Kopi TIMES

Waspada Pembajakan Potensi Pemuda!

Senin, 14 November 2022 - 15:56 | 84.95k
Muntik A. Hidayah, Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi.
Muntik A. Hidayah, Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Berbicara soal pemuda adalah berbicara soal titik paling kritis dalam rentang usia manusia. Ia adalah masa paling ideal di antara dua kelemahan, yakni masa anak-anak dan masa tua. Semua potensi berada pada kondisi terbaiknya, baik secara tenaga maupun kematangan akal yang membawa pada daya kritis, idealis, serta empati yang tinggi. Oleh karenanya, bukan lagi menjadi pertanyaan bahwa masa depan bangsa ada di pundaknya. Kita juga telah menyaksikan berbagai peristiwa besar Indonesia maupun dunia diprakarsai oleh para pemuda. Sebab itulah memang fungsi dan perannya.

Namun demikian, jika potensi ini tidak berada di tangan yang tepat, diberikan wadah yang mendukung, dan diarahkan sebagaimana mestinya, bukan tidak mungkin para pemuda justru menjadi lahan subur untuk dibajak potensinya bagi yang berkepentingan.

Telah lama kita dengar soal culture strike. Serangan budaya, yang kini makin nyata terasa begitu deras menerpa generasi muda. Dulu kita mengenal 3F, tapi kini serangan itu semakin lebar menjadi 7F: food, fun, fashion, film, free thinking, free sex, dan friction. Pemuda muslim diserbu oleh berbagai serangan dari segala lini kehidupan. Semua ini akan membawa pada setidaknya dua hal. Pertama, menjauhkan generasi muda dari Islam dan mengaburkan jati dirinya sebagai seorang muslim. Kedua, melalui berbagai jalur serangan budaya ini akan menghantarkan pada pembajakan potensi pemuda.

Tidak diragukan lagi bahwa gaya hidup barat semakin masif diaruskan pada generasi muda. Melalui food, fun, fashion, film, free thinking, dan free sex, membuat mereka mempunyai gaya hidup bebas yang jauh dari aturan agama. Belum lagi friction, gesekan yang sengaja dipicu di tengah-tengah kaum muslimin, mengadu domba satu dan lainnya.

Kombinasi dari semuanya akan mengaburkan para pemuda muslim atas hakikat jati dirinya. Mereka hidup bebas dan bahkan tak memahami makna kehidupan. Terjerumus pada gaya hidup hedonis, seolah hidup hanya untuk mencari kesenangan semata. Memenuhi hawa nafsu dan jauh dari rambu-rambu agama. Hidup tanpa memahami hakikat penciptaannya.

Selain menjauhkan generasi muda dari Islam, berbagai jalur serangan budaya ini juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk memuluskan pembajakan potensi pemuda. Tak bisa dipungkiri, gaya hidup liberal (bebas) dan hedonis yang terus diaruskan akan secara otomatis memupuk dalam diri para pemuda sifat konsumerisme. Konsumerisme menurut KBBI online ialah paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya; gaya hidup yang tidak hemat.

Faktanya sudah bertebaran di hadapan. Bagaimana tidak, setiap hari para pemuda disuguhkan kemewahan dan keglamoran di media sosial, dalam setiap gawai yang mereka genggam. Tentu dengan nilai simbol dan slogan-slogan yang begitu kental akan makna kebahagiaan yang materialistis. Seperti ketika bisa mempunyai barang mewah, branded, eksis alias viral, terkenal dimana-mana, outfit kekinian, dan ukuran-ukuran materialistis lainnya.

Inilah kemudian yang menjadi sabuk penghantar pada upaya pembajakan potensinya. Berbagai serangan budaya yang ada sengaja di-setting untuk mendorong anak muda suka dan terus belanja. Selaras dengan hasil survei oleh Credit Karma yang menemukan hampir 40% milenial menghabiskan uang yang tidak dimilikinya dan terlilit utang demi gaya hidup dan hubungan sosial (5/4/2018).

Pada ujungnya, kita akan mendapati bahwa para pemuda dibajak potensinya untuk kepentingan ekonomi, menggerakkan roda perekonomian. Padahal sejatinya, potensinya yang begitu besar sebagaimana telah disebutkan di awal adalah modal penting yang akan menentukan wajah dunia di masa mendatang.

Kita tentu masih ingat akan fenomena yang beberapa waktu lalu berhasil menyedot perhatian publik. CFW alias Citayam Fashion Week, tongkrongan anak muda pinggiran yang kemudian berubah menjadi ajang berlenggak-lenggok memamerkan fashion di tengah jalanan padat. Kita juga telah menyaksikan berbagai peristiwa terkait CFW terjadi. Dari kedatangan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil, para public figure yang juga tidak ketinggalan ikut meramaikannya, hingga peristiwa pembubarannya. Meski kini telah dibubarkan, kehadiran penguasa dan para artis berhasil menjadi angin segar bagi fenomena ini, seolah menjadi pembenaran atas apa yang tengah berlaku di sana.

Jika kita perhatikan dengan seksama, sejatinya ajang fashion ini merupakan contoh nyata dari serangan budaya dan pembajakan potensi pemuda sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Dari ajang pinggiran ini menyeruak ide kebebasan yang begitu kental. Atas nama kreativitas mereka bebas berpakaian pun berperilaku. Tak sedikit laki-laki yang berpapakaian dan bergaya bak perempuan, pun sebaliknya. Tak luput isu LGBT yang juga menjadi sorotan netizen. Dari sana pula, mereka akan didorong untuk terus memperbarui fashion dan outfit-nya. Merogoh kantong kecil mereka demi tetap eksis di tengah kondisi yang tidak semestinya.

Ini baru satu fenomena, sedangkan yang lainnya tidak kurang terpampang di depan mata kita. Sungguh, generasi muda kita sedang dibajak oleh sebuah cara pandang yang tengah berlaku di dunia, kapitalisme. Menjadikan materi sebagai poros kehidupan, yang meniscayakan untuk memerah setiap potensi cuan yang ada, tak luput generasi muda. Kemudian kucuran keuntungan demi keuntungan akan terus mengalir pada mereka, para penguasa modal. 

Sudah saatnya generasi muda menyadari hal ini, lantas segera melepaskan diri dari jerat pembajakan potensi. Kembali kepada jati dirinya dan mengoptimalkan setiap potensi yang melekat padanya untuk membawa pada perubahan nyata perbaikan kondisi dunia. Wahai pemuda, inilah saatnya untuk reposisi dan revitalisasi peran kita! Wallahua’lam bish-showaab.

***

*) Oleh: Muntik A. Hidayah, Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES