Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Penguatan Hard Skills Dan Soft Skills Matematik Siswa

Senin, 25 September 2017 - 00:16 | 1.10m
Abdul Halim Fathani (Grafis: TIMES Indonesia)
Abdul Halim Fathani (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, JAKARTAPENDIDIKAN karakter, akhir-akhir ini semakin mendapat fokus perhatian dari banyak kalangan. Tidak hanya dari praktisi atau pemerhati pendidikan saja. 

Fakta ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter penting untuk dikawal dalam membentuk masyarakat Indonesia yang baik dan unggul. Untuk mengawal implementasi pendidikan karakter, Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membangun portal khusus melalui laman: http://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id. 

Belum berhenti di situ, dalam rangka memperkuat dan menjadikan karakter sebagai ruh pendidikan di Indonesia, terbaru –pada 6 September 2017– Presiden RI menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Penguatan pendidikan karakter ini didesain untuk menyiapkan generasi emas 2045 yang memiliki keunggulan dalam persaingan global abad 21. 

Dalam Perpres tersebut, dijelaskan bahwa penguatan pendidikan karakter merupakan gerakan pendidikan di bawah tanggungjawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (Bab I, pasal 1). Sekali lagi, perlu digarisbawahi “di bawah tanggungjawab satuan pendidikan”. Satuan pendidikan merupakan kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. (Bab I, pasal 4).

Sementara, dalam praktik penyelenggaraan penguatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan: intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Pelaksanaannya dilakukan di dalam dan/atau di luar lingkungan satuan pendidikan formal. (Bab II, pasal 6)

Dari ulasan Perpres di atas, dapat dicermati bahwa penguatan pendidikan karakter berada dalam tanggungjawab satuan pendidikan. Salah satunya pendidikan jalur formal. Nah, salah satu pelaku dalam pendidikan formal adalah guru (pendidik). Dari sekian banyak guru yang ada di satuan pendidikan jalur formal, di antaranya adalah guru matematika. Singkatnya, tugas untuk implementasi penguatan pendidikan karakter juga menjadi tenaggungjawab para guru matematika di sekolah. Seorang guru matematika tidak boleh hanya puas sukses dalam mengajar –materi– matematika ansich, tetapi juga harus ikut menyukseskan penguatan karakter yang terintegrasi dalam –pembelaajran– matematika.  

Senada dengan itu, pada saat berkunjung ke Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 2 Sidoarjo (SMAMDA), Jawa Timur, Kamis Sore (12/1/2017), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan “Semua mata pelajaran adalah penting dan itu adalah untuk membangun karakter dan kecerdasan juga kreativitas dari seluruh siswa, jadi semua pelajaran adalah penting." Jadi, jelas bahwa membangun karakter siswa terbuka dan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan matapelajaran apa pun dalam kegiatan: intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler.

Karakter Matematik Siswa
Sekarang, kita fokus dulu pada matapelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan. Pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik pada jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah, bahkan hingga perguruan tinggi. 

Dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran matematika, kita mengenal Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom adalah konsep tentang tiga model hierarki yang digunakan untuk mengklasifikasikan perkembangan pendidikan peserta didik secara objektif. Tiga model aspek tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotorik. 

Ranah kognitif berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ranah afektif berkaitan dengan attitude, moralitas, spirit, dan karakter. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan yang sifatnya prosedural dan cenderung mekanis. Dalam konteks ini, ranah kognitif dan psikomotorik merupakan domain hard skills. Sedangkan ranah afektif merupakan domain soft skills. Domain hard skills adalah learning to know and learning to do, sedangkan soft skills domainnya adalah learning to be and learning to life together.

Terkait itu, berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, kesuksesan seseorang ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) dan kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan seseorang ditentukan oleh hard skill (20%) dan soft skill (80%). 

Berpijak pada hal di atas, pendidikan yang memperhatikan penguatan soft skills tentu menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Tidak dapat ditunda lagi. Tantangan bagi guru, harus mampu melakukan internalisasi nilai-nilai atau muatan-muatan pendidikan soft skills pada proses pembelajaran. Termasuk pembelajaran matematika. Namun, yang perlu diingat, meskipun demikian, tetap tidak boleh mengesampingkan penguatan pada aspek hard skills. 

Hendriana, dkk (2017) menjelaskan bahwa Hard skills di bidang matematika merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmu matematika. Hard skills matematik sisiwa ini diturunkan dari kompetensi inti dan kompetensi dasar matematika. Sedangkan soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dan keterampilan mengatur dirinya sendiri yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal.

Nah, sekarang apa saja hard skills dan soft skills matematik siswa yang harus dikuatkan? Hendriana, dkk (2017) menawarkan beberapa jenis hard skills matematis siswa antara lain: kemampuan pemahaman matematis, kemampuan penalaran matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan komunikasi matematis, kemampuan koneksi matematis, kemampuan berpikir kritis matematis, dan kemampuan berpikir kreatif matematis.

Sedangkan jenis softs skills matematis siswa, antara lain disposisi matematis, kemandirian belajar (self regulated learning), kemampuan diri (self efficacy), rasa penghargaan diri (self esteem), konsep diri (self concept), rasa percaya diri (self confidence), kebiasaan berpikir cerdas (habits of mind), pendidikaan nilai, budaya, dan karakter serta pandangan siswaa terhadap pembelajaran matematika.

Senada dengan spirit penguatan pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah, khususnya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka peran guru sebagai tenaga pendidik perlu gayung bersambut untuk mendukung scara total implementasi penguatan pendidikan karakter sebagaimana yang telah didesain oleh pemerintah.  Matematika tidak dapat dilepaskan dari kontribusinya dalam membangun karakter bangsa. Matematika harus hadir dalam pembentukan karakter generasi emas 2045. Dan, tidak boleh hanya terjebak pada satuan pendidikan formal. Matematika ada di mana-mana. Matematika juga dapat ditemukan dalam kehidupan keseharian manusia.

Penulis yakin, jika guru matematika, pemerhati matematika, atau siapa pun yang concern  di bidang matematika, dengan stakeholder  dapat melakukan kerjasama yang baik dalam mengawal implementasi pendidikan karakter secara menyeluruh dan maksimal, melalui penguatan hard skills dan soft skills matematik siswa, maka generasi emas 2045 yang kita idam-idamkan, akan mudah untuk terwujud. Indonesia akan menjadi bangsa yang unggul dan beradab. Semoga. Mari membangun karaker melalui matematika. (*)

* ABDUL HALIM FATHANI, Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Malang. Penggagas Forum Literasi Matematika (forLIMA)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES