Ekonomi

Anyaman Bilik dari Kulit Bambu di Purbalingga Lebih Diminati

Selasa, 01 November 2016 - 18:50 | 434.73k
Paryono, warga Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari, tengah membuat anyaman bilik bambu (gedeg), di halaman rumahnya. (Foto: Edi Siswanto/Purbalingga TIMES)
Paryono, warga Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari, tengah membuat anyaman bilik bambu (gedeg), di halaman rumahnya. (Foto: Edi Siswanto/Purbalingga TIMES)

TIMESINDONESIA, PURBALINGGA – Satu diantara tiga jenis anyaman bilik bambu atau gedeg (orang Purbalingga menyebut), yakni jenis gedek kulit-an atau gedek yang terbuat dari kulit bambu, lebih diminati konsumen, karena memiliki motiv dan lebih kuat.

Motiv anyaman dari kulit bambu sendiri lebih variatif, serta corak dan warnanya lebih menarik. Disamping itu juga memiliki daya tahan atau kekuatan lebih lama, dibandingkan jenis anyaman bambu yang polos atau yang terbuat dari sisi bagian dalam yang lebih lunak dan yang jenis campuran.

Warga Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, Jawa Tengah, Paryono (37), menceritakan, sudah 20 tahun lebih, Ia menjadi perajin anyaman bambu. Dan menurutnya, anyaman bambu dari jenis kulit bambu lebih banyak dipesan konsumen.

“Dulu memang rame, untuk dua jenis anyaman bambu itu. Tapi sekarang, sekitar 10 tahun terakhir, pembeli gedeg sudah sangat berkurang, karena bersaing dengan bahan bangunan modern,” ucap Paryono, sambil membuat anyaman bambu di halaman rumahnya, Selasa (1/11/2016).

Untuk menyiasati hal itu, lanjut Paryono, kami lebih banyak membuat bilik bambu dari jenis kulit. “Karena harganya juga lebih baik, minimal Rp 10 ribu,
per-meter persegi, tergantung pesanan konsumen,” terang Paryono, bapak berputra dua ini, kepada Purbalingga TIMES.

Berbeda dengan Paryono, yang lebih banyak berproduksi dan berjualan dirumahnya. Salah satu tetangganya, Sunarjo (50), yang juga perajin anyaman bilik bambu, lebih memilih berjualan keliling kampung.

Sunarjo menuturkan, dengan berjualan keliling kampung saja, untuk bilik bambu yang terbuat dari sisi dalam bambu, empat lembar bilik bambunya yang berukuran 2 meter x 3 meter dan 2,5 meter x 3 meter, yang harga perlembarnya Rp 30 hingga 45 ribu, tidak terjual habis dalam sehari.

“Memang, untuk jenis kulit-an lebih laku. Untuk jenis yang biasa, paling-paling cuma dipakai untuk buat gudang atau yang lain. Yang beli untuk buat rumah sudah sangat jarang,” akunya.

Dari hal tersebut, Paryono dan Sunarjo, berharap nasib perajin dan anyaman bilik bambu dari Desa Banjaran, yang sudah terkenal sebagai desa sentra penghasil anyaman bilik bambu itu, bisa tetap bertahan dan lebih maju lagi, melalui promosi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : Purbalingga TIMES

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES