Peristiwa Daerah

Polemik Tugu di Lautan Pasir Bromo Berakhir di Jakarta

Rabu, 18 Oktober 2017 - 16:55 | 75.02k
Usai Pertemuan di Kementerian Lingkungan Hidup membahas tugu di kaldera Lautan Pasir Bromo (FOTO: Istimewa)
Usai Pertemuan di Kementerian Lingkungan Hidup membahas tugu di kaldera Lautan Pasir Bromo (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Polemik soal tugu yang dibangun Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) di Kaldera Lautan Pasir dan Bukit Teletubies, telah berakhir. Kedua belah pihak bertemu dalam sebuah rapat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di Jakarta  Selasa (17/10/2017).

Rapat yang digelar di ruang rapat Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK itu dipimpin langsung Dirjen KSDAE. Hadir dalam acara tersebut Sigit Pramono (Masyarakat Fotografi Indonesia), dan tokoh adat Tengger yang diwakili Kepala Desa Jetak, Kermat; Kepala Desa Ngadas, Kastaman; dan PHRI Probolinggo, Digdoyo.

Inspektorat Jenderal Wilayah II KLHK, Biro Hukum KLHK, Pusat Keteknikan KLHK, dan Kepala Balai Besar TNBTS, juga hadir dalam rapat yang digelar pukul 09.00 WIB hingga sekitar pukul 12.00 WIB itu.

"Polemiknya sudah berakhir," kata Digdoyo kepada TIMES Indonesia (timesindonesia.co.id), Rabu (18/10/2017) pagi.

Berikut beberapa keputusan hasil rapat tersebut. Pertama, kepedulian Masyarakat Fotografi Indonesia terhadap TNBTS bukan hanya terkait tugu (signage).

Namun selain itu ingin memberikan masukan secara menyeluruh dalam hal pengelolaan Pariwisata Alam di TNBTS yakni relokasi jalur kendaraan, penerapan sistem gerbang terpadu, mengembangkan view point baru, penataan Pananjakan, hingga penerapan kuota pengunjung.

Adapun keputusan kedua adalah apresiasi terhadap kepedulian dan kecintaan berbagai pihak terhadap TNBTS. Karenanya, kawasan ini harus dijaga bersama-sama. Merumat dan meruwat Bromo dilakukan rutin oleh masyarakat Tengger.

Maka penyelesaian permasalahan yang timbul di dalamnya juga harus dilakukan dengan arif, termasuk usulan Masyarakat Fotografi Indonesia terhadap pengelolaan TNBTS, juga harus dibicarakan bersama.

Yang ketiga, bagi tokoh adat dan masyarakat Tengger, keberadaan signage tidak masalah karena merupakan program dari TNBTS dan telah dikoordinasikan dengan masyarakat setempat.

Namun adanya pemberitaan di media sosial yang menimbulkan pro kontra di masyarakat, perlu diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga tidak timbul permasalahan lain dan masyarakat tetap anteng dan seger.

Kemudian keputusan keempat, menurut adat masyarakat Tengger, apa yang telah diberikan kepada alam tidak dapat kembali. Namun biarlah alam yang menilai apakah keberadaan signage tersebut merupakan hal yang baik/tidak bagi alam.

"Sehingga untuk sementara keberadaannya dibiarkan apa adanya, atau tidak dibongkar/dipindah," kata Digdoyo, yang ikut dalam rapat tersebut.

Selanjutnya, kelima, signage yang dibangun di TNBTS telah menjadi aset/milik negara yang dibiayai oleh pemerintah. Serta pengadaannya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Maka tidk dapat serta merta dipindahkan/dibongkar, tetap harus melalui mekanisme penghapusan aset dengan alasan yang jelas," terangnya.

Dan yang terakhir, atas masukan Masyarakat Fotografi Indonesia, TNBTS akan melakukan pertemuan lanjutan dengan pemangku adat, masyarakat tengger, pelaku jasa wisata, masyarakat fotografi Indonesia, Sahabat Bromo, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk membahas pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Sukmana
Sumber : TIMES Probolinggo

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES