Pendidikan

Dosen Universitas Nurul Jadid Berhasil Ciptakan Sistem Hemat Listrik

Kamis, 16 November 2017 - 10:59 | 113.07k
Rio Supriaga, salah seorang dosen Universitas Nurul Jadid berhasil ciptakan sistem hemat listrik (FOTO: Muhammad Iqbal/TIMES Indonesia)
Rio Supriaga, salah seorang dosen Universitas Nurul Jadid berhasil ciptakan sistem hemat listrik (FOTO: Muhammad Iqbal/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pencabutan subsidi listrik oleh pemerintah yang berimbas pada kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sejak awal Januari hingga awal Juli 2017 lalu, masih menyisakan beban bagi rakyat kecil dengan penghasilan pas-pasan.

Kenaikan TDL yang hampir 2 kali lipat lebih menyisakan banyak keluhan di masyarakat, meskipun di sisi lain dana subsidi yang dicabut tersebut dialokasikan untuk pembangunan unit-unit pembangkit baru dengan program 35.000 MW pemerintahan Jokowi.

"Dulu dengan daya terpasang 900 VA, maksimal sebulan beli pulsa 100 ribu sudah cukup. Sekarang, 200 ribu tidak cukup", tutur Siswono, warga Desa Sumberanyar, Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jatim, yang juga mengelola Yayasan Anak Yatim dan Dhuafa "Berkarya".

Selain berimbas pada warga desa, kenaikan TDL juga dirasakan warga perumahan dengan profesi sebagai guru, tenaga honorer, security, dan beberapa profesi lainnya. Kholish, warga lainnya menuturkan, kebutuhan pulsa listrik rumahnya dalam sebulan tak cukup Rp 200 ribu, dengan beban alat-alat rumah tangga selain AC.

Di saat kondisi ekonomi masyarakat yang belum stabil, ditandai dengan menurunnya daya beli dan konsumsi masyarakat, pemerintah melalui menteri BUMN berencana lagi untuk menghapus listrik rumah tangga dibawah 4.000 VA.

Seperti yang kita ketahui, tarif listrik golongan 900 VA saat ini yaitu Rp 1.352,- per kWh, sedangkan untuk golongan 1.300 VA ke atas sebesar 1.467,28 per kWh.

Mayoritas konsumen listrik saat ini yaitu golongan rumah tangga 450 VA dan 900 VA. Jika kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah, maka dapat dipastikan akan terjadi kenaikan tarif dasar listrik lagi.

Melihat kondisi tarif listrik yang kian merangkak naik dan tidak menentu, Dosen Luar Biasa Jurusan Teknik Elektro pada Universitas Nurul Jadid, Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rio Supriaga, membangun solar home system atau solar panel di rumahnya, sebagai upaya penghematan listrik dan pemanfaatan energi baru terbarukan.

"Saat ini mungkin belum booming. Namun saya yakin, ke depan solar panel akan booming di masyarakat di tengah naiknya tarif daya listrik PLN dan langkanya bahan bakar batubara", tutur Ketua Tim CSR Solar Panel PT. YTL Jawa Timur tersebut.

Saat ini, di rumahnya sudah terpasang listrik dari PLN dengan daya 2200 VA dan dari panel surya sebesar 3000 WP atau setara dengan 2500 VA dari PLN.

Untuk kondisi cuaca yang panas dan terang, maka supply kebutuhan listrik semuanya terpenuhi dari panel surya.

Dengan adanya meteran listrik dua arah dari PLN, kelebihan daya listrik dari solar panel bisa disalurkan ke PLN dan menjadi tabungan yang bisa dipakai saat malam hari ataupun saat musim hujan. 

Kelebihan daya listrik akan terus diakumulasikan dari bulan ke bulan berikutnya dan akan menjadi saldo yang bisa dipakai sewaktu-waktu.

"Dengan adanya teknologi kWh meter dua arah dari PLN, sangat mengurangi dan menghemat biaya investasi dari panel surya, karena tidak lagi perlu baterai yang investasinya mencapai 30 persen dari total biaya yang dikeluarkan. Selain itu, kelebihan daya listrik listrik pada siang hari, bisa langsung ditabung di PLN dan bisa dipakai saat malam hari atau saat kondisi produksi solar panel menurun karena mendung," tutur Engineer PT. YTL Jawa Timur ini.

Dengan hitung-hitungan harga listrik saat ini, yaitu Rp 1.467,28 per kWh untuk daya di atas 1300 VA, investasi untuk membangun solar home system akan mencapai BEP sekitar 6 tahun. Setelah itu, kita akan menikmati listrik gratis selama puluhan tahun.

Sebagai informasi, teknologi solar panel secara ekonomis sangat panjang masa pakainya dan garansi dari pabrik selama 25 tahun output-nya masih diatas 80 persen dari max output saat pertama kali dipasang, artinya selama 25 tahun penurunan kapasitas output tidak sampai 20 persen. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES