Peristiwa Daerah HUT Ke 72 RI

Ribuan Orang Saksikan Tarian Caci Khas Manggarai

Senin, 21 Agustus 2017 - 16:16 | 108.16k
Tarian Caci khas warga Margarai NTT di tampilkan di Lapangan Laguna Nusa Dua Bali. Senin(21/08/2017).(Foto Khadafi/TIMES Indonesia)
Tarian Caci khas warga Margarai NTT di tampilkan di Lapangan Laguna Nusa Dua Bali. Senin(21/08/2017).(Foto Khadafi/TIMES Indonesia)
FOKUS

HUT Ke 72 RI

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tarian perang atau tarian Caci, ditunjukan oleh warga Margarai yang bermukim di Bali. Tarian itu untuk ikut memeriahkan HUT ke 72 RI, yang diselenggarakan di Lapangan Laguna Nusa Dua Bali, Senin (21/08/2017).

Pertunjukan tarian Caci ini, terlihat sangat meriah dan di saksikan oleh ribuan warga Manggarai di Bali, serta puluhan wisatawan asing lainnya.

Benny Hamu, Ketua Panitia sekaligus sebagai Ketua Ikatan Manggari di Bali menjelaskan, bahwa tarian Caci sengaja digelar sebagai bentuk memeriahkan HUT kemerdekaan Indonesia.

Tarian-Caci-khas-warga-Margarai-NTTmjdrV.jpg

"Tarian Caci khas Manggarai, Flores Nusa Tenggara Timur ini sengaja kami pentaskan untuk mempererat kekeluargaan antara warga Manggarai yang tingga di Nusa Dua Bali," ucapnya.

Untuk penari Caci semuanya dari kalangan laki- laki dan mengenakan celana panjang warnah putih, kain songke, destar, tubu rapa, selendang dan aksesoris lainnya dan tidak mengenakan baju.

"Saya cukup senang tarian perang ini. Karena mampu menyedot perhatian banyak orang. Bahkan tidak hanya warga keturunan NTT di Bali, namun juga masyarakat lainnya," katanya.

Tarian tersebut katanya, melibatkan 100 orang pemain Caci. Pentasnya menceritakan pertemuan dua kelompok pemuda. "Mereka membentuk kelompok masing-masing siap untuk berperang satu lawan satu dengan berbalas pukul," imbuh Benny.

Dari tarian Caci itu,  para peserta secara bergiliran berperang seperti kesatria satu lawan satu dengan telanjang dada.

Sembari mengenakan ikat kepala dan sarung songke saat peperangan berlangsung, peserta lainnya memberi semangat berperang.

Sementara dari masing-masing kelompok sembari menari dan menyanyikan lagu-lagu daerah khas Manggarai.

Ketika pertempuran terjadi di gelanggang yang disediakan, peserta membekali diri dengan senjata berupa tameng (nggiling) yang terbuat dari kulit kerbau dan tangan lain menggenggam pecut atau koret terbuat dari anyaman bambu.

Selain itu, mereka juga membekali diri dengan senjata yang disebut larik terbuat dari anyaman kulit kerbau yang kering.

Dengan senandung, mereka saling menantang, sampai akhirnya terjadi peperangan antar masing-masing kelompok pemuda.

Satu kelompok dengan kelompok lainnya, sama-sama memperagakan tarian. Tangan, kepala, dan kakinya bergerak seirama lagu yang dinyanyikan.

Aturan berperangnya, pemuda yang mendapat giliran menyerang menggunakan senjata larik menyerang ke arah tubuh bagian perut ke atas atau sampai wajah.

Sedangkan pemuda yang mendapat serangan berusaha bertahan menggunakan tameng dan senjata pecut melindungi serangan lawan.

Demikian juga sebaliknya, ketika giliran pemuda yang bertahan tadi, balik menyerang dengan senjata larik sementara pemuda lawannya gantian bertahan dengan tameng dan pecut.

Berbekal kemampuan yang dimiliki masing-masing pemuda memang permainan ini berisiko luka bagi yang tidak lincah untuk menghindari pecutan.

Menariknya, meski tarian ini tampak keras hingga lawan terluka berdarah-darah, namun tidak ada dendam di antara mereka.

“Saya mengajak anak muda zaman sekarang agar tidak boleh melupakan tarian adat yang merupakan warisan nenek moyang kita. Karena itu mari kita melestarikan tarian adat kita," jelas Benny. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Bali

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES