Kopi TIMES

Meningkatkan Kesehatan Anak di Lingkungan yang Tidak Sehat

Minggu, 23 Juli 2017 - 10:14 | 138.47k
Dr. Lilik Zuhriyah, SKM, MKes, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang (Foto: Dok.TIMES Indonesia)
Dr. Lilik Zuhriyah, SKM, MKes, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang (Foto: Dok.TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Termasuk anak yang masih dalam kandungan seperti disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1. 

Definisi ini hampir sama dengan yang disampaikan dalam Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990. Yang menyebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.

PArenting-2kMCvq.jpg

Sedangkan menurut WHO, definisi usia anak adalah sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Bagaimanapun batasan usia anak dibuat secara berbeda-beda, yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa  kelompok usia anak adalah kelompok yang perlu mendapat perhatian khusus. 

Mengapa anak-anak perlu mendapat perhatian khusus ? 

Secara umum, anak-anak adalah calon generasi penerus bangsa yang di pundaknya akan diletakkan nasib bangsa ini. Maju mundurnya bangsa Indonesia pada tahun-tahun mendatang dapat dilihat dari profil anak-anak kita saat ini. 

Tak dapat dipungkiri bahwa kesehatan adalah salah satu faktor yang menentukan nasib suatu bangsa. Karena itu indikator yang terkait dengan kesehatan akan menjadi perhatian penting para pemimpin bangsa.

Secara khusus, anak-anak adalah kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan. Ada beberapa alasan mengapa anak rentan terhadap masalah kesehatan. 

Pertama, anak mengalami basal metabolisme yang tinggi. Kedua, area bernafas anak berada di dekat lantai yang mungkin kotor sehingga memudahkan sakit. Ketiga, anak seringkali beraktifitas hand mouth sehingga memiliki risiko penyakit lebih tinggi. Keempat, anak mengalami pertumbuhan dan differensiasi sel yang lebih cepat dibandingkan orang dewasa atau lansia sehingga lebih rentan mengalami perubahan genetik yang berhubungan dengan paparan kimiawi sehingga berpotensi mengalami karsinogenesis.

PArenting-3CtG79.jpg

Alasan-alasan tersebut di atas meningkatkan risiko penyakit terutama penyakit menular dan tidak menlar pada anak. Peluang-peluang terjadinya sakit pada anak tersebut di atas lebih banyak disebabkan pengaruh  lingkungan fisik, kimia, dan biologi. 

Bagaimana dengan pengaruh lingkungan sosial? Kesempurnaan sosial juga menjadi salah satu kriteria sehat menurut WHO. 

Batasan Sehat Kesehatan menurut WHO (1947) adalah suatu keadaan yang sempurna secara fisik, mental dan sosial, bukan sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan.

Bertolak dari definisi tersebut maka orang yang mempunyai masalah mental dan sosial tidak tergolong sehat. Sedangkan menurut UU No. 23 Tahun 1992 dan dimuat lagi pada UU No. 36 Tahun 2009 sehat didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. 

Kedua definisi tersebut hampir serupa karena tidak saja mempertimbangkan kondisi fisik saja namun juga kondisi mental, dan sosial. Dalam definisi sehat menurut UU tersebut bahkan diharapkan kondisi sehat akan mampu mengantarkan manusia untuk produktif secara sosial dan ekonomi. 

Terlepas dari ada tidaknya perbedaan penafsiran mengenai istilah produktif ini secara umum masyarakat pasti mendambakan kesejarteraan baik secara finansial maupun non finansial dalam hidup keluarganya.

Apa Masalah Kesehatan  Anak ?

Dalam hal kesehatan fisik, data RISKESDA 2013 menyebutkan bahwa saat ini lebih kurang 10,2% bayi mengalami berat badan lahir rendah, 19,6% anak mengalami gizi kurang, 37,2% anak mengalami stunting/ pendek, 11,9% anak mengalami gizi lebih, serta masih adanya anak yang tidak pernah diimunisasi (8,7%). Tentu saja beberapa penyakit menular dan tidak menular juga masih menjadi masalah kesehatan anak.

Di sisi lain perilaku hidup sehat pada anak juga masih menjadi masalah yaitu adanya 1,4% anak berumur 10-14 tahun yang merokok, serta meningkatnya persentase penduduk yang kurang konsumsi buah dan sayur. Masalah-masalah ini tentunya menjadi cacatan bagi orang tua khususnya dan penyelenggara pemerintahan pada umumnya. 

Sedangkan dalam hal kesehatan mental  WHO (2017) memperkirakan bahwa selang waktu 2005 hingga 2015 terdapat peningkatan persentase penduduk dengan depresi di seluruh dunia.   Depresi dan kecemasan lebih banyak dialami oleh perempuan daripada laki-laki untuk semua kelompok umur.  

Pada 2015 untuk kelompok anak usia 15-19 tahun diperkirakan proporsi yang  mengalami depresi secara berurutan perempuan dan laki-laki adalah 4,5% dan 3,2% sedangkan untuk kecemasan secara berurutan perempuan dan laki-laki adalah  5,5% dan 3,4%. 

Data ini tidak jauh berbeda dengan data RISKESDA 2013 yang menyebutkan bahwa gangguan emosional pada kelompok usia 15- 24 tahun adalah sekitar 6%. Meskipun angka ini menurun dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar lebih kurang 9% namun masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja ini tetap perlu menjadi perhatian kita bersama.

Gangguan kesehatan jiwa ini kalau tidak dideteksi sejak dini dapat berujung pada menurunnya kesehatan penderita serta menurunnya produktifitas penderita baik secara ekonomi, sosial, maupun spiritual. 

Bagaimana dengan angka yang terkait dengan gangguan sosial yang berujung pada tindak kekerasan pada anak? Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2008) beberapa tindak kekerasan yang terjadi pada anak meliputi pencabulan, trafiking (perdagangan anak), pembunuhan, penganiayaan, perkosaan dan pelecehan seksual. 

Namun jenis tindak kekerasan terhadap anak yang tersering adalah tindak kekerasan seksual (41%). Tindak kekerasan yang dialami oleh anak tersebut dapat mengakibatkan  trauma fisik dan psikis dimana keduanya merupakan penyakit tidak menular. Pesatnya kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pesatnya perbaikan perilaku yang sesuai dengan norma dan budi pekerti diperkirakan berkontribusi besar terhadap berbagai tindak kekerasan tersebut. Triple Burden. 

Dengan demikian saat ini kita menghadapi Triple Burden untuk masalah kesehatan dimana masalah penyakit infeksi belum selesai, kita sudah dihadapkan pada  masalah penyakit tidak menular. Namun kita juga masih menghadapi penyakit yang harusnya sudah teratasi namun belum teratasi akibat masih rendahnya perilaku hidup sehat masyarakat.

Betapa banyaknya orang tua yang masih abai terhadap keberadaan jentik nyamuk di lingkungan rumahnya, abai dengan membuang ingus dan dahak sembarangan, abai tidak mencuci tangan pakai sabun, dan sebagainya. Juga kesibukan orang tua dalam mencari nafkah mendorong orang tua untuk menyediakan makan dan minuman  instant atau cepat saji yang cenderung  tidak sehat.  

Kesibukan orang tua dalam menghadapi kerewelan anaknya kadang juga “terbantu” dengan penggunaan gadget oleh anak. Belum lagi, masih rendahnya anggota keluarga yang merokok di dekat anak.  

Beberapa contoh di atas menunjukkan betapa lemahnya posisi anak. Ketergantungannya pada faktor eksternal masih sangat tinggi. Faktor eksternal yang terdekat dengan anak adalah orang tua dan keluarganya. Karenanya peran orang tua sebagai pengasuh dan pendidik anak menjadi sangat penting untuk menghadirkan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun psikis.

Anak-anak kita tidak hidup seperti di zaman orang tuanya masih anak-anak dulu. Lingkungan sosial terutama gaya hidup saat ini tentu saja berbeda dengan zaman dulu. Karena itu informasi yang masuk ke anak-anak dan orang tuanya tentu saja tidak secepat zaman dulu, baik informasi yang positif  maupun negatif dampaknya bagi kesehatan dan kehidupan sosialnya.

Tantangan orang tua semakin besar untuk membentengi anak-anaknya dari mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat, terhindar dari penyakit menular dan penyakit tidak menular serta memberikan lingkungan sosial yang baik pada anak.

Pengetahuan orang tua tentang hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan minuman yang sehat bagi anak, pendidikan anak, dan masalah kesehatan anak sangat diperlukan. Namun faktanya tidak semua orang tua mempunyai pengetahuan yang baik atas hal-hal tersebut. Tidak dapat dipungkiri sebagian besar masyarakat kita masih menghadapi masalah health illiteracy. Angka melek informasi kesehatan meskipun angkanya di Indonesia tidak didapatkan namun diperkirakan masih rendah. Hal ini bisa diprediksi dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 

United Nations Development Programme (UNDP) dalam laporan Human Development Report 2016 menyebutkan bahwa IPM Indonesia pada 2015 adalah peringkat 113 dari 188 negara. Angka ini menurun dibandingkan pada 2014 dengan peringkat 110.

Apa yang bisa kita lakukan ?
Salah satu indikator dari IPM adalah angka harapan lama sekolah. Diharapkan semakin lama sekolah yang ditempuh oleh masyarakat maka semakin meningkat pengetahuan masyarakat akan kesehatan, khususnya kesehatan anak.

Peran pemerintah untuk meningkatkan angka harapan lama sekolah tentu saja sangat penting baik dari segi pembiayaan maupun segi konten. Namun peran masyarakat untuk memprioritaskan pendidikan bagi anak-anaknya juga tidak dapat diabaikan.

Dalam model ekologis (McLeroy) yang  memfokuskan pada pengaruh lingkungan sosial budaya dan fisik  terhadap perilaku manusia dan bukan manusia secara individual, terdapat beberapa  faktor  yang perlu dipertimbangkan dalam berbagai tingkatan yaitu tingkatan intrapersonal (biologis, psikologis), interpersonal (sosial, budaya), organisasional, komunitas, lingkungan fisik, dan kebijakan.  

Perubahan perilaku yang maksimal akan terjadi bila lingkungan dan kebijakan mendukung pilihan hidup sehat, ketika norma sosial dan dukungan sosial terhadap pilihan sehat kuat dan ketika individu-individu termotivasi dan terdidik untuk membuat pilihan. 

Mengacu pada model tersebut maka peran pemerintah dalam menyusun dan menjalankan kebijakan yang  mampu menciptakan lingkungan yang sehat baik secara fisik, kimia, biologi, dan sosial menjadi sangat penting. 

Sebagai contoh, kebijakan pemerintah tentang produksi dan distribusi  makanan ringan tidak sehat akan berdampak buruk pada meningkatnya paparan fisik, kimia, biologi, dan sosial bagi masyarakat pada umumnya dan anak pada khususnya.

Hal ini karena makanan ringan yang cenderung tidak sehat  misalnya mengandung pewarna, pengawet, pengenyal, pemutih, perasa yang berbahaya saat ini tampaknya peredarannya sangat luas mulai dari sekolah hingga pemukiman warga dan digemari anak-anak. 

Peran pemerintah dalam pengawasan makanan menjadi sangat penting namun dirasakan masih kurang. Beberapa kasus seperti obesitas, gizi buruk, dan penyakit tidak menular lainnya mungkin terjadi akibat kurangnya pengawasan terhadap peredaran makanan tidak sehat ditambah dengan rendahnya health literacy masyarakat. 

Contoh lain adalah peredaran rokok yang bebas mulai dari yang berdekatan dengan sekolah, tempat ibadah, maupun pemukiman warga, sehingga rokok dengan mudah dibeli oleh anak-anak dan remaja. Kebijakan pemerintah menjadi kunci utama untuk mengurangi paparan rokok pada anak. 

Namun demikian kesadaran orang tua untuk tidak memberi paparan rokok pada anak juga perlu mendapat perhatian dalam program promosi kesehatan. 

Dari kedua contoh tersebut di atas tampak bahwa orang tua dapat berperan dalam membentengi keluarganya dari paparan yang dapat membahayakan kesehatan anaknya. Namun walaupun sekuat tenaga orang tua berupaya membentengi keluarganya bila lingkungan sekitarnya tidak mendukung maka tidak akan seefektif bila ditambah dengan dukungan kebijakan pemerintah yang dijalankan dengan baik. 

Sinergi masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan dalam meningkatkan kesehatan anak di lingkungan yang tidak sehat saat ini.(*)

* Penulis, Lilik Zuhriyah, Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat-Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas  Brawijaya

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES