Kopi TIMES

Perlunya Revitalisasi Hubungan Ulama dan Umara

Senin, 18 September 2017 - 10:24 | 27.66k
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Banyaknya politisi (pejabat apparatus Negara) yang terjerat kasus korupsi menandakan gersangnya jiwa spiritualitas yang ada dalam dirinya. Meskipun tersangka tersebut tidak jarang adalah korban dari system administrasi, tapi banyak dari mereka yang nyata-nyata melakukan korupsi dengan rencana yang sudah matang.

Persalan bangsa ini bukan hanya pada kasus korupsi saja, masalah karakter generasi muda juga menjadi perhatian bersama. Artinya adalah perlu formulasi-formulasi yang harus dilakukan dalam rangka menjaga Negara bangsa ini selalu dalam lindungan Allah SWT, rahmat dan hidayah-Nya. 

Dalam konteks inilah hemat penulis perlu dilakukan revitalisasi hubungan ulama dan umara. Hubungan yang tidak sekedar symbol semata tetapi hubungan yang begitu harmonis sehingga perilaku aparat selalu dalam koridor yang disyariatkan agama dan ulamanya istiqomah menjaga jati dirinya.
Umara dapat diartikan sebagai pemimpin atau raja. 

Dalam konteks Indonesia umara ini dapat disematkan pada mereka yang menjabat sebagai presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, kepala desam lurah, dan semua pemimpin yang ada dalam konteks pemerintahan. 

Tugas mereka adalah menjalankan tugas kepemimpinan mulai tugas administrasi sampai membuat kebijakan. Tentunya arah kebijakannya selalu mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan golongan dan pribadi. 

Seorang pemimpin sekecil apapun jabatannya akan dimintai pertanggungjawaban tidak hanya dihadapan manusia tetapi juga dihadapan Allah SWT. Dalam konteks inilah seorang teman yang akan mengarahkan perilaku kepemimpinanya apakah itu baik dan buruk perlu dilakukan. Orang yang pantas dijadikan teman adalah seorang ulama.

Ulama itu sendiri adalah sekumpulan orang yang mempunyai ilmu, baik ilmu pengetahuan umum ataupun pengetahuan agama. Tidak ada dikotomi ilmu pengetahuan bagi diri seorang ulama. Mereka senantiasa seimbang dalam ilmu umum dan ilmu agamanya. 

Lihat saja ulama-ulama klasik seperti Ar Rozi tokoh kedokteran, Ar Ruz, Al Kindi, mereka-mereka adalah tokoh ulama yang luar biasa. Selain tugas utama mengembangkan dan menjaga keagamaan mereka seringkali menjadi ujung tombak keutuhan umat. Dalam konteks Indonesia ini sebutan ulama sangat variasi. Artinya sebutan mereka dalam bahasa yang berbeda-beda. 

Di Aceh disebut Abu, di Jawa Barat disebut Ajengan, di Jawa dan Madura pada umumnya disebut Kiai, di Padang disebut Buya, di Nusa Tenggara Barat disebut Tuan Guru. Sebutan yang sangat agung ditengah-tengah kehidupan masyarakat. 

Sebutan ulama ini juga melekat pada dirinya untuk menjaga kesucian agama dengan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dilarang dalam agama. Mereka adalah sosok manusia yang selalu mengingatkan dan mengajak ummat untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT, yaitu melakukan apa yang diperintahkan Allah SWT, dan menjauhi segala larangan Allah. 

Termasuk dalam hal ini menjaga kebeningan hati, misalnya penyakit sirik, iri, dengki, hasud, sombong, riya’, dan dosa-dosa besar seperti membunuh, fitnah, mencuri, dan korupsi. Ulama senantiasa mengingatkan masyarakat untuk terus ingat kepada Allah dan paham akan tujuan hidup dalam kehidupan ini. 

Inilah mengapa posisi mereka di mata masyarakat senantiasa di hati karena selain mempunyai kedekatan khusus dengan Sang Khalik, mereka selalu hadir dalam setiap persoalan kemasyarakatan. Inilah kenapa ulama dalam pandangan islam adalah pewaris para Nabi utusan Allah SWT. 

Merekalah guru-guru kita yang menjaga karakter bangsa ini utuh, keutuhan bangsa ini utuh.

Dari sinilah hemat penulis revitalisasi hubungan ulama dan umara perlu dilakukan. Memang banyak berita yang menggembirakan banyak dari pemerintahan mulai dari pusat sampai kedaerah melakukan doa bersama dan bersholawat bersama dengan para ulama. 

Hal ini perlu ditegaskan bahwa romantisme itu jangan hanya dijadikan symbol semata untuk mendapatkan legitimasi dukungan dari masyarakat. Perilaku tersebut semestinya jangan dijadikan symbol untuk menguntungkan dirinya, kelompok, partai, dan golongannya. 

Ulama jangan hanya dijadikan magnet menarik suara masa dalam pemilu. Jika ulama hanya dijadikan symbol permukaan saja, jika itu terjadi maka perilaku umara yang hanya memanfaatkan sosok ulama untuk kepentingan sesa’at maka resonansi ulama yang mempunyai kedekatan dengan Rabnya ini tidak akan sampai.

Oleh karenanya hubungan ini harus disadari sebagai hubungan yang intim. Hubungan ini harus dijadikan hubungan yang serius. Penulis sangat mengapresiasi ketika Presiden Jokowi dalam menyampaikan Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan pendidikan Karakter di Istana Negara mengundang para Ulama. 

Jokowi menyampaikan akan pentingnya sinergisitas Ulama dan Umara dalam menjaga generasi muda dari budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya-budaya nusantara dan ikut serta dalam membangun dan penguatan generasi muda dengan karakter bangsa yang kuat. 

Karena hanya dengan hubungan yang kuat ini cita-cita untuk membangun generasi muda dengan karakter yang kuat dapat tercapai. Demikian penegasan Pak Presiden.
Selain itu, jika hubungan ini betul-betul terjalin, maka kasus korupsi yang menerpa para pejabat Negara kita, kasus penyimpangan social seperti berzina dan sebagainya tidak akan terjadi. 

Ulama itu selain mengajar agama mereka juga sebagai penuntun umat untuk beragama dengan benar. Sehingga perilaku keseharian para umara yang dekat ulama akan terhindar dari persoalan itu. Umara tersebut punya penuntun hidup bukan hanya sikap keseharian tetapi jiwa mereka senantiasa damai atas tuntunan beragama yang benar yang dibimbing oleh para Ulama.

Karenanya, marilah kita semua dekat dengan para Ulama. Keberadaan ulama disekitar kita sungguh menjadi keberkahan tersendiri bagi lingkungannya. Ulama adalah sumber solusi atas persoalan hidup dalam kehidupan karena kedekatannya dengan Sang Pencipta kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat selalu dinanti. 

Stop memanfaatkan ulama untuk legitimasi agama dan meraup dukungan masyarakat karena perilaku permukaan ini tidak akan mampu mengubah para umara ketika menjabat. Tetapi jika mereka betul-betul dekat dengan Ulama InsyaAllah akan selamat di dunia sampai di akherat kelak. Wallahu A’lam bish-shawabi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES