Kopi TIMES MTQ Mahasiswa Nasional 2017

Membangun Calon Inovator Beradab

Jumat, 04 Agustus 2017 - 09:25 | 102.05k
Rachmat Kriyantono, PhD. (Grafis TIMES Indonesia)
Rachmat Kriyantono, PhD. (Grafis TIMES Indonesia)
FOKUS

MTQ Mahasiswa Nasional 2017

TIMESINDONESIA, MALANG – MALANG baru saja menjadi tuan rumah penyelenggaraan Musabaqoh Tilawatil Qur’an Mahasiswa Nasional (MTQMN). Seperti diberitakan TIMES Indonesia, acara yang sudah ke-15 kali ini terbilang sukses penyelenggaraan. Tuan rumah (Universitas Negeri Malang dan Universitas Brawijaya) juga sukses sebagai juara pertama dan kedua di ajang ini.

Menjelang peringatan Hari Teknologi Nasional (Harteknas) pada Agustus ini, penyelenggaraan MTQMN ini memiliki makna penting. Tahun 2017 ini, Harteknas dipusatkan di Makasar dengan tema “hari kebangkitan teknologi nasional: gelorakan inovasi”. 

Inovasi teknologi sebagai bagian ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) adalah sebuah keniscayaan karena akan meningkatkan daya saing bangsa di dunia internasional. Iptek pun menjadi indikator pemeringkatan daya saing suatu negara oleh lembaga pemeringkatan internasional.

Saat ini, peringkat daya saing bangsa kita belum menggembirakan, bahkan mengalami penurunan. Menurut peringkat daya saing (global competitiveness index) terbaru yang dirilis World Economic Forum (WEF), Indonesia berada di peringkat 41 dari 138 negara. Menurun dibanding tahun 2016, yakni di peringkat 37. Posisi ini masih di bawah Singapura (2), Malaysia, (18) dan Thailand (32).

Kemampuan inovasi teknologi menjadi indikator yang digunakan dalam pemeringkatan, selain kondisi kelembagaan, infrastruktur, stabilitas  makroekonomi, tingkat kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi, efisiensi dalam usaha perdagangan, pasar tenaga kerja, keunggulan pasar keuangan, ketersediaan teknologi, keterjangkauan pasar, dan kecanggihan berbisnis. Kedua belas indikator ini saling terkait dan harus diperhatikan secara beriringan jika ingin memperbaiki daya saing.

Upaya menggelorakan inovasi sebagai tema sentral Harteknas 2017 harus didukung oleh insan akademis di kampus sebagai motor penyediaan teknologi. Ada optimisme terhadap kemampuan dunia kampus kita karena peringkat universitas kita sudah membaik. 

Data dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyebut bahwa ada peningkatan peringkat tiga perguruan Indonesia yang masuk 500 besar dunia, yakni Universitas Indonesia di peringkat 277 naik 48 peringkat dari tahun sebelumnya di 325. Institut Teknologi Bandung di peringkat 331 dan Universitas Gadjah Mada naik 99 peringkat menjadi peringkat 402.

Tetapi, kita juga perlu menyadari bahwa peningkatan inovasi teknologi, bukan sekadar persoalan bagaimana teknologi itu dimunculkan dan kecanggihan teknologi itu. Kita mesti memperhatikan faktor manusia sebagai aktor penggagas dan pelaku teknologi. Tugas kita menjamin bahwa inovasi teknologi itu mampu meningkatkan daya saing bangsa sekaligus tetap menjaga harkat martabat kemanusiaan.

Di sinilah peran penting MTQMN sebagai wahana membekali calon-calon penggagas dan pelaku teknologi, untuk sejak awal dibekali pemahaman isi Al-Qur’an. Pengembangan iptek merupakan wujud perintah Allah, Tuhan Yang Maha Segalanya, yakni wujud penerapan perintah “membaca”, yakni memahami dan mempelajari semua ciptaan-Nya yang ada di alam raya ini (QS. 96, 1-5; QS 45: 3-5; QS 51: 20-21; QS 2: 164). Alam raya ini adalah tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan tanda-tanda ini terepresentasikan dalam Al-Qur’an. Upaya “membaca” tanda (sign) ini menghasilkan iptek (science).

Karena iptek merupakan aktivitas membaca sign-Nya maka pengembangan iptek mesti dengan didasari “dengan nama Tuhanmu yang menciptakan” (Bismirobbikalladzi khlaq). Dengan kata lain, inovasi iptek harus mengakar pada basis imtak (iman dan takwa) yang kuat.

Al-Qur’an: Sumber Inovasi Teknologi
Ayat-ayat Al-Qur’an di atas, berisi ajakan Allah SWT manusia untuk berpikir, menggunakan akalnya. Iptek, dengan demikian, diawali dari akal, diajarkan dengan lisan, dan diikat dalam bentuk tulisan atau prototype teknologi. Al-Qur’an adalah sumber inovasi iptek.

lmuwan Prancis, Maurice Bucaille (2001, h. 9) memperteguh dengan mengatakan: “Why should we be surprised at this when we know that, for Islam, religion and science have always been considered twin sisters? From the very beginning, Islam directed people to cultivate science.”
Para ilmuwan pun telah banyak membuktikan bahwa penjelasan-penjelasan tentang fenomena alam di dalam Al-Qur’an sangat sesuai dengan penjelasan ilmu pengetahuan.

Fakta sejarah membuktikan bahwa ilmuwan Islam telah berjasa membangun peradaban dunia, yang mendorong perkembangan iptek di negara-negara Barat. Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rusyd (Averroes) membantu Barat untuk menerima pemikiran filsuf Yunani, seperti Euclid, Ptolemy, Socrates, Plato, dan Aristoteles (Amstrong, 2006).

Daniel David Lavering, sejarahwan yang memenangkan Pulitzer, mengatakan bahwa tidak akan ada renaissance tanpa peran dari Ibnu Sina dan Ibnu Rusdi yang membawa peradaban ke Eropa. Al Khawarizmi adalah penemu aljabar dan algoritma, suatu sistem matematika yang berguna untuk pengembangan teknologi, seperti laptop dan handphone.

Iptek dan Permasalahan Bangsa
Insan akademis adalah keseluruhan tunggal antara unsur olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga. Olah pikir adalah kemampuan mengasah otak sehingga menjadi pintar dan menguasai iptek. Olah hati adalah menjadi orang beriman dan taqwa serta mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud olah hati ini antara lain: kejujuran, saling menyayangi, dan cinta tanah air. Olah rasa adalah kemampuan teposliro, sambung roso (berempati) pada sesama manusia, pada makhluk Tuhan lainnya, dan lingkungan sekitar. 

Wujud olah rasa ini antara lain: menjaga kebersihan, tidak merokok yang mengganggu orang lain, tertib antri, berlalu lintas yang tertib, dan menyapa orang lain. Kurikulum pendidikan seharusnya berisi strategi-strategi menciptakan para sarjana yang berisi keseluruhan ketiga unsur tersebut. Selain itu, unsur keempat, olah raga, juga perlu disampaikan karena badan yang sehat membuat jiwa/pikiran juga sehat.

Saat ini, permasalahan terbesar Bangsa Indonesia adalah kurangnya orang yang mampu olah rasa dan olah hati, bukan kurang olah pikir. Meski jumlah doktor kita masih sedikit dibanding besarnya jumlah penduduk dan jumlah perguruan tinggi (Indonesia punya 4.498 perguruan tinggi sedangkan Tiongkok hanya 2.825, tetapi, jumlah doktor kita baru sekitar 75 ribu sedangkan Tiongkok mempunyai 500 ribu orang doktor), tetapi, sudah banyak orang Indonesia pintar-pintar (olah pikir), jumlah yang buta huruf makin menurun, jumlah doktor (S3) makin banyak, dan jumlah penerima beasiswa S2-S3 ke luar negeri semakin bertambah. 

Namun, karena tidak disertai pembangunan olah hati dan olah rasa yang baik, maka orang-orang pintar itu tidak sedikit hanya mengandalkan kepintarannya, tidak mengandalkan hati nuraninya, dan sifat empati sosialnya kurang.

Akibatnya, kepintarannya pun bersifat individualis untuk meraih kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan kepentingan sosial. Sebagai contoh, egoisme intelektual ini tampak dalam perilaku korupsi. 

Indonesia masih menjadi bangsa yang angka korupsinya termasuk paling besar (peringkat 90 dari 196 negara pada 2016, menurut Transparency International). Sebagian besar pelakunya adalah orang-orang pintar, yaitu tidak sedikit para doktor. Semuanya termasuk “orang pinter yang keblinger”.

Mengacu pada pendapat Al-Khalil bin Ahmad (Ghozali, 2007), para koruptor ini sebenarnya adalah “orang yang tahu dan tahu bahwa ia mengetahui”, tetapi, menutup mata hatinya. Jika ilmunya tidak menjadikan seseorang bertaqwa, melainkan bertambah sombong dan bangga diri, termasuk menggunakan ilmunya untuk perbuatan yang berdosa, maka seseorang itu makin menjauh dari hakikat kebenaran.

Banyaknya orang korupsi menunjukkan keimanan (olah hati) belum terintegrasikan dalam kepandaian (olah pikir) karena melanggar larangan agama, misalnya di QS 2:188. “Ilmu bersumber dari keimanan, yang akan menuntun kepada amal baik” (Kamaluddin, 2015, h.5). Para koruptor itu lupa terhadap prinsip hidup orang Jawa “ojo ketungkul marang kalungguhan, kadonyan, lan kemareman”, yaitu mereka terobsesi keinginan memperoleh kedudukan, kebendaan, dan kepuasan duniawi. Setiap orang memang mempunyai keinginan, tetapi, jangan melakukan segala cara mencapainya.

Korupsi merupakan permasalahan bangsa yang berdampak luas bagi pengembangan inovasi teknologi. Dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung infrastruktur pendidikan dan teknologi, menjadi berkurang karena dikorupsi. 

Sistem birokrasi yang belum banyak mengadopsi inovasi teknologi, selain mempengaruhi kualitas layanan, juga menjadi celah-celah korupsi. Jadi, inovasi teknologi berpotensi mereduksi permasalahan bangsa ini.

Namun, inovasi teknologi juga berpotensi memunculkan permasalahan yang lain. Inovasi teknologi komunikasi dengan berbagai fiturnya, dapat menjadi wahana penyebaran narkoba, pornografi, perdagangan perempuan dan anak, serta ancaman terhadap integrasi bangsa, melalui perang budaya dan ideologi serta hate-speech di media sosial. Inovasi teknologi dapat menstimuli pergaulan bebas, misalnya dengan kemudahan aborsi.

Karena itu, adalah kewajiban bagi ilmuwan Muslim, sebagai para penggagas dan pelaku inovasi teknologi, untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman pengembangan iptek. Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR Bukhari). 

Nilai-nilai Islam mestinya terintegrasi dengan proses belajar mengajar dalam berbagai disiplin ilmu. Jadi, mesti dihindari pemikiran dikotomis dan sekularistik yang memisahkan ajaran Islam dan iptek, atau antara ilmu dan akhlak, sehingga tercipta ilmuwan yang beradab Islami.

MTQMN mengajak insan akademis untuk dapat menyelesaikan permasalahan bangsa ini dengan kembali pada ajaran-Nya. Bangsa yang kaya raya dengan sumber alamnya dan sumber daya manusia yang makin berpendidikan ternyata belum bangkit menjadi bangsa yang besar dan berdaya saing global.

MTQMN menanamkan kesadaran bahwa penguasaan iptek bukan segala-galanya dan bukan tujuan utama kehidupan. Di atas iptek sebenarnya terdapat adab dan rasa cinta kepada Tuhan, sesama makhluk, dan cinta kepada iptek itu sendiri.

Jika inovasi teknologi, menjauh dari akar keimanan maka tidak mengherankan jika saat ini terjadi perang antara iptek melawan masyarakat, yaitu perang antara dampak positif dan negatif.

Albert Eistein mengatakan: “Dalam peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjagal. Dalam perdamaian, dia membuat hidup kita dikejar waktu dan tidak pernah tentu. Mengapa iptek yang amat indah ini, yang menghemat kerja dan membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit sekali kepada kita?” (Suriasumantri, 1983, h.35).

Hal inilah yang semestinya mendorong kemenristekdikti sebagai regulator dan Pembina pendidikan, para guru, dosen, dan intelektual untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang no 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menempatkan “pengembangan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat” sebagai fungsi pertama pendidikan dan “menjadikan mahasiswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME” sebagai tujuan pendidikan tinggi yang pertama. 

Jadi, bukan ilmu dan teknologi yang menjadi tujuan utama pendidikan kita. Presiden Jokowi pun dalam pidato peringatan Hari Guru 2016 meminta para guru lebih mengajarkan etika. Intinya, keimanan/adab/etika dibentuk dulu sebelum mengajarkan iptek, dan pada akhirnya iptek yang mengandung keimanan/adab/etika akan membuat seseorang menggunakan ilmunya untuk kebaikan dan beramal baik untuk sesamanya.

“Berilmu tanpa adab adalah dimurkai, sementara beradab tanpa ilmu adalah kesesatan”. Terkait dengan ilmu, Burhanuddin Al-Zarnuji mengatakan: “Seseorang tidak akan dapat mengambil manfaat iptek bila tidak menghormati ilmu dan gurunya”. Dalam kitab Ta’limul Muta’allim, disebutkan bahwa “Menghormati guru adalah satu syarat mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan penuh keberkahan.” (*)

 

*Oleh Rachmat Kriyantono, PhD, Ketua Program Studi S2 Ilmu Komunikasi
FISIP-Universitas Brawijaya

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES