Gayeng With YM

Prinsip Pulang kampung 3

Senin, 04 Juli 2016 - 16:45 | 42.63k
Ilustrasi
Ilustrasi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pembahasan ketiga sebagai prinsip pulang kampung adalah, pulang kampung sebagai ibadah. Bukan cuma shalatnya. Dari mulai Saudara packing udah dihitung sebagai ibadah, mantap ga tuh?

Saya ulangi lagi, pulang kampung itu ibadah dari sejak Saudara packing, manasin mobil, tune up motor, bahkan, mulai dari niatnya saja sudah Allah hitung sebagai ibadah. Umpama, Saudara ngomongnya di bulan Rajab. Kan, bulan Rajab masih jauh ke bulan Ramadhan, masih ada bulan Sya’ban, keselang satu bulan. Nah, di Rajab ini, istri nanya, “Bang, nanti kira-kira Syawwal nih, kita pulang kampung ga?

Terus suami ngomong, “InsyaAllah Dek, kita pulang kampung.”

Dari mulai “insyaAllah Dek,” itu dihitung sebagai ibadah. Allahu akbar … MasyaAllah …

Sampai kapan pulang kampung dihitung sebagai ibadah? Sampai Saudara pulang lagi. Subhanallah … Durasinya gila kan tuh. Coba dihitung durasinya; Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, sampai pulang lagi. Kalau Saudara mau pahala lebih banyak lagi gimana? Jangan balik ke Jakarta. Hehee

Ada temen saya, namanya Ustadz Hartanto. Allah angkat derajatnya sekarang atas izin Allah SWT. Beliau menghafal Qur’an selama perjalanan pergi ke kampus dan perjalanan balik dari kampus. Dua tahun, ngehafal. Dia bilang, saya tidak menghafal kecuali di bus. Allahumma shalli ‘ala Muhammad … Jadi, pulang pergi dia naik bus kurang lebih setengah jam, itu dimanfaatkan untuk menghafal.

Sekarang kita jabarin. Kalau begitu, sesuai dengan rumusnya, maka ini bisa diganti pergi-pulang kantor sebagai ibadah, ngantor sebagai ibadah, pergipulang kampus sebagai ibadah, di kampusnya sebagai ibadah, pergi pulang usaha ke toko, pabrik, showroom, pasar, sebagai ibadah. Di pabriknya, showroom-nya, pasarnya, kantornya sebagai ibadah. Syarat dan ketentuan tetap berlaku kalau mau dihitung sebagai ibadah. Sama kayak tadi; bismillahnya yang bener, niat karena Allah, halal, perhatikan ibadah.

Maaf nih, ada orang yang ngomong gini, “Gue sih kerja anggap ibadah, masa? Iya bener, biar enteng, hitung ibadah aja.”

Ntar dulu, Bos. Kalau selama kerja,Saudara ga pakai jilbab, ga bakal juga disebutnya ibadah. Kenapa? Lah, sebagai perempuan Saudara wajib pakai jilbab. Satu tuh. Kalau ga pake jilbab, agak cacat sedikit, tapi Saudara tetap dapat pahala kerjanya, pahala melangkah, ga diasingin sama Allah. Tapi, pahala bagian ibadahnya ga dapat. Kenapa? Karena ga berjilbab.

Yang disebut sebagai kebohongan kalau kerja sebagai ibadah, diantaranya, kalau kerja lalu jadi nunda-nunda shalat. Bohong tuh kerja sebagai ibadah. Ibadah ini kan asal katanya berasal dari kata abid, hamba, berarti bosnya Allah, kan. Nah, ketika Saudara ngaku kerja sama Allah, tapi ketika Allah sebagai bos manggil Saudara, Saudara ga datang, namanya bohong ga? Bohong!

Maaf ya, yang belum berjilbab, belum nutup aurat. Saya doain, Yusuf Mansur doain, mudah-mudahan semuanya pada berjilbab. Orang yang berjilbab itu, 24 jam ibadah, lho! Emang resikonya berat kalau mati dalam keadaan kita belum nutup aurat. MasyaAllah, digantungnya di neraka kakinya di atas, kepala di bawah, rambut terjuntai ke bawah. Berapa lama dia nanti di neraka? Sebanyak dia punya rambut itu hitungannya.

Nah, daripada risiko, jajal aja dulu. Coba dulu pakai jilbab tiap hari Jum’at. Kan Sabtu-Minggu buka lagi. No problem. Nanti dirasa enak, pake lagi Sabtu, pake lagi Minggu. Akhirnya lama-lama penuh, setiap hari pakai jilbab. Subhanallah. Saya doain dah, insyaAllah.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : YusufMansur.com

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES