Peristiwa Nasional

Wiranto: Perppu yang Baru Tidak Untuk Membatasi Kebebasan

Rabu, 12 Juli 2017 - 16:02 | 47.64k
Menko Polhukam dan Menkominfo dalam konferensi pers, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (12/7). (Foto: Setkab)
Menko Polhukam dan Menkominfo dalam konferensi pers, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (12/7). (Foto: Setkab)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017.

Pada hari yang sama, Perppu tersebut telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Dalam sebuah pernyataan pers di kantornya Rabu (12/7) siang, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menyatakan bahwa penerbitan Perppu tidak bermaksud untuk mendiskreditkan Ormas Islam, apalagi masyarakat Muslim yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia.

“Pemerintah mengharapkan masyarakat untuk tetap tenang dan dapat menerima Perppu ini dengan pertimbangan yang jernih, karena Perppu ini tidak bermaksud untuk membatasi kebebasan Ormas, bukan tindakan kesewenang-wenangan, tetapi semata-mata untuk merawat persatuan, kesatuan dan eksistensi Bangsa,” kata Wiranto seperti ditulis pada laman setkab.go.id.

Pemerintah, lanjutnya, menilai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 telah tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, baik dari aspek substantif terkait dengan norma, larangan dan sanksi serta prosedur hukum  yang ada.

Didampingi Menkominfo Rudiantara, Wiranto menunjuk contoh tidak terwadahinya asas hukum administrasi contrario actus dalam Undang-Undang tersebut, yaitu asas hukum bahwa lembaga yang mengeluarkan izin atau yang memberikan pengesahan, adalah lembaga yang seharusnya mempunyai wewenang untuk mencabut atau membatalkannya.

Selain itu, menurut Menko Polhukam, pengertian tentang ajaran dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila dalam Undang-Undang tersebut, dirumuskan secara sempit, yaitu hanya terbatas pada ajaran Atheisme, Marxisme dan Leninisme. “Padahal sejarah Indonesia membuktikan bahwa ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan dan bertentangan dengan Pancasila,” ujarnya.

Karena itu, tegas Wiranto,  berdasarkan Keputusan MK Nomor 139/PUU-VII/2009, yaitu keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang, dan Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai, serta kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, maka pemerintah memandang perlu mengeluarkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Menurut data yang ada, jumlah ormas di Indonesia telah mencapai 344.039 yang telah beraktivitas di segala bidang kehidupan, baik dalam tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

Diantara ormas tersebut diduga masih ada ormas yang kegiatannya dianggap atau dinilai bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani
Sumber : Setkab

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES