Kesehatan

Waspada Superbugs, Bakteri yang Tahan Antibiotik

Rabu, 22 Maret 2017 - 02:25 | 62.34k
Superbugs. (Foto: DME)
Superbugs. (Foto: DME)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Superbugs, nama itu masih sangat asing ditelinga kita. Namanya indah, tapi jangan dibayangkan bentuknya yang cantik seperti kepik merah (ladybug).

Superbugs sama sekali tidak cantik, bahkan berbahaya. Superbugs merupakan jenis bakteri berbahaya yang resisten atau tahan terhadap antibiotik. Jika serangan bakteri itu tak ditangani secara cepat, maka bakteri dapat menjalar ke organ tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Seramnya lagi hingga kini belum ditemukan obat khusus untuk menyembuhkannya.

Superbugs diprediksi akan membunuh 10 juta orang dalam setahun pada tahun 2050 bila dunia tak bertindak dari sekarang. Angka itu menunjukkan bahwa satu orang akan mati setiap tiga detik pada tahun 2050 akibat bakteri tersebut.

Hal itu disampaikan oleh peneliti dari PLOS Medicine dan diulas di Review on Antrimicrobial Resistance pada pertengahan tahun 2014 silam.

Diperkirakan 700 ribu orang telah meninggal setiap tahunnya akibat permasalahan resisten terhadap obat.
Kehadiran superbugs yang memiliki kekuatan antimicrobial resistance (AMR), kemampuan untuk melawan antimikroba seperti antibiotik dan sejenisnya, menjadi masalah yang sedang dan akan dihadapi dunia secara global. 

Dilansir dari Grown Up Clinic, penyebab serangan bakteri superbugs antara lain adalah konsumsi obat antibiotik yang salah dan berlebihan. Selain itu, penularan dapat juga melalui bahan makanan. 

Produksi pertanian diketahui menjadi salah satu penyebab pertumbuhan bakteri superbugs dalam rantai makanan. Hal itu ditunjukkan dengan ditemukannya bakteri superbugs Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di tempat pertokoan yang menjual daging babi, ayam, daging sapi dan daging lain di AS.

 
Para ahli mencemaskan penggunaan antibiotik pada anak yang telah dirilis pada tahun 1989 silam. Penelitian di US National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan setiap tahun sekitar 84% anak mendapatkan antibiotik. Hasil lainnya, ditemukan bahwa 47,9% resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotik. 

Dalam tahun yang sama, ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotik berlebihan tersebut.

Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun kerap mengkonsumsi obat-obat antibiotik secara sembarangan dan berlebihan. Misalnya saja, ketika terkena infeksi saluran napas seperti batuk, pilek dan demam, banyak orang berobat ke dokter dan kerap mendapatkan obat-obat antibiotik. 

Padahal sebagian besar penyebab infeksi saluran napas seperti batuk, pilek dan demam adalah virus yang bisa sembuh sendiri tanpa pemberian antibiotik. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES