Pendidikan

SMA NU Gombengsari Tegas Menolak Full Day School di Banyuwangi

Sabtu, 17 Juni 2017 - 06:12 | 83.64k
Kepala SMA NU Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Ali Muhlisin S Ag, saat ditemui dirumahnya. (Foto: Hafil Ahmad/ TIMES Indonesia)
Kepala SMA NU Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Ali Muhlisin S Ag, saat ditemui dirumahnya. (Foto: Hafil Ahmad/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia, memberlakukan full day school dengan 5 hari kerja dalam sepekan, menuai protes dari sejumlah sekolah di Banyuwangi.

Salah satunya disampaikan oleh Kepala SMA Nahdlatul Ulama (NU) Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur, Ali Muhlisin.

Kepada TIMES Indonesia, dia menyebut, full day school jika diterapkan akan sangat memberatkan siswa. Termasuk sekolah-sekolah yang berada didesa pinggiran serta bertentangan dengan kultur masyarakat Nusantara.

“Saya menolak kebijakan full day school, alasannya lebih dari 50 persen siswa SMA NU membantu pekerjaan orang tua atau bekerja,” kata Muhlisin, saat ditemui dirumahnya, di Lingkungan Gombeng, Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Sabtu (17/6/2017).

Terlebih, sambungnya, para siswa didaerah pinggiran seperti Gombengsari, masih enggan melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.

Mereka lebih memilih bekerja diladang, sawah atau merawat ternak yang memang sudah digeluti semasa duduk dibangku sekolah.

“Kalau full day school diterapkan, kayaknya akan banyak siswa yang keluar atau berhenti sekolah, karena selama ini sepulang sekolah mereka harus membantu ‘ngarit’ (mencari rumput) orang tua mereka, sebagian lagi ada yang kerja. Ada juga siswa yang lulus dengan prestasi bagus, tapi sama orang tua gak boleh melanjutkan kuliah, karena harus kerja,” gamblangnya.

Muhlisin menambahkan, kalau memang perlu berkirim surat untuk menolak full day school, maka pihak sekolah dipastikan siap membuat dan mengirimkan pada Kementrian atau Dinas terkait.

“Sejauh ini saya getol menyatakan penolakan full day school, melalui media sosial seperti facebook, whatsapp kepada guru dan sekolah lainnya,” ucapnya.

Selain itu, kalau rencana pemberlakuan full day school dipaksa diterapkan. Pihak sekolah harus menyediakan anggaran tambahan untuk biaya makan para guru.

“Hal ini juga kita fikirkan bersama-sama. Selain itu kasihan juga para guru yang belum sertifikasi dan mendapat impassing, karena biasanya mereka bekerja sampingan setelah mengajar disekolah untuk bisa memenuhi kebutuhan,” pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES