Peristiwa Nasional

Kajian Ilmiah Soal Pencabutan Moratorium Reklamasi Dipertanyakan

Kamis, 12 Oktober 2017 - 14:05 | 23.61k
ILUSTRASI: Reklamasi Jakarta (FOTO: Kompasiana)
ILUSTRASI: Reklamasi Jakarta (FOTO: Kompasiana)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mempertanyakan kajian ilmiah yang menjadi dasar Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Panjaitan mencabut moratorium megaproyek reklamasi Teluk Jakarta pada 5 Oktober 2017.

Kajian ilmiah tersebut belum juga dibuka ke publik hingga saat ini.

Ketua bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan organisasi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata berpendapat, tanpa adanya kajian iliah yang bisa dipertanggungjawabkan, Surat Menko Maritim bernomor S-78-001/02/MENKO/Maritim/X/2017 tidak relevan.

"Selain bertentangan dengan rekomendasi Menko sebelumnya (Rizal Ramli) melalui surat Menko Bidang Kemaritiman Nomor 27 Tahun 2016 yang menyetop reklamasi Pulau G dan mengevaluasi reklamasi pulau lainnya," kata Martin, kepada Timesindonesia, di Jakarta, Rabu (11/10).

Martin juga menyitir hasil kajian ilmiah yang sudah dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di tahun 2016 lalu. Kajian tersebut menyatakan bahwa proyek reklamasi selain berdampak pada lingkungan juga terhadap kehidupan sosial ekonomi dari nelayan.

Selain mempertanyakan kajian ilmiah dari Menko Maritim, Koalisi juga menyoal Surat Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat No 2054/-1.794.2.

Dalam suratnya kepada DPRD DKI, Djarot meminta dilanjutkannya pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

Diketahui, DPRD DKI telah menghentikan pembahasan kedua Raperda yang menjadi payung hukum proyek reklamasi pasca mencuatnya kasus suap yang melibatkan petinggi PT Agung Podomoro Land (APL).

Koalisi berpendapat surat yang dikeluarkan Djarot di masa transisi jabatannya ini bakal menyulitkan gubernur selanjutnya yang berjanji menghentikan proyek reklamasi. Menurut Martin, jika kedua Raperda itu dipaksakan untuk dilanjutkan, DPRD hanya akan menambah masalah bagi pemerintah yang baru.

"Sehingga sudah seharusnya DPRD DKI Jakarta menolak permintaan dari Gubernur Djarot," kata dia.

Belum lagi dengan fakta di Putusan Mahkamah Agung No. 92/K/TUN/LH/2017 bahwa masih ada proses pengadilan yang memeriksa gugatan nelayan dan organisasi lingkungan hidup terhadap Gubernur DKI yang menerbitkan izin reklamasi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES