Kopi TIMES

Berakhirnya Era Messi

Rabu, 23 November 2022 - 15:09 | 12.33k
Hamdan Juhannis Rektor UIN Alauddin
Hamdan Juhannis Rektor UIN Alauddin

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Baru satu kali saya menonton sejak dimulai pertandingan piala dunia, saat Argentina bermain. Pertandingan inipun mengundang dilema bagi saya, terutama saat si bungsu bertanya saya dukung yang mana. 

Saya menjawabnya secara diplomatis untuk menunjukkan bahwa saya sulit memilih. Saya mengatakan dua-duanya saya dukung, nak. Saya mendukung Argentina karena dari dulu "fan" berat negara ini. Tanya anak saya lagi, kenapa fanatik pada Argentina? Saya jawab karena di sana pernah lahir "Dewa" sepakbola, namanya Maradona. 

"Maradona itu nak, bisa membawa negaranya menjadi juara dunia, hampir seorang diri. Setelah Maradona, ada Dewa pengganti, namanya Messi." Messi itu adalah sepakbola itu sendiri, karena dia menjadi "Messiah" (penyelamat, pembebas) dalam banyak perhelatan sepakbola. Messi itu lebih kurang dari Maradona, bisa membawa bola sendirian dari tengah lapangan, meliuk-meliuk melewati hadangan lima sampai tujuh lawan dan memasukkan bola itu ke gawang lawan dengan cara yang hampir mustahil pada pikiran orang yang menontonnya. 

Kenapa harus mendukung Arab Saudi juga? Anak saya melanjutkan pertanyaannya. Terus terang, saya kesulitan menjawabnya dengan bahasa yang sederhana. Saya ingin mengatakan bahwa pemainnya memiliki agama yang sama dengan kita, tapi pada saat yang sama, saya tidak bisa membuat jawaban itu dipahami secara baik, bahwa jawaban saya berbau ideologis. 

Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa saya juga mendukung Saudi, karena saya ingin melihat pemain-pemain yang memiliki ideologi agama yang sama dengan saya mampu menjadi magnet baru dalam perhelatan olahraga paling atraktif sejagat. Tim sepakbola dari negara tempat lahirnya  agama yang saya anut. Tim yang memiliki kekentalan beragama yang berintikan ajaran "fairplay". Tim yang mampu mengukir prestasi bola yang sekaligus mengangkat sepakbola Asia. 

Akhirnya saya menjawabnya lebih sederhana, karena Saudi itu sudah saya kunjungi dan di sana ada Ka'bah, yang disambut anak saya dengan respon: ooh... Untungnya anak saya yang sudah terbiasa bertanya secara kritis, tidak bertanya lagi tentang hubungan sepakbola dengan Ka'bah. 

Petandingan dimenangkan oleh Saudi Arabia, dengan pola permainan yang sangat epik, jebakan offiside (offside trap)  yang sangat jitu, seakan mengajarkan negara para tuan sepakbola itu baru belajar menjalankan sepakbola modern yang salah satunya menerapkan model high line. Pertahanan yang nyaris sempurna yang didukung oleh man to man marking sehingga tendangan dan sundulan pemain Argentina nyaris tidak bertenaga. 

Tentang Messi? Pertandingan piala dunia kali ini ibaratnya berjudul "the End of Messi's Era." Saya tidak ingin mendahului takdir, namun sepertinya kasus melawan Saudi Arabia kemarin, yang mencatatkan sejarah tersendiri bagi sepakbola Saudi, menunjukkan bahwa mungkin Messi akan  banyak berbangga pada penghargaan individualnya. Namun, pada ukiran  prestasi buat negaranya, dirinya cukup puas dengan pencapaian Copa Amerika. 

Melawan Saudi kemarin, juga sudah jelas menandai bahwa Messi adalah manusia yang tunduk pada sisi takdir yang tidak mungkin berubah, bahwa usia tak mungkin bohong.  Kita tidak lagi bisa menyaksikan "sihir" memikatnya: double dribbling, pergerakan tanpa bola, kesederhanaan gerakan tapi penuh kelenturan. Sejujurnya, saya sedih ketika parade sepakbola yang menunjukkan masuknya Messi pada hukum ketidakekalan sebuah dominasi diri. Saya sedih ketika berhenti menonton Barcelena karena Messi sudah tidak di sana. Saya sedih juga tidak pernah menonton PSG karena saya tahu di sana sudah bukan Messi yang saya tahu beberapa tahun lalu di Barcelona. 

Saya mungkin perlu merubah keterpikatan  pada sebuah tim, bukan lagi pada Dewanya, tetapi pada totalitas permainan tim, bukan lagi pada "superhero"nya tapi pada "superteam"nya. Karena saya tidak yakin, apakah dalam abad ini akan lahir  Dewa yang membawa "sihir" baru bagi dunia sepakbola. (*)


* Oleh: Hamdan Juhannis Rektor UIN Alauddin 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES