Peristiwa Daerah

Pameran Seni Rupa MiniFest Suluh Sumurup di Hari Disabilitas Internasional

Sabtu, 03 Desember 2022 - 22:08 | 79.80k
Anak-anak penyandang difabel Down Syndrome melakukan aktivitas karya seni. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)
Anak-anak penyandang difabel Down Syndrome melakukan aktivitas karya seni. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTAPameran Seni Rupa yang berkonsep MiniFest bertema "Suluh Sumurup" resmi dihelat pada tanggal 3 hingga 12 Desember 2022 di Galeri RJ Katamsi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Perhelatan pameran seni rupa ini digelar bersamaan dengan peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) yang jatuh pada tanggal 3 Desember pada Sabtu (3/12/2022). 

Pameran seni rupa MiniFest pada Hari Disabilitas Internasional tersebut dikomando secara langsung oleh Budi Tongkat atau Butong sebagai Ketua Jogja Disability Art (JDA) dan Nano Warsono sebagai Direktur Galeri RJ Katamsi.

Tepat di hari peringatan Hari Disabilitas Internasional, kepedulian mereka berdua adalah dengan memberikan sumbangsih besar terhadap para penyandang difabel dari berbagai kategori untuk menyumbangkan sejumlah karya-karya seni yang dipamerkan dalam MiniFest itu. 

difabel-Down-Syndrome-b.jpgSejumlah karya-karya seni rupa dari berbagai komunitas termasuk penyandang difabel yang dipamerkan di Galeri RJ Katamsi ISI Yogyakarta. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)

Ditemui usai acara, Nano kepada TIMES Indonesia menjelaskan pameran seni rupa berupa MiniFest ini merupakan pameran dalam bentuk format kecil serta lebih banyak melibatkan komunitas melainkan bukan seniman per individu dan tidak dibatasi oleh usia. Kegiatan pameran pada peringatan Hari Disabilitas Internasional ini juga merupakan kegiatan kedua yang pernah diadakan sebelumnya di Gunung Kidul dengan satu komunitas. 

"Pada saat itu, kami sering melakukan pertemuan antar komunitas baik secara komunikasi maupun transfer knowledge antar komunitas pelaku seni baik itu dari kaum difabel ataupun inklusi," jelas Nano pada pameran seni rupa dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional.

Keterlibatannya terhadap penyandang difabel, Nano mengaku jika ini memang dinilainya sebagai program miliknya. Galeri RJ Katamsi sendiri telah lama bekerjasama dengan pihak Jogja Disability Art, salah satunya yang berhasil digelar di Taman Budaya Yogyakarta pekan lalu. 

"Kita juga sebelumnya sudah melakukan gelaran pameran, seperti di TBY, kemudian ada Nandur Srawung dan ArtJog. Namun kita sekarang ingin melibatkan teman-teman komunitas lain menjadi satu event bersama," katanya. 

Menariknya lagi, sebelum dibukanya pameran MiniFest, Nano merasa kagum dengan aksi pembuka dari pertunjukkan Senam Silat Down Syndrome yang juga secara langsung dikomando oleh Ketua Forum Komunikasi Difabel DIY, Ludy Bima. Ia pun mengakui untuk kali pertama bahwa bisa melihat dan menyaksikan anak-anak down syndrome menari silat. 

Melihat akan hal itu, pihaknya mengutarakan tak hanya soal seni dalam wilayah yang sempit saja seperti seni rupa tetapi seni yang lain pun juga perlu diapresiasi termasuk aktivitas motorik yang dilakukan oleh anak-anak down syndrome ini. 

"Kagum sih mas, ini pertama kalinya saya bisa lihat mereka secara bersamaan menari silat. Ini menjadi bentuk sebuah seni yang luar biasa yang bisa digabungkan dengan berbagai aktivitas dan menjadi satu kesatuan di dalam seni itu," ujar Nano. 

difabel-Down-Syndrome-c.jpgKetua Jogja Disability Art (JDA), Budi Tongkat atau Butong (tengah) bersama Direktur Galeri RJ Katamsi, Nano Warsono (kiri) dan Lurah Panggung Harjo, Wahyudi Anggoro Hadi foto bersama. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)

Diharapkannya berkaitan dengan pameran ini agar semua pihak bisa peduli dan terlibat atau bahkan memberi ruang untuk karya-karya seni dari masing-masing sekaligus juga bisa memberikan akses kepada masyarakat luas. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama dan tentu saja pihak komunitas atau galeri lain bersedia untuk terlibat di setiap event-event pameran seni. 

"Jadi tidak hanya di galeri ini saja tapi bisa di galerinya teman-teman komunitas lain untuk terlibat aktif," harapnya. 

Sementara itu, Budi Tongkat atau Butong sapaan akrabnya berharap besar jika komunitas para penyandang difabel tersebut bisa lebih bergairah lagi. Arti dari bergairah itu baginya adalah melakukan aktivitas berupa seni karena mereka juga memahami bahwa ada tujuan utama yaitu adanya aktivitas pameran seni itu sendiri yang memberikan ruang bagi teman-teman difabel. 

"Saya juga berharap masyarakat umum dapat memahami arti dari difabel dan juga sebuah stigma negatif yang selama ini masih ada akhirnya bisa mengarahkan ke hal yang positif dengan melihat aktivitas, potensi, kemampuan dan karya dari penyandang difabel," imbuh Butong. 

Selain itu, pihaknya juga ikut menyoroti aksi pertunjukkan Senam Silat Down Syndrome. Menurutnya, potensi-potensi para penyandang difabel ini sangat besar namun ketika tidak adanya support system maka hal itu dinilainya hanya sia-sia. 

"Support system di sini yang paling sederhana adalah dari para stakeholder itu. Jika mereka (stakeholder) bisa memberikan ruang dan kesempatan kepada anak-anak ini, atau bahkan memberikan stimulus anggaran, itu tidak akan pernah berhasil. Sejauh ini yang saya ketahui seperti itu, belum ada satupun yang mendukung aktivitas penyandang difabel. Jadi mereka itu perlu disupport baik oleh pemerintah maupun stakeholder yang lain," keluh Butong. 

Pameran MiniFest ini pun juga mendapatkan dukungan kuat tokoh masyarakat setempat salah satunya adalah Lurah Panggung Harjo, Wahyudi Anggoro Hadi. Dalam kesempatan tersebut, Wahyudi secara resmi membuka acara Pameran Seni Rupa MiniFest dengan melukis sebuah karya sebagai simbolis dibukanya acara pameran. 

Pihaknya menyampaikan, hal utama dari keberadaan Galeri RJ Katamsi lalu kemudian dari komunitas JDA dan komunitas inklusi yang ada di desa dan sekitarnya itu adalah sebagai bentuk upaya dalam mewujudkan ruang hidup yang layak, patut dan juga bermartabat bagi seluruh warga masyarakat khususnya di Yogyakarta ini. 

Hal inilah, lanjut Wahyudi, yang menjadi kewajiban sebagai masyarakat untuk memberikan bantuan serta kesempatan tidak hanya kepada teman-teman difabel tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat untuk mengekspresikan imajinasi maupun perasaan melalui sebuah karya seni luar biasa. 

"Masyarakat harus mendukung penuh dan memberikan apresiasi luar biasa pada pameran ini. Ini telah menjadi tugas kami mendukung dan saling menopang satu sama lainnya. Karena apapun manusia tidak ada yang sempurna," tegas Wahyudi. 

Sebagai kreator seni Senam Silat Down Syndrome yang dilibatkan dalam acara Pameran MiniFest, Ludy Bima tak bosan-bosannya untuk terus aktif terlibat di dalam event-event yang ada tak terkecuali event seni-seni budaya. Menurut Ludy, keterlibatan anak-anak didiknya itu menjadi bagian dari sosialisasi terhadap penyandang kaum difabel. 

"Kebetulan pas sekali di hari ini tepat peringatan Hari Disabilitas Internasional dan ada event budaya yang kaitannya dengan para seniman-seniman seni lukis. Dan juga menariknya anak-anak juga beberapa ada yang bisa melukis dan menunjukkan karyanya untuk ikut di pameran ini," tutup Ludy, Ketua Forkom Difabel DIY tersebut. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES