Peristiwa Daerah

Partai Demokrat Bukan Mualaf Pancasila dan Kebhinnekaan

Kamis, 15 Juni 2017 - 23:53 | 30.27k
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono saat menggelar safari ramadhan di Kota Malang. (Foto: Imadudin/TIMES Indonesia)
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono saat menggelar safari ramadhan di Kota Malang. (Foto: Imadudin/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono  menyatakan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, bukannya hal baru bagi partai yang dipimpinnya. 

Oleh karena itu, ia mengaku tersinggung jika partai yang dipimpinnya disebut sebagai pendatang baru ataupun mualaf dalam kepancasilaan dan kebhinekaan.

"Akhir-akhir ini Indonesia tengah membicarakan isu tentang Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Saya tersinggung jika Demokrat dipandang new comer dalam kepancasilaan dan kebhinekaan," kata SBY dihadapan ratusan kader Partai Demokrat dalam Safari Ramadan di Kota Malang, Kamis (15/6/2017).

Menurutnya, Pancasila dan kebhinnekaan bukan pula sesuatu yang asing. Diawali dari lahirnya Partai Demokrat pada 9 September 2001, yang diiringi Manifesto Partai Demokrat. Dalam manifesto itu, SBY menyatakan, secara tegas dan jelas mencantumkan Pancasila adalah dasar dan asas Partai Demokrat dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi sendi dan pilar partai.

"Saya ingatkan kembali, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, berada dalam hati dan pikiran, dan sungguh dijalankan dalam kehidupan yang nyata, dan merupakan nilai dasar partai," terangnya. 

Selain itu, pada kesempatan ini, SBY juga menyampaikan sila pertama dalam Pancasila saat ini menjadi polemik tersendiri dalam kehidupan berbangsa Indonesia. Karena itu tak sedikit masalah keagamaan yang memicu sebuah konflik berkepanjangan yang seharusnya tak terjadi dan dihindari. 

"Seluruh masyarakat Indonesia memiliki tanggungjawab besar dalam menciptakan masyarakat yang lebih religius," tambahnya.

Suami dari Ani Yudhoyono ini juga menyampaikan, ada lima persoalan yang patut diwaspadai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Kelima masalah tersebur meliputi, kehidupan beragama, meletakkan agama sebagai nilai atau value bukan sekedar simbol, meningkatkan kerukunan antar umat beragama, meningkatkan sikap dan perilaku yang toleransi dan ketenggangrasaan, serta bagaimana mengelola dampak buruk dari sebuah pemilihan politik.

"Lima permasalah ini rawan memecah-belah bangsa, karena itu seluruh masyarakat harus segera diatasi bersama," tandasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES