Peristiwa Daerah

Menengok Struktur Jembatan Kahuripan Malang yang Sudah Berdiri 100 Tahun dan Jadi Cagar Budaya

Rabu, 08 Mei 2024 - 17:58 | 16.57k
Jembatan Kahuripan Malang yang jadi bangunan cagar budaya Kota Malang. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
Jembatan Kahuripan Malang yang jadi bangunan cagar budaya Kota Malang. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Selain bangunan bersejarah, ada beberapa struktur bangunan di Kota Malang yang memiliki nilai yang sangat tinggi pada masanya. Salah satunya seperti struktur Jembatan Kahuripan Malang. Struktur Jembatan yang ada di Jalan Kahuripan ini akhirnya ditetapkan menjadi Bangunan Cagar Budaya oleh Pemkot Malang pada 2018 lalu.

Jembatan Kahuripan berada pada kawasan pemukiman padat penduduk. Jembatan ini membelah Sungai Brantas, menghubungkan antara Kawasan Kayutangan (Jalan Semeru atau Smeroe Straat) dengan Kawasan Alun-Alun Bunder Kota Malang. Jembatan Kahuripan merupakan jembatan yang dibangun pada zaman kolonial.

Konon, konstruksi untuk bahan bangunan jembatan ini langsung didatangkan dari Belanda dan desain rancangan yang mengadaptasi desain jembatan di Belanda dengan material batu kali.

Jembatan Kahuripan memiliki panjang 40m dan terdapat jalur pejalan kaki di samping kanan dan kirinya. Jembatan didesain memiliki pagar beton dengan ketinggian 1m dan adanya tiang lampu dengan ketinggian 4,30m.

Konstruksi jembatan Kahuripan menggunakan konstruksi beton dengan pondasi yang disusun dari batu kali dan di dalamnya memakai struktur besi cor baja. Terdapat tiga kolom pondasi, yang memiliki bentuk berbeda. Selain itu, terdapat dua pondasi yang menopang jembatan ini, yaitu di sisi timur dan barat jelmaban. Kedua pondasi jembatan Kahuripan memiliki lubang berbentuk lengkung setengah lingkaran. Ini merupakan salah satu ciri khas dari arsitektur jembatan kolonial.

Sejarah Jembatan Kahuripan

Pada tahun 1920-an dibangun tiga jembatan beton melintas Brantas, yaitu jembatan Splendid, Kahuripan dan Kota Lama (Jl. Muharto). Jembatan kahuripan adalah jembatan penghubung Jl. Semeru dan Jl. Kahuripan. Jembatan ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan prasarana warga sekitar. Jembatan ini tidak terlalu panjang tapi cukup luas pada masanya. Melihat usianya jembatan kahuripan harusnya menjadi salah bangunan yang dilestarikan oleh Pemerintah Kota Malang.

Jembatan-Kahuripan-2.jpg

Jembatan Kahuripan sama seperti Jembatan Majapahit, berada pada kawasan yang bisa dibilang "elit", yang dibangun melalui rencana perluasan kota kedua (Bouwplan II) yang diputuskan oleh Dewan Kota pada tanggal 20 April 1920 (Staadsgemeente Malang 1914-1939). Daerah tersebut dinamakan sebagai Gouverneur-Generaalbuurt dengan luas 15.547 meter persegi.

Rencana itu baru direalisasikan dua tahun kemudian. Sebagai daerah pusat pemerintahan yang baru, perluasan Bouwplan II ini direncanakan dengan baik. Daerah ini yang kini dikenal dengan sebutan Alun-Alun Bunder. Di sekitar Alun-Alun Bunder tersebut kemudian dibangunlah berbagai bangunan resmi dan monumental, seperti Gedung Balaikota Malang, Hotel Splendid, sekolah HBS/AMS (sekarang SMA Negeri Tugu), rumah tinggal panglima militer dan sebagainya.

Lingkungan baru tersebut terletak di sebelah timur Sungai Brantas yang membuat sungai yang awalnya sebagai batas paling timur kota akhirnya berada di tengah kota setelah adanya Bouwplan II. Karsten sempat mengkhawatirkan terpisahnya pusat kota dengan pusat pemerintahan itu akan menimbulkan perpecahan di Kota Malang.

Kemudian, dilakukanlah upaya untuk menghubungkan kedua alun-alun ini demi menghindari adanya kesan dua pusat pada satu kota. Sayang sekali, fakta mengatakan bahwa usaha tersebut tampaknya kurang berhasil, karena dari Alun-alun Bunder ke Alun-alun kota atau sebaliknya tidak bisa ditempuh secara langsung dalam satu jalur. Dari Alun-alun Bunder orang harus melalui Riebeeckstraat (sekarang Jalan Kahuripan) dahulu, kemudian ke Jalan Kayutangan, barulah sampai ke Alun-alun Kota.

Gouverneur-Generaalbuurt sebagai hasil nyata dari Bouwplan II, jalan-ajalannya memakai nama gubernur jendral pada masa Hindia Belanda yang terkenal, seperti Daendels Boulevard (sekarang Jalan Kertanegara), Van Imhoff straat (sekarang Jalan Gajahmada), Speelman straat (sekarang Jalan Mojopahit), Maetsuucker straat (sekarang Jalan Tumapel), Riebeeck straat (sekarang Jalan Kahuripan), Van Oudthoorn straat (sekarang Jalan Brawijaya), Idenburg straat (sekarang Jalan Suropati), Van den Bosch straat (sekarang Jalan Sultan Agung), Van Heutz straat (sekarang Jalan Pajajaran), dan van der Capellen straat (sekarang Jalan Sriwijaya).

Sedangkan Alun- alun Bundernya sendiri pada waktu itu dinamakan sebagai Jan Pietersoon Coen Plein (sekarang menjadi Alun-alun Tugu). Jembatan Kahuripan merupakan salah satu jembatan yang telah berusia di atas 50 tahun. Dan menurut Undang-Undang Nomor 11 taun 2010 tentang Cagar Budaya, jembatan ini masuk ke dalam salah satu konstruksi Cagar Budaya yang perlu dilestarikan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES