Pendidikan

Ribuan Guru Madin Tolak Permendikbud 5 Hari Sekolah

Rabu, 14 Juni 2017 - 14:33 | 64.05k
Unjuka rasa Ribuan tenaga pendidik dan pengajar dari Madrasah Diniyah,TPQ se Kabupaten Pasuruan. (Foto: Robert/TIMES Indonesia)
Unjuka rasa Ribuan tenaga pendidik dan pengajar dari Madrasah Diniyah,TPQ se Kabupaten Pasuruan. (Foto: Robert/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ribuan tenaga pendidik dan pengajar dari Madrasah Diniyah, TPQ, lembaga pendidikan Ma'arif NU dan persatuan guru Nahdlatul Ulama (NU)se-Kabupaten Pasuruan, dan sejumlah tokoh ulama, pimpinan pondok pesantren (ponpes), pengurus NU Kabupaten Pasuruan serta para santri, memadati halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (14/6/2017) sekitar pukul 10.00 Wib.

Kedatangan ribuan massa tersebut, untuk menyampaikan aspirasi penolakan mereka terkait peraturan pemerintah melalui Permendikbud no 23 tahun 2017, yang akan memberlakukan jam sekolah selama 5 hari dalam seminggu.

Sejumlah massa santri nampak membawa poster berisikan penolakan terhadap kebijakan itu. Kami menolak keras Permendikbud tersebut, karena akan mematikan pendidikan non formal seperti Madin dan TPQ serta Ponpes. Presiden Jokowi harus segera mencabut Permendikbud ini," tegas KH.Mudjib Imron, selaku Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU Kabupaten Pasuruan dalam orasinya.

demo-modinH8Rio.jpg

Bahkan secara lantang, pimpinan Ponpes Al-Yasini, Areng-areng-Wonorejo, Kabupaten Pasuruan itu, meminta Mendikbud Muhadjir Effendy tidak membuat gaduh sistem pendidikan di Indonesia. "Itu menteri jangan bikin gaduh terus! Dulu baru dilantik, sudah bikin gaduh dengan kebijakan FullDay School. Sekarang sistem 5 hari sekolah, dikaji dulu. Bisa nggak diterapkan di seluruh daerah," tandas KH.Mudjib Imron.

Seperti diketahui, khazanah di pesantren dan sejumlah daerah yang pada umumnya siswa belajar di sekolah umum pada pagi hari, sedangkan siang hingga sore di Madrasah Diniyah dan TPQ.

Bahkan di Kabupaten Pasuruan telah diterapkan Perda wajib Madin sehingga waktu belajar yang terlampau padat bagi siswa usia tertentu malah akan berpotensi membuat stres, tidak siap mental, dan frustasi belajar dan mematikan model-model pembelajaran yang telah ada.

demo--modinHTtE.jpg

"Pendidikan madrasah, ponpes dan ngaji itu sudah ada sejak sebelum NKRI merdeka, sebagai pembelajaran moral serta akhlak. Kok mau digeser-geser," kata KH Mudjib Imron.

Selanjutnya massa aksi membacakan pernyataan sikap dan penolakan terhadap Permendikbud No.23 tahun 2017 itu.

Pernyataan sikap tersebut kemudian diserahkan ke Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Sudiono Fauzan yang didampingi sejumlah ketua Fraksi.

Para kiai juga mendesak agar pernyataan sikap tersebut segera disampaikan ke pemerintah pusat.

"Kami berjanji akan segera menyampaikan aspirasi para ulama dan guru madin serta pesantren ini. Kami akan segera mengirim surat ke Presiden dan DPR-RI," ujar Sudiono Fauzan. Aksi kemudian ditutup dengan Istighosah. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES