Ekonomi

Berawal dari Iseng, Usaha Sampingan Beromzet Jutaan Rupiah

Rabu, 20 Januari 2016 - 10:59 | 177.70k
Sutrisno (kiri) tengah mengecek kualitas sapu yang dikerjakan karyawannya (foto : Ardiyanto/lamongantimes)
Sutrisno (kiri) tengah mengecek kualitas sapu yang dikerjakan karyawannya (foto : Ardiyanto/lamongantimes)

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Memiliki pekerjaan tetap sebagai guru di SMP Negeri 2 Lamongan, tak lantas membuat Sutrisno berpangku tangan dengan hanya menikmati gaji sebagai seorang pengajar PPKN.

Pria berusia 56 tahun ini merasa masih perlu menambahkan nafkah dan membuka lapangan kerja dengan membuka usaha berupa kerajinan sapu ijuk dan kerajinan lainnya di rumahnya, di Jalan Ikan Bandeng 2 nomor 18, Kelurahan Made, Kecamatan/Kabupaten Lamongan.

Sutrisno mengatakan, usaha ini berawal hanya sebatas coba-coba alias iseng. Pengalamannya di masa kecil membantu kedua orang tuanya dalam membuat berbagai alat rumah tangga bisa menggiringnya memunculkan ide kreatif berupa kerajinan sapu ijuk.

“Waktu itu saya iseng, Saya ngobrol begitu saya istri saya, kalau dulu waktu kecil pernah membuat sapu, serok, alat-alat rumah tangga, kira-kira kalau di kembangkan sendiri gimana, istri saya setuju,” ungkap Sutrisno kepada LAMONGANTIMES, Rabu (20/1/2016).

Menurutnya, bisnis sapu ijuk tersebut dirintisnya dari nol. Saat usaha di mulainya sejak 1998 itu, Sutrisno mengaku belum memiliki satu orang pun karyawan. “Awalnya saya kerjakan sendiri. Istri saya yang manajemennya,” bebernya.

Bahkan, untuk menjual aneka kebutuhan rumah tangga tersebut, Ia memasarkannya sendiri. “Saya pakai sepeda jengki biru (sepeda ontel), saya pasarkan sendiri, ke Gresik, Bojonegoro, Tuban,” urainya.

Seiring perjalanan waktu dan produknya mulai dikenal orang, maka orderan atau pesanan kian membanjir pada tahun 2000, Sutrisno pun memilih untuk merekrut tenaga kerja. “Akhirnya pesanan tambah banyak, saya sampai kewalahan, saya rekrut tenaga profesional, sebanyak 8 orang,” paparnya.

Sutrisno menjelaskan, bisnis dengan modal awal Rp 5 juta itu sejak tahun 2000 hanya di kosentrasikan pada pembuatan sapu. Produk lainnya, aku dia, kurang laku di pasaran. “Sapu ini kan tidak sekali pakai, tapi tetap saja ada permintaan, ada rusak sedikit saja orang langsung ganti sapu baru,” sebutnya.

Hasil home industry inipun dijual mulai dari Rp 115 ribu hingga Rp 175 ribu per dosen atau lusin. Bisnis yang awalnya ia mulai karena iseng kini pun mampu menghasilkan omzet jutaan rupiah perbulannya.

“Per satu dosen 12 biji, paling mahal sampai Rp 174 ribu, paling murah Rp 115 ribu per dosen. Ada 5 jenis, ada yang bahannya bagus ada yang jelek, bahan ijuk-nya,” tukasnya.

Sutrisno mengakui, pada musim panen padi, dan saat pertama masuk sekolah, omzetnya mengalami kenaikan signifikan. Sutrisno sendiri tidak terlalu faham kaitan pane dan anak masuk sekolah dengan larisnya sapu buatannya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES