Kopi TIMES

Muhammadiyah Sedang Tak Baik-baik Saja

Rabu, 09 November 2022 - 08:18 | 79.43k
Moh Ramli Mahasiswa S2 Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) 
Moh Ramli Mahasiswa S2 Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) 

TIMESINDONESIA, JAKARTA – JUDUL "Muhammadiyah Sedang Tak Baik-baik Saja" di atas berangkat dari sentilan Buya Anwar Abbas di acara Media Gathering, Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022) malam kemarin.

Salah satu Ketua PP Muhammadiyah itu mempertanyakan, mengapa tak ada wartawan yang mengkritik Muhammadiyah dan hanya banyak mempersembahkan pujian-pujian yang dilontarkan dalam acara tersebut.

"Sudah setumpul itukah wartawan saat ini. Mengkritik Muhammadiyah saja tidak berani, apalagi mengkritik pemerintah" demikian kira-kira kata Wakil Ketua MUI Pusat itu. Kami wartawan, hanya krik-krik saja, alias diam cengar-cengir.

Kami, atau paling tidak saya, wartawan yang ikut serta dalam acara Media Gathering, di Kantor PP Muhammadiyah itu merasa sangat malu sekaligus bertanya-tanya akibat pernyataan "pedas" Buya Anwar Abbas tersebut.

Malu karena dalam diskusi tersebut memang mayoritas wartawan hanya memberikan puji-pujian dan apresiasi terhadap kinerja Muhammadiyah. Setidaknya dalam kurun waktu kepemimpinan Buya Haedar Nashir.

Apa benar wartawan atau media tanah air kini sudah tumpul? Jawabannya: sedihnya memang begitu. Media kini tak lebih dari hanya sebagai promotor dari kebijakan-kebijakan pemerintah saja, atau bahkan kalau tak mau dibilang sebagai penjilat. Ya, karena mengapresiasi memang kerja dari seorang penjilat, bukan?

Lalu bertanya-tanya, karena saya pribadi menilai, bukankah tokoh-tokoh Muhammadiyah belakangan ini juga tak lantang atau bahkan "adem ayem" soal kritiknya terhadap pemerintah? Apakah takut, sungkan, saya juga tidak paham.

Frasa amar ma'ruf nahi munkar yang kerap di dengung-dengungkan oleh organisasi yang didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan ini, saya menilai hanya tinggal amar ma'rufnya saja. Tetapi tak mampu, atau bahkan tak berani ber-nahi munkar. Pendek kata, dewasa ini Muhammadiyah hanya piawai dalam menyuruh berbuat baik saja, sementara melarang berbuat yang jahat di negeri ini begitu sangat ciutnya.

Sebagai pemuda perserikatan, saya amat terkesan dan bahagia karena Muhammadiyah hingga saat ini terus konsisten membangun bukan hanya untuk Indonesia saja, tetapi juga untuk dunia. Internasionalisasi Muhammadiyah, demikian sering diucapkan.

Terbaru misalnya, Muhammadiyah berhasil mendirikan universitas pertama di Malaysia, yang diberi nama Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM). Juga, sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah di Australia, Muhammadiyah Australia College (MAC), juga resmi mendapatkan izin operasional. 

Hebat bukan main bukan? Beberapa pemerhati menyatakan, saat ini memang tak ada organisasi Islam yang kontribusinya dalam pembangunan sebesar dan melebihi Muhammadiyah.

Namun bagi saya, akan lebih membahagiakan dan subtansial jika Muhammadiyah tak hanya melakukan kerja-kerja pembangunan. Tetapi lupa pada fungsi sebagai kontrol bagi pemerintah. 

Jika pemerintah melakukan kesalahan dalam kebijakan yang hingga akhirnya merugikan masyarakat banyak, tak merasa bersalah dan berdosakah Muhammadiyah? Bukankah itu termasuk dalam ranah nahi munkar? Kalau kebijakan-kebijakan rusak lalu aplikasikan akibat pemerintah yang kurang kontrol, lalu apa arti sebuah pembangunan masif yang dilakukan oleh organisasi yang sudah lebih satu abad tersebut di sana-sini?

Sekolah, Universitas, Pondok Pesantren, Rumah Sakit, dan lainnya sekejap waktu bisa dibangun dengan uang. Namun keberanian menyuarakan suara masyarakat yang galau, sedih, takut, merasa terancam, amatlah susah karena itu melawan arus dan serat akan tekanan. Demikian hal itu yang kini mesti direnungkan setidaknya oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah.

Rindu Buya Syafii Maarif 

Setelah merasakan kegalauan di atas, saya merasa; ko rindu sekali ya pada Buya Ahmad Syafii Maarif. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu meninggal dunia pada Jumat (27/5/2022) lalu di RSU PKU Muhammadiyah, Gamping, Kabupaten Sleman.

Saat hidupnya, pada wajah Buya Ahmad Syafii Maarif, saya benar-benar melihat ada "roh" Muhammadiyah di dalamnya. Hingga masuk masa senjanya pun, ia tak takut berbicara dengan lantang, mengkritik habis pemerintah. Tak takut menulis tuntas kesalahan-kesalahan berpikir yang telah diberbuat oleh rezim dan politikus-politikus culas.

Semasa hidupnya, anak muda Muhammadiyah seperti saya sering disuguhkan tulisan-tulisan dari "Pendekar dari Chicago" itu. Tanpa rasa takut dan rasa sungkan. Pada diri Buya Syafii Maarif, kebenaran seperti air deras, yang harus selalu kucurkan pada tempat-tempat yang kotor di pemerintah atau pun di masyarakat. Sebagai bentuk ikhtiar pembersihan dan merawat Indonesia agar tetap beradab.

Adakah kini tokoh yang sekeras dan seberani Buya Syafii Maarif di Muhammadiyah? Pada akhirnya, saya harus optimis, saya berdoa, ke depan semoga ada Buya Syafii Maarif-Buya Syafii Maarif yang baru, tubuh subur di Perserikatan Muhammadiyah. Atau bahkan, para tokoh-tokoh yang ada saat ini sadar untuk meneladani murid dari Fazlur Rahman tersebut. Lalu menjadi legacy mental untuk generasi selanjutnya.

Tanggal 18-20 November nanti, Muhammadiyah akan menyelenggarakan Muktamar ke-48 di Surakarta, Jawa Tengah. Saya berharap, setelah itu tokoh-tokoh Muhammadiyah, khususnya 13 nakhodanya yang terpilih akan mampu bergerak dan melakukan fungsi Perserikatan Muhammadiyah dengan semestinya. 

Setidaknya menirukan semangat dari Buya Syafii Maarif tersebut. Jadi kontrol ketat dari pemerintah. Kalau bisa, Perserikatan Muhammadiyah menggantikan peran DPR yang sudah digaji puluhan juta tiap bulannya itu, namun hanya jadi tukang stempel kebijakan-kebijakan dari pemerintah saja itu. Demikian. 

Selamat Ber-Muktamar yang ke-48 Muhammadiyah-ku. (*)

*) Oleh: Moh Ramli Mahasiswa S2 Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES