Pendidikan

SMA Swasta di Banyuwangi Perlu Inovasi

Kamis, 17 Agustus 2017 - 08:39 | 92.61k
Ketua MKKS SMA Swasta Banyuwangi, Drs Anton Sunartono MPd. (Foto: Dian Effendi/TIMES Indonesia)
Ketua MKKS SMA Swasta Banyuwangi, Drs Anton Sunartono MPd. (Foto: Dian Effendi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perkembangan SMA Swasta di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dalam beberapa tahun terakhir tengah dirundung masa suram. Kondisi tersebut terlihat dari merosotnya jumlah murid setiap tahun ajaran baru.

Di Banyuwangi, ada 34 SMA Swasta yang tersebar hampir disetiap kecamatan. Namun, gempuran sekolah kejuruan (SMK) ternyata lebih menarik minat calon siswa maupun orang tua. Mereka memilih pendidikan yang memprioritaskan pengembangan skil dan keterampilan.

Kondisi tersebut diperparah dengan manajemen “asal-asalan” SMA swasta yang hanya mengandalkan kehadiran siswa yang tidak lolos tes di sekolah negeri.

Kondisi memprihatinkan itu diakui oleh Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Swasta Banyuwangi, Anton Sunartono. Kepada TIMES Banyuwangi, Rabu (16/8/2017), Kepala SMA 17 Agustus 1945 Banyuwangi itu berbicara panjang lebar tentang problem dan secercah harapan mengelola SMA Swasta.

“Tahun 2017 ini, perolehan siswa di 7 sekolah merosot, 10 sekolah mengalami peningkatan, sisanya stagnan,” jelas Anton.

Bahkan, lanjut Anton, ada satu sekolah yang dibubarkan, yakni SMA PGRI Giri dan mulai tahun ini beralih menjadi SMK.

Dia menganalisa, SMA Swasta yang mengalami kemerosotan disebabkan karena tidak melakukan branding alias pasrah apa adanya. Ini akan sulit bagi calon siswa untuk tertarik menimba ilmu di sekolah semacam itu.

Sedangkan sekolah yang stagnan, alias jalan ditempat, persoalan mendasar yang ditengarai menjadi penyebab adalah kurangnya inovasi dalam menyusun program-program yang menjadi daya tarik.

“Sekolah itu ibaratnya sebuah produk, jika tidak dikemas dan dipromosikan, lambat laun akan ditinggal konsumen,” tandasnya.

Konsumen yang dia maksud adalah orang tua dan calon siswa itu sendiri. Jika SMA Swasta di Banyuwangi masih belum menyadari pentingnya membangun brand, promosi, dan prestasi, ke depan akan semakin banyak sekolah yang bernasib sama seperti SMA PGRI Giri.

Namun demikian, tak semua SMA Swasta vakum alias tidak memiliki terobosan untuk kembali merebut kepercayaan masyarakat. 

Contohnya adalah SMA 17 Agustus Banyuwangi. Tahun lalu, sekolah dibawah naungan Yapenas 1945 Banyuwangi itu hanya memiliki siswa baru dua kelas. Tapi sekarang, salah satu SMA tertua di Banyuwangi itu mampu menambah jumlah siswa hingga mencapai kuota tiga kelas.

“Seperti saya bilang tadi, ada 10 SMA swasta kategori berkembang. Sekolah berkembang karena memiliki brand yang kuat, berani promosi dan konsisten menambah pundi-pundi prestasi,” tegasnya.

Untuk mengantisipasi terus merosotnya kepercayaan masyarakat, Anton memiliki gagasan dan mulai berhasil diterapkan disekolahnya.

“Jika kita terlalu fokus mengejar prestasi akademik, tentu sulit mengalahkan SMA favorit. Apalagi di Banyuwangi banyak berjubel SMA negeri,” Urainya.

Untuk itu, hal yang perlu disampaikan dan segera dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru adalah menciptakan inovasi yang brilian. Misalnya, menciptakan brand sebagai sekolah seni atau membangun brand menjadi sekolah olahraga. Dengan itu, calon siswa akan memiliki pilihan untuk bersekolah di SMA swasta karena sesuai dengan bidang yang disukai.

“Saya harap setiap sekolah nantinya bisa menciptakan inovasi program yang menarik dan melahirkan prestasi. Dalam rapat rutin konsep ini akan kami paparkan dihadapan para kepala sekolah,” kata mantan Ketua Koni Banyuwangi itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana
Sumber : TIMES Banyuwangi

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES