Kopi TIMES

Mendadak Republik (Ikan Tanpa Sungai)

Sabtu, 23 September 2017 - 08:12 | 44.97k
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). (Grafis: TIMES Indonesia)
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tulisan ini diperuntukkan khusus bagi sedikit orang yang pernah bersentuhan dengan saya, bergaul, berinteraksi, bersilaturahmi, langsung maupun tidak langsung. Khususnya yang berkaitan dengan tulisan-tulisan saya.

Ini sebuah pesan khusus. Setelah mengalami Indonesia 60 tahun lebih, akhirnya saya menyadari bahwa kemungkinan besar Anda harus mewaspadai tulisan-tulisan saya. Terus terang saya agak curiga bahwa pada apa yang saya tulis selama ini terdapat potensi kontra-produktif bagi visi misi masa depan dan kebangkitan Negara, bangsa, maupun manusia. 

Baik muatan nilai-nilainya, asal-usul lahirnya tulisan-tulisan itu, pola pandangnya, jenis analisisnya, khasanah pengetahuannya, cara mengolah bahan-bahannya, mungkin termasuk juga latar belakang pengalaman hidup saya, yang menyebabkan semua itu.

Sudah diterbitkan hampir 80 buku saya sejak 1978. Bahkan banyak judul yang terus-menerus diterbitkan ulang dan ulang lagi, sesudah penerbitan pertama 30-40 tahun yang lalu, oleh Penerbit yang sama maupun yang berbeda. Saya khawatir ini semacam ketersesatan, salah sangka, keliru paham, atau semacam takhayul.

Beberapa teman menghibur saya bahwa buku-buku itu diterbitkan kembali karena isinya tetap relevan sesudah puluhan tahun hingga saat ini. Saya belum berhasil meyakini itu. Saya curiga ketika para pembaca membuka buku saya, yang tertera di lembaran-lembarannya adalah prasangka-prasangka mereka sendiri atas saya. Mereka menggambar saya di benak mereka, padahal itu sebenarnya bukan saya. Semacam peristiwa mitologisasi atau pentakhayulan.

Bahkan bisa saja ketika mereka membaca tulisan saya, yang sampai ke otak dan hati mereka sudah digantikan oleh informasi dan nuansa yang lain, yang tidak berasal dari saya. Itu mirip dengan peristiwa “wama romaita idz romaita walakinnalloha roma”. Ketika suatu kejahatan meluncur menuju Anda, Malaikat Allah bisa menungganginya, mengambilalihnya, mengubahnya, sehingga tatkala tiba ke Anda, ia berubah menjadi rahmat dan barokah.

Sama dengan misalnya Polisi datang mau menangkap Anda, tetapi tidak jadi, karena di mata Polisi itu yang ia jumpai bukan lagi Anda. Pak Harto menjelang lengsernya bertemu dengan seseorang yang di pandangan Pak Harto ia adalah Sunan Kalijaga, sehingga beliau mendengarkan dan patuh kepada saran-sarannya. Padahal sesungguhnya yang hadir ke depan Pak Harto bukanlah Sunan Kalijaga.

Atau ketika Anda meyakini bumi ini lingkaran datar seperti piring atau teratai, ketika Anda melihatnya dari angkasa ketinggian tertentu: di mata Anda bumi ini benar-benar datar – karena Tuhan tidak tega untuk mengecewakan Anda yang sangat meyakini bumi ini datar. Di saat lain teman Anda yang berpendapat bumi ini bulat, ketika ia menyaksikannya dari angkasa ternyata datar – karena saat itu Tuhan ingin menguji keyakinan dan ilmunya.

Mudah-mudahan Allah menolong Anda dan saya. Seburuk apapun tulisan saya, ketika Anda membacanya Tuhan menjadikannya baik untuk Anda. Alhamdulillah VOC dan Kerajaan Belanda berdagang menggerogoti kekayaan tanah air kita berabad-abad lamanya, sehingga membuat kita berproses menjadi satu bangsa yang kemudian berinisiatif untuk bareng-bareng bernegara. Syukur terjadi kecelakaan di jalan raya, sehingga Anda menolong wanita pengendara motor itu dan kemudian menjadi Ibunya putra-putri Anda.

Akan tetapi manusia sudah diberi perangkat-perangkat untuk membangun diri dan peradabannya, sehingga tidak pada tempatnya kalau kita memprimerkan kemanjaan untuk ditolong Tuhan, tanpa mengandalkan kerja keras dan kesadaran kita sendiri. Terhadap tulisan-tulisan saya, Anda sebaiknya tetap objektif dan kritis.  Sudah ribuan jumlah tulisan saya dalam berbagai tema dan bentuk – tetapi semua itu tidak berdasar ilmu dan pengetahuan yang jelas. Tidak ada rujukan atau kepustakaan sebagaimana lazimnya tulisan diproduksi. 

Ibarat bebuahan, tulisan-tulisan saya tidak jelas kebunnya. Ibarat ikan, tidak jelas sungainya. Seakan-akan saya hanya bawa keranjang dan buah-buahnya masuk sendiri ke dalam keranjang. Seolah-olah saya bawa wuwu dan ikan-ikan berlompatan sendiri memperangkap dirinya. Ini tidak ahistoris dan irasional, serta tidak bisa menjadi pendidikan yang baik untuk pembelajaran proses hidup. Indonesia tidak boleh membiarkan dirinya dikuasai oleh animasi-animasi liar sejarah, kepemimpinan yang tanpa landasan nilai dan pemimpin yang tanpa asal-usul kualitatif.

Peristiwa lahirnya tulisan-tulisan saya tidak mendidik masyarakat pembaca, utamanya generasi muda – dalam membiasakan diri memahami kehidupan sebagai peristiwa hulu-hilir, sebab-akibat dan sangkan-paran. Tidak bisa tiba-tiba saya menyebut 7 tanpa 6, 5, bahkan 2,1. Bangsa Indonesia harus mengerti hujjah ilmiahnya kenapa tiba-tiba kita menjadi Republik Indonesia dan bentuk Negara Kesatuan. Sedemikian mantapnya dan tanpa pertanyaan. Seolah-olah tidak ada pilihan lain, seakan-akan hidup ini sedemikian sempitnya, dan seolah-olah ilmu tidak ada cakrawalanya.

Saya menulis tanpa sejarah yang bisa dilihat dari luar. Muatan tulisan-tulisan saya tidak ada asal-usulnya yang bisa diidentifikasi dan didata. Tulisan saya tidak punya kredibilitas keilmuan, tanpa ekspertasi, sehingga pada hakikatnya saya tidak kompeten untuk menulis. 

Itu sangat berbahaya bagi regenerasi keterdidikan dan keberadaban bangsa Indonesia. "Freedom of Speech", kebebasan ekspresi, tidak serta merta membolehkan ungkapan apa saja tanpa parameter nilai, tanpa penakaran kualitas, serta tanpa pertimbangan mashlahat atau mudhlarat, produktif atau kontra-produktif. 

Bangsa Indonesia dititipi oleh Tuhan tanah air terdahsyat sedunia, serta dititipi diri bangsa ini sendiri yang sarat fadhilah, multi-talenta, tangguh mentalnya dan nekat budayanya. Kita tidak  boleh main-main dalam mengelola sejarah. Kemerdekaan tidak sama dengan kebutaan terhadap batas. Kebebasan bukan proses bunuh diri yang disamarkan. 

Segala manifestasi kreatif dari anak-anak bangsa, khususnya tulisan-tulisan dan kiprah saya, sungguh harus diraba potensi destruktifnya. Jangan sampai yang dibaca dari yang saya tulis, membuat orang salah memetakan nilai-nilai kehidupan, terutama dalam kaitannya dengan kebangsaan dan kenegaraan. Kesalahan pemetaan itu memproduksi kesalahan-kesalahan berikutnya. Sehingga salah pula ketika memahami hakikat dan substansi Negara. Kemudian salah memproses tata kelolanya. Berikutnya tidak pernah tepat memilih pemimpinnya. Bangsa kita seperti sedang bunuh diri dengan deret hitung atau deret ukur kesalahan demi kesalahan. Dan saya bisa masuk neraka kalau ternyata ada prosentase andil dari tulisan-tulisan saya.

Perth, 23 September 2017

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES