Kopi TIMES Indonesia Berkurban

Hakikat Idul Kurban

Kamis, 31 Agustus 2017 - 11:06 | 42.06k
Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki. (Foto : AJP TIMES Indonesia)
Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki. (Foto : AJP TIMES Indonesia)
FOKUS

Indonesia Berkurban

TIMESINDONESIA, SUMSEL – Sesungguhnya Kami telah memberimu nikmat. Maka dirikanlah sholat dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang binasa”. (QS Al Kautsar: 3)

JUMAT (1/9) atau bertepatan dengan 10 Djulhijah 1438 H, kita sampai di gerbang Idul Adha. Hari raya yang setiap tahunnya diperingati kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, tidak hanya melibatkan aktivitas ritual seperti mengumandangkan takbir, tahmid, tahlil, mengerjakan sholat Ied, menyembelih hewan kurban, akan tetapi melibatkan aktivitas berpikir kaum muslimin untuk melihat hakikat Idul Adha itu sendiri.

Menyimak ayat di atas, tentulah yang dimaksud berkurban adalah mengurbankan harta di jalan Allah guna mensyukuri nikmat-Nya. Berbicara tentang harta apa yang harus dikurbankan, tentu tidak ada batasnya.

Berkurban dengan cara menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi atau unta dan sebagainya yang dilakukan oleh umat Islam pada bulan Djulhijah saat ini adalah salah satu bentuk pengurbanan.

Sebagai salah satu unsur syariat Islam, ibadah kurban merupakan perwujudan dari rasa syukur kepada Allah Swt. Dan, dari segi maknanya saja dapat diketahui bahwa kurban – yang dalam bahasa Arabnya berarti dekat atau mendekati – dimaksudkan pula sebagai upaya mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah.

Berdasarkan sejarah yang kita ketahui, asal usul kurban dalam Islam bermula dari peristiwa kurban Nabi Ibrahim As bersama putranya Nabi Ismail As. Namun sebenarnya usia ibadah kurban itu sendiri dapat dikatakan sama usianya dengan sejarah umat manusia. Karena kurban untuk pertama kalinya dilakukan oleh dua putra Nabi Adam As, Habil dan Qabil, seperti diceritakan dalam Al-Quran surat Al-Maidah: 27.

“Ceritakan kepada mereka kisah dua anak Adam yang sebenarnya ketika keduanya mempersembahkan kurban. Maka diterima (Allah Swt) dari salah seorang di antara mereka (Habil) dan ditolak dari yang lain (Qabil). Sesungguhnya Allah menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa”.

Sebagaimana ibadah yang lain dalam Islam, ibadah kurban merupakan simbol yang mengandung makna dan hakikat. Intinya merupakan perwujudan dari hakikat Islam sebagai agama yang rahmatan lil’ alamin. Melalui perintah kurban, Islam mengajarkan umatnya agar berjiwa rela berkurban apa saja demi baktinya kepada Allah Swt.

Pengurbanan Nabi Ibrahim mengajarkan kita, segala apa yang dimiliki (jiwa, raga, harta, anak, tahta, ilmu dan sebagainya) adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita sebagai amanah. Ketika Allah memerintahkan kita untuk mengurbankan apa yang kita miliki itu, maka tak ada alasan untuk menolaknya.

Ibadah kurban pada hakikatnya adalah manifestasi dari kesadaran diri akan keberadaan hidup ini. Segala apa yang kita miliki adalah milik Allah yang harus dikurbankan jika Allah menghendaki atau memerintahkan. Dengan demikian, jiwa, raga, harta, jabatan dan sebagainya yang kita miliki bukanlah merupakan tujuan, melainkan sebagai alat untuk berjuang dan mengabdi kepada Allah Swt.

Akhirnya, jelaslah bahwa ibadah kurban bukanlah semata hanya menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha atau Idul Qurban yang merupakan ibadah rutin setiap tahun. Akan tetapi ia (ibadah kurban) merupakan manifestasi dari rasa syukur serta upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt yang sudah barang tentu makna dan ruhnya yang harus hidup dalam diri kita – diri setiap muslim sepanjang masa. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES