Peristiwa Daerah

Rumah Garam Prisma, Inovasi Tambak Garam Tanpa Terpengaruh Cuaca

Senin, 31 Juli 2017 - 13:15 | 372.34k
Petani garam Lamongan, Arifin Jamian menunjukkan hasil inovasinya bertani garam, Senin (31/7/2017). (Foto: Ardiyanto/TIMES Indonesia)
Petani garam Lamongan, Arifin Jamian menunjukkan hasil inovasinya bertani garam, Senin (31/7/2017). (Foto: Ardiyanto/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Petani garam di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, berhasil melakukan terobosan dengan membuat ‘Rumah Garam Prisma’, di Desa Sedayulawas, Kecamatan Brondong.

Apa itu rumah garam prisma? Adalah rumah produksi garam berbentuk prisma yang diciptakan oleh petani garam Arifin Jamian.

“Dasarnya pakai geomembran, bangunannya bentuknya seperti prisma dan atapnya pakai plastik geothermal. Bentuk bangunan prisma ini tahan angin, panasnya bisa fokus, dan irit bahan baku,” ujar Arifin, Senin (31/7/2017) kepada TIMES Indonesia.

Arifin mengaku untuk membuat satu rumah garam prisma, Ia membutuhkan dana sebesar Rp 4 juta. Menurutnya, bentuk rumah garam prisma menjadi yang paling efektif dari berbagai bentuk eksperimen yang sudah dibuatnya.

“Sekitar 4 juta rupiah, kalau harga hari ini (Rp 2.000 per kilogram) 1 -2 bulan sudah BEP,” katanya.

Atas inovasi rumah garam prisma ini, Arifin mengaku tidak lagi tergantung pada musim kemarau untuk bisa memproduksi garam. Pun demikian, apabila hujan datang, Ia tak khawatir 15 petak tambak garamnya akan gagal panen.

“Untuk tahun ini saya alih teknologi jadi rumah garam prisma untuk produksi sepanjang musim, jadi tidak takut lagi kalau hujan,” ucapnya.

Lebih jauh Arifin menjelaskan, dalam proses membuat garam dengan cara rumah garam prisma, petani garam terlebih dahulu mengumpulkan air laut untuk selanjutnya disimpan dalam tandon atau banker.

Air laut yang disimpan hingga tua di dalam banker, sambungnya, bisa sewaktu-waktu digunakan atau diproses menjadi garam dengan disalurkan ke 15 petak tambak garam di lahan seluas 1 hektar.

“Caranya, di musim panas kita perbanyak air tua, sehingga bisa produksi sepanjang musim, jadi harus ada banker 1000 meter per segi. Hari ini, air tua yang saya kumpulkan kalau saya jadikan garam bisa 100 ton,” tuturnya.

Berkat inovasinya ini, Arifin mengaku, bisa memproduksi garam sebanyak 400 ton per hektar dalam setahun karena tidak lagi tergantung pada cuaca.

“Jumlah produksi, kalau manual tidak pakai geomebran 60-70 ton per hektar, setelah menggunakan geomembran rata-rata 120-125 ton per hektar, itu kalau musim normal. Kalau menggunakan prisma seperti ini bisa 400 ton per hektar satu tahun,” tuturnya.

Angka panen itu melonjak kurang lebih hingga 300 persen, dibanding dengan metode tambak garam konvensional. “Awal Juni baru saja panen, akhir bulan ini panen lagi 5 ton,” ucapnya.

Arifin mengatakan, dari banyaknya petani garam di Desa Sedayulawas, Kecamatan Brondong, hanya dirinya yang baru menggunakan rumah garam prisma. Atas kesuksesannya ini, banyak petani garam yang mulai melirik untuk menerapkan cara yang sama. "Saya sudah pernah pasang prisma ini ke Pasuruan, Madura, Surabaya juga pernah," katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES