Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kering Berjemaah

Kamis, 14 September 2017 - 22:11 | 30.79k
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, JAKARTAMUSIM kemarau yang sedang berlangsung di Indonesia ini bukanlah hal baru. Itu adalah siklus alam yang harus berlalu. Tapi kenapa alam penuh keberkahan ini senantiasa tidak mau bersahabat dengan orang-orang yang ada didalamnya.

Selalu muncul musibah alam. Musim hujan menjadi musim banjir, sementara musim kemarau menjadi musim penuh kekeringan dibanyak tempat. Selain itu rupaya kondisi alam berupa kekeringan ini bersamaan dengan kekeringan lainnya.  Mulai dari kering kebersamaan, kering gotong royong, kering beragama, kering informasi yang akurat, sampai kering karakter.

Musim yang seakan-akan tidak bersahabat ini, hujan kebanjiran dan kemarau kekeringan, haruslah direnungkan oleh manusia untuk bertaubat nasuha kepada Allah SWT. Tidak ada akibat tanpa sebab. Hukum kausalitas bersifat sunnatullah.

Lihatlah penebangan hutan secara liar, penambangan pasir tanpa surat izin, dan sebagainya. Akibatnya terjadilah kebakaran, tertimbun tanah longsor akibat tebing yang rapuh, sampai pada habisnya keterdiaan air. Dalam konteks inilah patutlah direnungkan firman Allah SWT QS Ar Rum ayat 42 yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagaian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Ayat Al Quran tersebut sangat eksplisit menyebutkan bahwa kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia sendiri. Dan Allah SWT menghendaki mereka mengakhiri perbuatannya dengan bertaubat kepada Allah yang akibat perbuatannya itu Allah memberikan musibah alam agar manusia ini sadar dan kembali ke jalan yang benar. Inilah yang mesti disadari bersama.

Bendungan boleh dibangun oleh pemerintahan Jokowi, tapi jangan lupa perubahan mental harus terus didengungkan. Menyelesaikan akar persoalan (mental manusianya) jauh lebih penting dilakukan seraya melakukan tindakan antisipasi terhadap kerusakan alam yang sudah terjadi.

Jika hal ini tidak dilakukan maka apa yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Siti Nurbaya Bakar pada tahun 2018 akan makin parah dari tahun 2017 yang sudah lebih 3 juta jiwa kena dampak kekeraingan alam akibat musim kemarau. Revitalisasi alam melalui reboisasi mutlak dilakukan sembari memahamkan kepada seluruh manusia untuk sadar akan pentingnya merawat alam bersama-sama.

Selain itu ternyata kekeringan air ternyata juga terjadi aspek kehidupan lainnya. Sebut saja kekeringan kebersamaan. Hanya persoalan beda kelompok politik dan paham keagamaan bangsa ini berada pada perpecahan. Kasus Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta, terkait dengan pernyataan dirinya terhadap ayat Al Quran Surah Al Maidah 51 menjebloskan dirinya masuk bui.

Untunglah perpecahan tidak terjadi karena keteguhan para ulama-ulama kita untuk menjaga keutuhan NKRI ini. Detik isu itu kini beralih pada ketegangan Islam dan Budha serta Hindu akibat tragedi kemanusiaan di Rohingya, Myanmar.

Seperti usaha Presiden RI membangun waduk-waduk untuk menampung air dan membangun mental manusianya, semoga bendungan-bendungan ulama yang mengajarkan arti pentingnya saling menghormati antar sesama dan menyadari bahwa tragedi kemanusiaan di Rohingya tidak murni kasus berlatang belakang agama. Sehingga kekeringan kepercayaan dan kebersamaan yang dapat berdampak pada chaos ummat beragama ini tidak terjadi.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kekeringan akan informasi yang dapat dipercaya. Perkembangan teknologi informasi dan murahnya harga gawai yang diperparah dengan masih rendahnya budaya membaca kritis telah dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk menyuguhkan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan alias hoax.

Tahun 2016-2017 ini menjadi telah menjadi tahun derasnya informasi hoax di tengah-tengah masyarakat. Kekeringan informasi yang benar jika tidak diimbangi dengan bangunan bendungan informasi yang benar akan lebih parah dampaknya dari sekedar keringnya kebersamaan akibat beda kelompok politik dan agama seperti yang dibahas di depan.

Penulis sudah menyampaikan pada tulisan sebelumnya bahwa hoax sangat berbahaya mengingat budaya membaca yang rendah yang dampaknya adalah ketegangan social budaya, social poltik semakin tinggi yang ujungnya adalah keutuhan NKRI ini. Kekeringan lainnya adalah keringnya karakter kebangsaan dan bela Negara.

Masuknya organisasi transnasional dengan tampilan misi memperbaiki carut marutnya kondisi masyarakat akibat salahnya system pemerintahaan yang dilakukan telah mengikis karakter kebangsaan dan bela Negara ini.

Kelompok ini tidak mengakui pemerintahan yang sah dan terang-terangan menentang system pemerintahan yang syah padahal mereka hidup dan beribadah pada system pemerintahan Indonesia saat ini.

Kekeringan jemaah (bersamaan) ini harus kita atasi bersama-sama. Seperti pesan al Quran sudah sepatutnya kita melakukan taubat nasional. Bertaubat berarti meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Mengakhiri perbuatan-perbuatan yang tidak berperi kealaman, saling mencemooh satu sama lain, mengaku lebih baik dan lebih benar dari kelompok lainnya harus diakhiri. Kita harus sadar bahwa hidup didunia ini sangat singkat, tapi hidup yang singkat ini menjadi landasan kehidupan manusia yang lebih lama di alam barzah dan alam akhirat kelak. Akankah kita akan terus menerus berada dalam kekeringan tanpa berusaha untuk hidup basah dalam artian mulut kita basah akan dzikir kepada Allah SWT.

Dengan basah akan dzikir dan terus meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT niscaya Allah akan memberikan jalan keluar yang tidak diduga-duga, “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dia memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS At-Talaq ayat 2-3).(*)

Penulis: Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Malang

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES