.

Setelah didoakan, selang beberapa hari, sang juragan kembali berkunjung kekediaman Kiai Mahrus. Ia mengabarkan bahwa kapalnya berhasil memperoleh tangkapan ikan yang melimpah. Ia menyadari hal tersebut, tak terlepas dari berkah doa Kiai Mahrus karena pada saat itu, kondisi laut sedang paceklik.

Banyak lagi kisah-kisah Kiai Mahrus dalam membantu masyarakat ataupun kearifannya dalam berdakwah. Biasanya, santri Kiai Juwaini Nuh Tretek, Pare, Kediri itu, menggelar pengajian umum setiap Ahad pagi yang diikuti ratusan jamaah.

Pada Ahad Legi akan jauh lebih ramai. Selain itu, pada malam Kamis Legi, di pesantrennya juga digelar istighosah akbar bagi masyarakat luas.

Pengabdian Kiai Mahrus Ali di dunia harus berakhir. 78 tahun lamanya ia telah mengabdikan dirinya. Amal jariyahnya akan terus mengalir seiring eksistensi pesantren dan semua lembaga pendidikan yang berada di bawahnya. Begitu pula dengan doa ribuan santri dan para jamaahnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES