Pendidikan

Seikat Padi Bekal Andi Surya Sebagai Lulusan Terbaik Fisip Unirow

Jumat, 27 Oktober 2017 - 12:54 | 38.90k
Andi Surya mendapat penghargaan dari Rektor Unirow, Kamis (26/10/2017), (FOTO: Safuwan TIMES Indonesia)
Andi Surya mendapat penghargaan dari Rektor Unirow, Kamis (26/10/2017), (FOTO: Safuwan TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sebagai seorang petani, Andi Surya, cukup punya prestasi. Dia telah dinyatakan sebagai lulusan terbaik Fisip Unirow Tuban dengan nilai IPK 3,72. Dia membiayai kuliahnya sebagai seorang petani.

Pemuda yang sudah sejak kecil ditinggal ayahnya ini, terus berjuang dan akhirnya dia bisa lulus kuliahnya. 

Nah, saat diwisuda pada Kamis kemarin (26/10/2017) dia diberi kesempatan untuk maju di panggung dan memberikan sambutan.

Saat itu pula dia membuat para peserta wisuda dan anggota senat kaget. Sebab, pemuda ini membawa seikat padi. Dia menyerukan untuk pemuda tak takut untuk bertani. 

"Saya lahir dari rahim petani. Hidup ditengah tengah masyarakat petani. Dihidupi dari perekonomian masyarakat tani. Dan saat ini saya masih tetap menjadi petani. Bangga menjadi petani," katanya di akhir pidatonya. 

Berikut ini adalah cerita Andi Surya: 

Nama saya andi surya, lahir di tuban, 21 nopember 1991. Saya adalah anak terakhir dari 6 bersaudara. Saudara Pertama saya namanya Yanto, yang ke dua Rusdi, yang ke tiga Darwati, yang ke empat Rasmu, dan yang ke Lima Sunarko. Mereka semua sudah berkeluarga dan masing-masing sudah mempunyai anak.

Karena semua saudara-saudaraku sudah bekeluarga, jadi dirumaha hanya tinggal aku dan emakku. Emakku bernama Rasemi, beliaulah satu-satunya orang tua yang aku miliki.

Sedangkan Bapakku sudah lama pergi. Beluai dipangil oleh yang maha kuasa ketika aku belum berumur 1 tahun. Jadi bisa dikatakan aku tidak pernah mengetahui bagaimana wajah dan rupa dari bapakku.

Tapi itu hanyalah masa lalau, masalalu tudak harus diratapi, tapi biarlah berlalu. 

Sekarang aku sudah menjadi seorang sarjana, tepatnya sarjana  ilmu komunikasi. Menjadi seorang sarjana adalah impina ku sejak lama. Biar aku adalah seoran sarjana, tapi aku adalah seorang petani. Ya petani hingga sampai sekarang.

Menurut saya, kulia adalah bukanlah aktivitas ku yang utama. Melainkan aktivitas sampingan, atau selingan disela-sela kesibukanku sebagai seorang petani. 

Saya mengeluti profesi sebagai petani sejak masih sangat muda sekali. Ketika masih berumur 15 tahun aku sudah terjun dalam bisnis ketahanan pangan ini.

Kenapa saya sebut bisnis ketahana pangan. Sebab, di pundak para petanilah perut warga negara yang kita cintaini dipertaruhkan.

Menjadi petani itu banyak godaan dan cobaan. Kadang kala saya merasa capek setelah bekerja berbulan-bulan namum hasil yang diinginkan sangat jauh dari apa yang diharapkan. Jangan kata mendapat untung berlipat, balik modal saja sudah lumayan.

Petani itu tidak pernah mengenal waktu dan keadaan, tidak peduali apakah cuaca sedang panas atau hujan, tidak peduli siang atau malam. Atau dengan kata lain harus siaga 24 jam. 

Seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Kuliah adalah aktivitas sampingan dari saya. Setiap saya berangkat kulia, itu menandakan kalau pekerjaan rumah saya sudah selesai.

Tidak jarang juga saya terlambat mengikuti perkuliahan karena harus menyelesaikan pekerjaan sebgaai seorang petani. Bahkan sering kali ketika saya sampai di rung perkuliahan jam kulia sudah selesai.

Melihat hal ini, bisa dikatakan saya adalah salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang tidak pernah menepati jadwal perkuliahan. Namun beruntung, saya masuk difakultas yang sangat fleksibel. Dosen-dosen saya bisa diketemui kapanpun dan dimanapum. 

Selain sebagai petani saya juga bekerja dipeternakan ayam milik tetanga. Karena pemilik peternakan itu masih ada hubungan keluarga dengan saya, jadi saya bisa menyesuaikan antara jadwal perkuliahan dengan jadwal memberi makan ayam.

 

Sekarang aktivitasku semakin padat. Mulai dari mengarap sawah, hingga merawat ribuan ayam milik orang lain. Namun itu semua tidak menjadikan semangatku menjadi loyo.

Profesi sebagai petani, memanglah tidak sepoluler dengan jualan on-line, bahkan menjadi seorng dekolektor. Apa lagi bagi kalangan mahasiswa.

Bagi sebagian mahasiswa, lebih baik menjadi penjaga toko orang lain atau menjadi loper telur burung puyuh, daripada menjadi petani. Mungkin bagi mereka bekerja sebagai petani bukanlah sebuah pekerjaan keren. Namum lebih terkesan sebagai pekerjaan yang sudah ketinggalan jaman.

Memang dunia pertanian sudah ada ribuan tahun yang lalu, sejak zaman peradaban kuno masa lampau. Namum masih tetap eksis sampai sekarang ini. Mungkin karena saking lamanya itu, peminat petanian kini hanya menyisakan orang-orang tua semata.

Biaya untuk kuliah, sebagian besar saya dapatkan dari hasil pertanian dan upah dari memberi makan ternak. Jadi setiap kali selesai panen atau mendapat gaji dari merawat ayam-ayam milik tetangga saya baru bisa mneyelesaikan administrasi perkuliahan. Dari situlah saya bisa menyelesaikan perkuliahan, bahkan menjadi lulusan terbaik. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES