Ekonomi Jelang Hari Kemenangan

Tradisi Baju Baru, Kain Tenun Khas Lamongan Laris Manis

Selasa, 13 Juni 2017 - 14:03 | 118.86k
Penenun di Desa Parengan, Kecamatan Maduran, sedang tekun mengerjakan pembuatan tenun ikat, Selasa (13/6/2017). (Foto: Ardiyanto/TIMES Indonesia)
Penenun di Desa Parengan, Kecamatan Maduran, sedang tekun mengerjakan pembuatan tenun ikat, Selasa (13/6/2017). (Foto: Ardiyanto/TIMES Indonesia)
FOKUS

Jelang Hari Kemenangan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tradisi umat muslim yang selalu mengenakan pakaian baru saat merayakan Hari Raya Idul Fitri, menjadi berkah tersendiri bagi pengrajin tenun ikat di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Terbukti, order yang mereka terima dari sejumlah pemesan meningkat hingga lebih 100 persen.

Salah satu pengrajin yang kebanjiran order yakni Harun Baihaki. Pemilik rumah produksi tenun ikat di Desa Parengan, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan. Dari order yang semula tak lebih dari 800 lembar kain tenun ikat, saat ini melonjak hingga 1500 lembar.

“Ramadhan menjelang lebaran meningkat kali lipat, sehari bisa 1500 potong, melebihi hari biasa yang hanya 700-800 potong kain,” kata Harun, Selasa (13/6/2017).

PenenunucWoH.jpg

Peningkatan pesanan mulai terjadi sejak awal bulan Ramadhan. Menurut Harun, peningkatan order saat ini tidak hanya dari Jatim atau Pulau Jawa. Namun sudah merambah ke luar Pulau Jawa hingga luar negeri.

“Jelang lebaran ini pembelinya dari Lamongan sendiri dan kabupaten sekitar. Banyak juga dipesan hingga Saudi, Iran, Mesir, dan Sudan,” ujarnya.

Untuk memenuhi seluruh order yang didapatkan, Harun mengaku mempekerjakan puluhan karyawan. Ia menempatkan, paling banyak dibagian penenun, karena dibagian itu menjadi kunci kualitas tenun ikat.

Menurutnya, proses pembuatan kain tenun ikat khas Lamongan ini cukup lama, karena pembuatan masih mengunakan alat tenun tradisional, sehinga hasilnya lebih baik dibanding buatan pabrik.

“Pertamanya di benangnya dan kedua tingkat kerumitan pembuatannya,” tutur Harun.

Produksi kain tenun ikat yang merupakan warisan leluhurnya ini dapat dimanfaatkan untuk sejumlah keperluan. Harun mengatakan, kain tenun ikat menjadi bahan dasar sarung, dan bahan dasar pakaian dijual dengan harga bervariatif.

Menjahitt9H6C.jpg

“Harganya 125 ribu rupiah sampai 1 juta rupiah per potong,” ucap Harun.

Harga yang ditawarkan sepintas lebih mahal dari kain jenis lain dengan ukuran yang sama. Meski begitu harga itu sesuai kualitas yang ada, kain tenun ikat memiliki ciri khas tersendiri dengan adanya ikatan benang dengan membentuk motif-motif tertentu.

“Kain yang paling diminati jenis dogi sama basoka,” kata dia.

Apalagi, di rumah produksi kain tenun ikat milik Harun ini juga memproduksi kain tenun ikat dengan motif khas Lamongan, yakni motif Bandeng Lele. “Kualitasnya di sini bagus, motif bandeng lele,” ujar salah satu pembeli Dewi Putri Angraeni.

UKMxJmzN.jpg

Adanya motif Bandeng Lele tak sedikit pula pembeli yang menjadikannya sebagai cinderamata khas dari Lamongan. “Sering ke sini, motifnya bagus, kainnya juga berkualitas, harganya lumayan tapi masih terjangkau,” ucapnya.   

Namun, sebagian besar pembeli, datang ke rumah produksi kain tenun Ikat menjelang Lebaran ini akan memanfaatkannya dijadikan baju. “Saya mau buat baju Lebaran,” tuturnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES