Wisata

Masjid Gedhe Mataram, Saksi Toleransi Beragama

Selasa, 06 Juni 2017 - 13:21 | 180.46k
Masjid Gedhe Mataram (Foto: Kotagede)
Masjid Gedhe Mataram (Foto: Kotagede)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sejatinya Indonesia telah mengenal toleransi sejak nenek moyang. Mereka sadar adanya perbedaan diantara warga Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama.

Toleransi nampak pada bangunan pada masa lampau. Salah satunya masjid Gedhe Mataram di Yogyakarta, atau yang kerap disebut Masjid Kotagede.

Beberapa ornamen masjid yang terletak di selatan kawasan Pasar Kotagede ini  berbentuk menyerupai candi. Hal ini tak lepas dari bantuan warga sekitar saat pembangunan masjid berlangsung pada tahun 1640 an zaman Sultan Agung.

Ya, saat itu warga sekitar banyak yang menganut agama Hindu dan Budha. Hal itu dapat terlihat dari gapura yang berbentuk paduraksa. Persis di bagian depan gapura, akan ditemui sebuah tembok berbentuk huruf L.

Masjid-Gedhe-Mataram-2hpmUG.jpg

Pada tembok itu terpahat beberapa gambar yang merupakan lambang kerajaan. Bentuk paduraksa dan tembok L itu adalah wujud toleransi Sultan Agung pada warga yang ikut membangun masjid yang masih memeluk agama Hindu dan Budha.

Di halaman masjid, akan ditemui sebuah prasasti yang berwarna hijau. Prasasti dengan tunggu 3 meter itu merupakan pertanda bahwa Paku Buwono pernah merenovasi masjid ini. Bagian dasar prasasti berbentuk bujur sangkar dan di bagian puncaknya terdapat mahkota lambang Kasunanan Surakarta.

Prasasti itu membuktikan bahwa masjid Kotagede mengalami dua tahap pembangunan. Tahap pertama yang dibangun pada masa Sultan Agung hanya merupakan bangunan inti masjid yang berukuran kecil. Karena kecilnya, masjid itu dulunya disebut Langgar. 

Masjid-Gedhe-Mataram-3N7U4q.jpg

Sedangkan bangunan kedua dibangun oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bagian masjid yang dibangun oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X ada pada tiangnya. Bagian yang dibangun Sultan agung tiangnya berbahan kayu sedangkan yang dibangun Paku Buwono tiangnya berbahan besi.

Inti masjid sendiri merupakan bangunan Jawa berbentuk limasan. Cirinya dapat dilihat pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi dua, yaitu inti dan serambi.

Di masjid ini juga terdapat bedug tua. Konon bedug itu usianya sama tua nya dengan bangunan masjid.

Bedug06mS5.jpgSumber: detikfoto

Bedug itu hadiah dari seseorang bernama Nyai Pringgit yang berasal dari desa Dondong, wilayah di Kabupaten Kulon Progo. Atas jasanya memberikan bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak untuk menempati wilayah sekitar masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Hingga kini bedug itu masih digunakan sebagainoenanda waktu shalat. 

Tak hanya bedug, mimbar khotbah yang terbuat dari bahan kayu ukiran indah merupakan hadiah dari seorang Adipati dari Palembang.

Saat Sultan Agung menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah satu adipati di tempat itu. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberikan mimbar tersebut. 

Agar tak rusak mimbar itu kini jarang digunakan. Takmir masjid menggantinya dengan mimbar yang lebih kecil untuk ibadah sehari-hari. 

Sementara itu di halaman masjid, akan dijumpai perbedaan pada tembok yang mengelilingi bangunan masjid. Tembok bagian kiri terdiri dari batu bata yang ukurannya lebih besar, warna yang lebih merah, serta terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara Jawa. 

Dan tembok yang lain memiliki batu bata berwarna agak muda, ukuran lebih kecil, dan polos. Tembok yang ada di kiri masjid itulah yang dibangun pada masa Sultan agung, sementara tembok yang lain merupakan hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yang dibangun pada masa Sultan agung berperekat air aren yang dapat membatu sehingga lebih kuat.

Masjid kaya sejarah yang usianya telah ratusan tahun ini masih digunakan beribadah shalat 5 waktu dan shalat Jumat. Di luar waktu shalat, banyak warga yang menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi, belajar Al Qur'an, dan lain-lain.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : Berbagai Sumber

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES