Peristiwa Daerah

Dakwah Syaikh Siti Jenar di Blambangan Tahun 1467 dan 1490

Sabtu, 24 Juni 2017 - 11:43 | 237.70k
ILUSTRASI - Syaikh Datuk Abdul Jalil atau Syeh Siti Jenar. (Foto : Istimewa)
ILUSTRASI - Syaikh Datuk Abdul Jalil atau Syeh Siti Jenar. (Foto : Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pesan Para Rshi dan Wali Tanah Jawa, Syaikh Datuk Abdul Jalil (Syeh Siti Jenar) menyadari bahwa usahanya untuk melakukan pembaharuan di Jawa Dwipa masih sangat panjang. Maka dia melakukan cara lain untuk membentengi umat.

Dia mengumpulkan murid-muridnya untuk mencatat dan menuliskan cerita, dongeng, adab, tembang, dan ajaran jalan hidup yang berdasarkan adwaya atau peng-esa-an Tuhan. Karya merekalah yang kelak akan digunakan untuk memperkuat nilai-nilai baru yang telah ditebarkannya, yaitu nilai-nilai baru berdasarkan penghormatan dan keseimbangan yang bakal menggantikan nilai-nilai lama yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan perubahan.

Kemudian berbagai naskah itu diubah menjadi berbentuk tembang, baik itu Smaradhana, Sinom, Lambang, Durma, Pangkur, Pucung, Gambuh, Kinanthi, Dangdang Gendis, dan Megatruh. Kemudian paman canggah menmen (tukang-tukang dongeng keliling), disebarkan untuk mempopulerkan tembang-tembang yang berisi hikmah dan nasihat itu.

Syaikh Datuk Abdul Jalil sendiri menggubah sebuah syair tembang "He Dayohe Teko" yang memperingatkan bahwa Palihan Nagari harus segera dilaksanakan karena tak lama lagi Nagara Jawa beserta negeri-negeri Dirgantaranya (Nusantara, Desantara, dan Dwipantara), bahkan Yawana dan Jenggi juga akan kedatangan tamu tak diundang. Musuh yang datang atas nama mitra dagang, namun membawa senjata perang yang mematikan.

Lirik Dayohe Teko adalah;
He… Dayohe Teko…
He… Gelarno Kloso…
He… Klasane Bedah…
He… Tambalen Jadah…
He… Jadahe Mambu…
He… Pakakno Asu…
He… Asune Mati…
He… Guwak neng Kali…
He… Kaline Banjir…
He… Guwak neng Pingger…

Kunjungan kedua Syaikh Datuk Abdul Jalil ke Blambangan

Pada tahun 1490, Syaikh Datuk Abdul Jalil yang sudah sepuh kembali berkunjung ke Balumbung yang saat itu telah merdeka manjadi Kerajaan Blambangan dipimpin Menak Bima Koncar (cucu Menak Sopal) di Kutha Lamajang. Dia mengunjungi desa-desa yang dahulu pernah dibukanya.

Sejalan dengan perkembangan jaman di daerah-daerah itu telah banyak datangi oleh murid Syaikh Datuk Abdul Jalil untuk menimba ilmu kepadanya. Para santri dan pengikut Syaikh Datuk Abdul Jalil ini menetap dan disebut Kaum Lemah Abang.

Selama di wilayah Lemahbang, Syaikh Datuk Abdul Jalil menyukai Sego Cawuk yang disuguhkan oleh raden Bimanabrang Wijaya, Mangkubhumi kedua di Lemahbang pengganti Ki Gede Banyuwangi. 

Syaikh Datuk Abdul Jalil juga memperkenalkan sistem Garage (Negara Gede) yaitu cara memilih seorang Adipati oleh para Ki Gede atau Ki Ageng.

Ki Gede atau Ki Ageng dan Ki Lurah itulah yang mewakili rakyatnya untuk bermusyawarah dan memilih seorang Adipati sebagai pimpinan mereka. Sejak itu, seorang Adipati di suatu daerah tidak lagi dipilih oleh raja, namun hasil musyawarah para Ki Gede atau Ki Ageng lah yang memutuskan dan meminta kepada raja untuk menempatkan seseorang dari keluarga raja sebagai pemimpin mereka di suatu kadipaten. (*)

Penulis : Mas Aji Wirabhumi, Komunitas Banyuwangi Tempo Doeloe, Blambangan Kingdom X-Plorer.
Sumber : Suluk Balumbung

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-3 Editor Team
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES