Peristiwa Daerah

Akulturasi 3 Agama Bersatu di Masjid Menara Kudus

Rabu, 14 Juni 2017 - 13:29 | 795.90k
ILUSTRAS: Masjid Menara Kudus (Foto: AboutUrban)
ILUSTRAS: Masjid Menara Kudus (Foto: AboutUrban)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Masjid Menara Kudus memiliki keistimewaan tersendiri. Masjid yang didirikan pada tahun 1549 M itu memiliki arsitektur yang kental dengan agama Hindu Budha. 

Ya, masjid ini memang hasil akulturasi dari tiga agama,  Islam,  Hindu dan Budha. Wajar, sebab saat Islam masuk, pengaruh kebudayaan Hindu dan Buddha masih begitu melekat di masyarakat. Akulturasi tersebut mendorong masyarakat untuk menerima Agama Islam sebagai agama baru yang menghargai budaya. Langkah ini diambil Syekh Jafar Sodiq atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus dalam menyebarkan ajaran agama Islam di daerah itu.

Masjid ini terletak di desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Bagi warga sekitar masjid ini juga disebut “Masjid Al Aqsha”.

Nama masjid itu tercatat dalam sebuah prasasti yang terpasang di bagian atas mihrab. Tulisan pada batu itu menyebut bahwa masjid itu bernama Masjid Al Aqsha di negeri Al Quds.

Bunyi prasasti selengkapnya seperti ini:

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Telah mendirikan masjid Al Aqsha ini dan negeri Al Quds (Kudus), khalifah dari keturunan nabi Muhammad untuk membeli kemuliaan surga yang abadi, qurban untuk Ar Rahman di negeri Al Quds (Kudus).

Masjid al Manaar (menara) ini dinamakan al Aqshaa khalifah Allah di bumi yang tinggi dan pembaharu, tuan, yang arif, sempurna, melebihi, yang dikhususkan dengan inayah hakim Ja’far Shadiq pada 956 hijrah Nabi Muhammad saw.

Di ambang mihrab masjid  terdapat sebuah piagam yang dipahat pada batu. Ditulis dengan menggunakan huruf Arab, piagam berukuran sekitar 40 x 23 centimeter ini dianggap melambangkan tanggal berdirinya bangunan masjid yaitu pada 28 Rajab 956 H atau 22 Agustus 1549 Masehi.

Seperti namanya Masjid Menara Kudus,  masjid ini memiliki menara yang unik. Bentuk menara mengingatkan pada bentuk candi corak Jawa Timur. Regol-regol serta gapura bentar terdapat di halaman serambi, dan di dalam masjid bercorak kesenian klasik Jawa Timur itu.

Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang semuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru dengan berlukiskan masjid manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang.

Terdapat pula tempat wudhu yang unik dengan panjang 12 m, lebar 4 m, dan tinggi 3 m. Bahan bangunan dari bata merah berlantai keramik menghiasi bangunan yang berbentuk persegi panjang dengan delapan pancuran, dilengkapi arca yang diletakkan di atasnya. Ini mengadaptasi dari keyakinan Budha, Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.

Di belakang masjid terdapat kompleks makam. Mulai dari makam Sunan Kudus dan Para ahli warisnya, tokoh lain seperti Panembahan Palembang, Pangeran Pedamaran, Panembahan Condro, dan lain-lain.

Nama Kudus sendiri baru dikenal setelah proses pengislaman berlangsung. Sebelumnya, wilayah ini dikenal bernama Tajug yang berarti rumah dengan atap berbentuk runcing.

Ja’far Shadiq yang kemudian dikenal sebagai Sunan Kudus lantas mengubah nama Tajug menjadi Al Quds  atau selanjutnya dalam lidah Jawa menjadi Kudus. Ja’far Shadiq diyakini mendapat inspirasi penamaan masjid dan wilayah itu sesuai dengan nama masjid Al Aqsha. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES