Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Menjadi Guru yang Berintegritas melalui Giat Penelitian

Kamis, 21 September 2017 - 18:15 | 70.11k
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ada tulisan menarik yang disampaikan Fathoni dalam opini di TIMES Indonesia (17/9/2017) dengan judul 'Peduli dan Kompeten'. Tulisan tersebut menjelaskan pentingnya guru memiliki kompetensi dan kepedulian terhadap profesinya. 

Kompeten berarti menguasai empat kompeten yang disampaikan dalam UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dan peduli berarti memiliki perhatian terhadap profesi yang dijalaninya. Tulisan tersebut saya rasa cukup ideal untuk menjadi guru yang profesional. 

Namun demikian penulis melihat ada hal menarik lainnya yang patut direnungkan bagi seorang guru guna menjadikan dirinya lebih berintegritas dalam profesinya. Memikirkan bagaimana menjadi guru yang berintegritas tinggi melalui pekerjaan penelitian. Karena hanya meneliti proses pembelajaran akan semakin baik dan baik. 

Tanpa penelitian ilmu yang dimiliki guru akan stagnan tanpa ada pengembangan yang berkesinambungan.

Pernyataan “hanya pendidik yang professional yang akan melahirkan peserta didik yang professional” layak untuk direnungkan bersama. Pendidik yang professional didalam kurikulum 2013 dijelaskan adalah mereka yang sedikitnya memiliki tiga kekuatan, yaitu spiritual power, expert power, dan skill power. 

Sejalan dengan ini, Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 mengharuskan guru mempunyai empat kompetensi: kompetensi professional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi individual. Ciri-ciri guru yang hebat itu harus menyatu dalam aktivitas berupa penelitian.

Hanya guru penelitilah yang mampu mengembangkan dirinya mempunyai kekuatan spiritual, kekuatan pengetahuan, dan kekuatan keterampilan. Karena penelitian memerlukan kejernihan hati, ketajaman pikiran, kedalaman pembacaan, keluasan pengalaman, keluasan hubungan dengan sesama, dan kejujuran dalam mengungkapkan setiap ide dan temuan lapangan.

Menjadi guru peneliti bukanlah pekerjaan yang dikotomis; guru sendiri dan peneliti sendiri. Kegiatan penelitian seyogyanya melekat pada diri guru, karena prinsip penelitian adalah memecahkan persoalan dengan pendekatan ilmiah dan dengan cara ilmiah pula. 

Kegiatan pembelajaran tidak bisa lepas dari persoalan-persoalan baik dari guru sendiri ataupun dari perspektif siswa, misalnya persoalan dalam memahami materi pelajaran, persoalan dalam motivasi, media pembelajaran, gaya belajar, strategi dalam belajar pasti membutuhkan pemecahan secara ilmiah sehingga tidak ada alasan bagi guru untuk tidak bisa melakukan penelitian. 

Dari konteks ini seorang guru dapat melakukan penelitian dan melaporkan hasilnya sehingga perbaikan-perbaikan pendidikan kearah yang lebih baik sudah pasti dapat dilakukan. 

Namun demikian, pekerjaan penelitian ini bukanlah hal mudah yang dapat dilakukan oleh seorang guru, disamping pekerjaan adminstratif yang begitu rumit, banyaknya jam pelajaran dalam seminggu minimal 24 jam pelajaran dalam seminggu, persoalan kesejahteraan masih menghantui profesi guru meskipun program sertifikasi guru sudah berjalan. 

Rutinitas pekerjaan inilah yang seringkali menjadikan guru berakhir disitu, end in itself, tidak ada pengembangan diri untuk bercita-cita melakukan kreatifitas dan kerja produktif seperti publikasi hampir nyaris tidak terdengar dilakukan oleh guru kita.

Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Disaat pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan revolusi mental anak bangsa melalui gerakan Program Penguatan Karakter (PPK) untuk menjaga jati diri bangsa ini, ujung tombak dari program ini yaitu guru harus terus ditingkatkan integritasnya yang salah satunya tersebut dimuka, penelitian. 

Program-program karakter tersebut harus mampu diterjemahkan sesuai dengan konteks budaya, ekonomi, dan sosial peserta didik kita. Tidak boleh program tersebut begitu saja ditelan tanpa dipikirkan bagaimana implementasinya. Inilah kerja perenungan yang mesti dilakukan yang salah satunya melalui penelitian.

Sederhananya dalam kerja penelitian itu adalah kerja menyelesaikan persoalan yang dihadapi guru di sekolah, siswa dalam belajar, dan sekolah itu sendiri. Umumnya penelitian itu hanya mempunyai lima langkah utama; pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, temuan dan bahasan, dan simpulan dan saran.

Memang membaca menjadi kunci utama dalam penelitian. Tanpa membaca semuanya menjadi omong kosong. Jika budaya membaca masih rendah, mimpi itu menjadi hal yang mustahil.

Berikutnya pikirkan akan novelty dan inovation yang hadir sebagai hasil kerja penelitian tersebut. Kebaruan dan terobosan yang menarik harus mampu disampaikan oleh guru. Dan saya yakin hal tersebut bisa dilakukan. Kembali lagi pada pernyataan Pak Fathoni di atas, kompeten dan peduli harus ditambah dengan integritas yang salah satunya adalah menjaga kewibawaan guru melalui kerja penelitian. Semoga...(*)

* Penulis Muhammad Yunus, Wakil Dekan III FKIP Unisma, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Islam Malang

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES