Pendidikan

IPNU Banyuwangi Buat Petisi Tolak Full Day School

Senin, 19 Juni 2017 - 03:21 | 60.37k
Wakil Ketua PP Lakpesdam NU, Ahmad Baso saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Publik di Aula PCNU Banyuwangi, Minggu (18/6/2017) (Foto: Hafil Ahmad/ TIMES Indonesia)
Wakil Ketua PP Lakpesdam NU, Ahmad Baso saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Publik di Aula PCNU Banyuwangi, Minggu (18/6/2017) (Foto: Hafil Ahmad/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Gelombang penolakan Full Day Scholl (FDS) di Banyuwangi, Jawa Timur, terus bermunculan. Kali ini sikap menentang kembali datang dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) setempat.

Penolakan ini bulat tercetus dari hasil diskusi publik antara kader IPNU dengan Wakil Ketua Pengurus Pusat (PP) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU, Ahmad Baso, di Sekretariat Pengurus Cabang (PC) NU Banyuwangi, Minggu (18/6/2017).

Direktur Student Crisis Center (SCS) IPNU Banyuwangi, Ibnu Tsani Rosdaya mengatakan, rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberlakukan FDS dinilai mengesampingkan pendidikan non formal seperti Pesantren. Padahal, sejarah mencatat, Pesantren adalah pendidikan asli Nusantara yang lebih dulu ada sejak sebelum Bangsa Indonesia Merdeka.

“Kami akan membuat petisi berupa tanda tangan mulai dari tingkatan Komisariat sampai Cabang IPNU, sntuk disampaikan lanjutnya akan disampaikan pada Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi,” ucapnya usai acara diskusi.

Bagi kader IPNU, FDS dinilai sebagai bentuk kebijakan yang dapat mengikis budaya dan sistem Pesantren. Apalagi selama ini, sekolah diniyah dan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ), jelas dilakukan setelah pulang sekolah. Jika jam sekolah ditambah hingga sore maka hampir bisa dipastikan, mengenyam pendidikan diniyah akan sulit dilakukan oleh anak bangsa.

Sementara itu, Wakil Ketua PP Lakpesdam NU, Ahmad Baso menegaskan, kebijakan FDS perlu dikaji ulang. Karena tidak sesuai dengan prinsip dasar Pendidikan Nasional seperti yang digariskan oleh Ki Hajar Dewantoro, selaku Bapak Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

“Kalau bicara Full Day School, harusnya terintegrasi dengan sistem pesantren, bukan malah pendidikan di luar pondok pesantren, maka basisnya harus dari pondok. Bukan malah menyimpang atau meninggalkan pondok,” katanya kepada TIMES Indonesia.

Sistem yang akan diterapkan oleh Kemendikbud, masih Ahmad Baso, dipastikan akan berbenturan dengan kultur masyarakat Indonesia. Sedang, yang diangkat oleh Ki Hajar Dewantoro, pendidikan karakter meliputi, keilmuan, pendidikan keterampilan dan pendidikan keagamaan dalam satu totalitas bangunan pendidikan nasional.

“Itu semua terintegrasi didalam sistem pondok, bukan malah menarik keluar dari pondok, maka Full Day School kalau itu menyimpang dan menentang sistem pondok, bubarkan,” tegasnya.

Di sisi lain, menurut Ahmad Baso, pendidikan karakter yang ideal menurut Founding Fathers, Ir Soekarno, Ki Hajar Dewantoro dan Dr Soetomo adalah sistem pondok pesantren. Sistem yang di dalamnya ada, Kiai, santri dan ngaji. Dimana kepekaan santri dibangun, kekuatan jiwanya dipupuk, otak diasah dan keterampilan yang dimiliki juga dimanfaatkan sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat dan pembangunan bangsa.

“Pesantren sudah melaksanakan pendidikan karakter dari dulu. Kalau acuannya pendidikan karakter tiru pesantren. Karena lagi-lagi sistem pendidikan karakter kiblatnya sistem di pondok pesantren. Apabila ada pendidikan karakter itu bukan dipondok, dia kader sekuler dari barat itu,” pungkas Ahmad Baso. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES