Peristiwa Daerah

KH Abdul Haq Zaini, Kiai Moderat yang Merakyat

Sabtu, 22 April 2017 - 15:54 | 300.52k
KH Abdul Haq Zaini. (Foto: syaifulsttnj.blogspot)
KH Abdul Haq Zaini. (Foto: syaifulsttnj.blogspot)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – KH Abdul Haq Zaini merupakan kiai yang sangat pandai bergaul dengan orang lain. Beliau mudah akrab, dan tidak membeda-bedakan masyarakat berdasarkan golongan, kelas ekonomi dan lainnya dalam bermasyarakat.

Sikap itu terlihat sejak beliau kecil. Dalam pendidikan, beliau acapkali tidak masuk sekolah dan lebih senang bermain bersama kawan-kawannya. Meski demikian, nilai ujiannya senantiasa baik mulai hingga MA.

Kiai AbduL Haq juga dikenal sebagai anak yang memiliki budi pekerti yang baik, selalu memperhatikan materi yang diberikan guru dengan seksama, dan selalu hormat pada guru.

Saat kuliah di beberapa perguruan tinggi di Surabaya, Kiai Abdul Haq sering menyamar sebagai kernit atau sopir waktu kuliah, serta bekerja sembari menghafalkan Al-Quran sampai 30 juz. Itu beliau lakukan untuk menyelami seluk beluk masyarakat.

Sebagaimana dikutip dalam buku Riwayat Singkat Almarhumin Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH Abd Haq adalah sosok pria yang sehat dan senang olah raga. Hampir setiap hari selepas subuh, beliau bersama istri tercinta menyempatkan diri berolahraga ringan.

Berjalan-jalan menghirup segarnya embun pagi di sekitar pesantren, sambil menyapa petani yang mencangkul sawah di pinggiran pesantren.

Alumnus Ummul Quro, Mekkah ini memiliki perhatian tinggi terhadap Akhlak, yang terinspirasi dari kakak kandung beliau, KH. Moh. Hasyim Zaini. Oleh karena itu, KH. Abdul Haq Zaini selalu mengatakan, setinggi apa pun kitab (ilmu) seseorang, ujungnya adalah tingkah laku.

Beliau merupakan sosok yang tegas dalam bertindak. Prinsip beliau, kalau sudah salah ya harus dilawan. Di samping itu, beliau juga moderat. Tidak pernah memaksa orang lain agar sesuai dengan keinginan beliau. Baik kepada putra-putrinya atau pun kepada santri dan masyarakat. Ia juga sederhana, tidak mementingkan gengsi atau gaya.

Kepala Biro Kepesantrenan

Pada tahun 1986, beliau terpilih menjadi Kepala Biro Kepesantrenan Nurul Jadid. Dalam kepemimpinannya, beliau lebih senang menempatkan diri sebagai mitra kerja dengan para pengurus pesantren.

Dengan sikap tersebut, roda organisasi berjalan dinamis. Pengurus jadi lebih leluasa berdiskusi dengan pemimpinnya, dan lebih bersemangat dalam bekerja.

Suasana  akrab membuat beliau merasa senang. Pengurus bisa berterus terang saat menyampaikan sesuatu. Namun pada saat tertentu di mana beliau dituntut untuk menjadi salah seorang dari jajaran pengasuh, beliau pun menjadi sosok kiai yang sangat disegani para pengurus pesantren.

Sebagai Kepala Biro Kepesantrenan, beliau tak jemu-jemu melakukan kaderisasi. Misalkan, bila muncul persoalan, beliau tak langsung menanganinya. Biasanya persoalan itu diberikan terlebih dahulu kepada pengurus. Selain untuk menjalankan job discription masing-masing bagian, juga untuk melihat sejauh mana kemampuan pengurus dalam meredakan persoalan.

Kiai Abdul Haq juga tak jarang beliau terjun langsung di lapangan. Saat menerima laporan bahwa debit air yang mengaliri kamar mandi para santri menurun, misalnya. Kiai segera melakukan cek kebenaran laporan tersebut.

Setelah mengetahui bahwa laporan itu benar, beliau mengumpulkan para pengurus dan memberikan arahan tentang bagaimana menyelesaikannya.
Hal lain yang mengagumkan para pengurus, adalah cara beliau menghadapi santri nakal yang telah direkomendasikan para pengurus untuk dikembalikan pada orang tuanya.

Tak jarang beliau menolak rekomendasi itu, dan memilih untuk melakukan pembinaan secara langsung. Biasanya santri nakal itu beliau beri berbagai macam kegiatan seperti menjadi sopir atau hadam beliau.

Dengan kegiatan yang bisa dipantau langsung, Kiai Abdul Haq bisa melakukan komunikasi lebih dalam dengan santri nakal tersebut. Lewat pendekatan ini, perlahan-lahan tingkat kenakalan santri nakal itu mereda. 

Pendekatan yang beliau lakukan kepada para santri nakal itu, selain diilhami pendidikan dari ayahanda beliau, juga berangkat dari pengalaman Kiai Abdul Haq saat berkenalan dan berteman dengan pelbagai golongan masyarakat saat kuliah di Surabaya.

Ketua Yayasan Nurul Jadid

Setelah KH Abd Wahid Zaini wafat pada tahun 2000, Kiai Abdul Haq dipercaya sebagai Ketua Yayasan Pondok Pesantren Nurul Jadid. Selama kurang lebih delapan tahun, tak sedikit hasil usaha beliau yang saat ini sudah bisa dinikmati, baik oleh santri, alumni dan masyarakat.

Antara lain pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), penertiban keuangan pesantren, mekanisme pengangkatan guru dan dosen, pembangunan bank mu’amalat, pendirian Pembantu Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid (P4NJ), dan lainnya.

Sebagai ketua Yayasan, beliau sangat bersemangat. Terakhir adalah pembelian tanah yayasan seluas 1,3 hektar sebelah timur pesantren dan 2,3 hektar sebelah selatan KUA yang menurut rencana akan dijadikan pusat pendidikan.

Dalam bidang kemasyarakatan, Kiai Abdul Haq tidak senang membeda-bedakan masyarakat karena golongan atau partai politik. Hal ini seperti tausyiah beliau yang disampaikan pada acara Istighosah, Jum’at 15 Mei 2009 di Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid. 

Saat itu beliau sangat prihatin terhadap perilaku sebagian santri yang menganggap ‘liyan’ santri dari pesantren lain. Menurut beliau, tak patut santri Nurul Jadid menganggap beda santri dari pesantren lain.

Santri Nurul Jadid jangan mengkotak-kotakan masyarakat. Bersatulah dengan santri dari pesantren lainnya. Karena kitab yang diajarkan sama, Sulam Taufiq ya Sulam Taufiqnya sama. Pesan beliau di hadapan para jama’ah Istighosah yang diselenggarakan setiap Sabtu Wage.

Tahun 2002, Kiai Abdul Haq menjadi Ketua Dewan Syura Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa Probolinggo. Alasan beliau bersedia masuk dalam politik antara lain karena banyak kalangan yang meminta beliau untuk meneruskan tongkat estafet kakak kandungnya, KH. Abd Wahid Zaini yang terbukti memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Beliau menjabat ketua Dewan Syura DPC PKB sebanyak dua kali. Pada tahap terakhir, sebenarnya beliau enggan. Tapi desakan dari kader partai tak jua mereda. Akhirnya beliau memberikan syarat, bila ada satu kader partai yang tidak sepakat beliau menjadi ketua dewan syura, beliau akan mengundurkan diri. Saat pemilihan digelar, ternyata Kiai Abdul Haq terpilih secara aklamasi. Karir terakhir politik Kiai Abdul Haq berada di Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU).

Meski Kiai Abdul Haq terjun dalam dunia politik, beliau tak pernah sekali pun memaksa santri-santrinya untuk memilih salah satu partai politik. Beliau senantiasa membebaskan para santrinya menentukan pilihan mereka berdasarkan ukuran rasional dan hati nurani masing-masing.

Kiai Abdul Haq adalah kiai yang mudah bergaul dengan semua golongan. Baik warga kecil sampai pada pejabat.

Pribadinya cukup akomodatif dan selalu hadir kalau diundang siapa saja yang mengundangnya. Karena prinsip beliau adalah demi kepentingan umat. Hidup adalah untuk berjuang. Berbuat baik kepada sesama. Jangan pilah-pilih orang. Hal itu pesan beliau.

Belaiu mempunyai pengertian dalam fungsi dan perannya sebagai pendidik. Tidak jarang bahasa yang disampaikan terkait perkembangan, yang bakal terjadi di zaman yang akan datang. Beliau mempunyai toleransi dan kelenturan luar biasa. Artinya memang tidak pernah menekan harus ikut siapa dan wadah apa. Itu pendidikan yang cukup berharga dari beliau itu.

Sebagai tokoh pesantren, Kiai Abdul Haq cukup dekat dengan mantan Presiden RI, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Terlebih setelah Gus Dur tahu bahwa Kiai Abdul Haq merupakan adik kandung sahabat kentalnya, KH. Abdul Wahid Zaini.

Secara pemikiran, ada benang merah atau keselarasan antara Kiai Abdul Haq dengan Gus Dur. Salah satunya adalah usaha Kiai Abdul Haq menjaga ukhuwah islamiyah dan ukhuwwah wathoniah, yang senantiasa tergambar dalam petuah-petuah beliau, baik kepada para santrinya maupun sikap beliau kepada orang lain.

Ketika hari wafatnya, ucapan ikut berbelasungkawa atas nama PBNU disampaikan oleh KH. Muchid Muzadi. KH. Muchid mengatakan bahwa saat ini banyak ulama besar yang dipanggil oleh Allah. Dan saya ucapakan banyak terima kasih kepada Kiai Abdul Haq, telah rela berjuang untuk agama dan umat. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES