Pendidikan

Usia 27 Tahun, Akhmad Syahri Raih Doktor di UIN Maliki

Sabtu, 20 Mei 2017 - 00:30 | 129.12k
Akhmad Syakhri, peraih gelar Doktor termuda di UIN Maliki Malang. (Foto: Ferry/TIMES Indonesia)
Akhmad Syakhri, peraih gelar Doktor termuda di UIN Maliki Malang. (Foto: Ferry/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Akhmad Syahri, mahasiswa asal Cirebon, Jawa Barat berhasil meraih gelar Doktor pada usia 27 tahun. Pria kelahiran 28 Maret 1990 ini mencatatkan diri sebagai Doktor termuda sepanjang sejarah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang berdiri.

Syakhri, sapaan akrabnya, mampu menyelesaikan studi doktoral (S-3) bidang Pendidikan Agama Islam dalam waktu tiga tahun. Dia pun menjadi doktor yang pertama lulusan program studi PAI Berbasis Studi Interdisipliner (PAI-BSI) UIN Maliki.

Di hadapan para dosen penguji, Syakhri mempertahankan Disertasi berjudul "Pendidikan Karakter Berbasis Sistem Islamic Boarding School di SMA Islam Terpadu Al-Multazam Kuningan dan MA Husnul Khotimah Kuningan". Ujian yang berlangsung Rabu (11/5/2017) berbuah manis. Dia berhasil meraih nilai A dan lulus dengan predikat cumlaude.

Ditemui di kampus pascasarjana UIN Maliki, Malang, Jawa Timur, dia mengungkapkan kunci sukses yang diraihnya, bukan sekadar kecerdasan namun diperlukan strategi yang tepat.

"Strateginya istiqomah, shalat malam jangan lupa, shalat dhuha jangan lepas. Selain berusaha, tetap istiqomah," ucapnya saat ditemui TIMES Indonesia, beberapa waktu lalu. 
 
Syakhri pun rutin mengerjakan disertasi setiap hari dengan menerapkan kewajiban 'satu hari satu halaman'. Dia selalu  menuliskan hal-hal yang terkait dengan topik penelitiannya. Cara ini dinilainya berhasil apabila suatu saat diperlukan, apalagi seusai berkonsultasi dengan para dosen pembimbing. Dia berusaha konsisten dengan tidak menunda kewajiban merevisi laporannya. 

Keberadaan dosen pembimbing berperan dalam membangun kecerdasan intelektual dan mentalnya. Saat muncul rasa malas, di situlah dia merasakan suntikan energi setelah bertemu dengan dosen pembimbing.

"Istilahnya tidak ada terus rajin, pasti ada malas juga. Namun ketika bertemu dosen pembimbing, dan berdiskusi, semangat timbul kembali," tutur pria yang masih lajang ini.

Ada beberapa aturan yang wajib dipenuhi dalam penyusunan laporan disertasi, seperti penggunaan referensi dari jurnal ilmiah internasional sebanyak 100 jurnal. Pustaka yang dikutip pun, kata dia, setidaknya merupakan karya ilmiah dari penulis bergelar doktor.

Dukungan teknologi komunikasi dan informasi turut memudahkannya berkonsultasi dengan dosen. Atas kemauan kuat dan berbagai faktor pendorong maupun pendukung ini, lulusan IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini berhasil meraih gelar doktor di usia relatif muda.

H.M Mujab MA PhD sebagai dosen pembimbing sekaligus penguji, menilai penelitian Syakhri relevan dengan kebutuhan terhadap pengembangan pendidikan karakter Islami. Karya Syakhri pun diuji oleh para dosen yang memang ahli, salah satunya Prof Dr H Ibrahim Bafadhal MPd. 
   
Menurut Mujab, kehadiran Ibrahim sebagai penguji utama cukup tepat. Pengalaman sebagai Direktur Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan era M Nuh semakin memperkaya keilmuan. 

Dalam penelitiannya, Akhmad Syahri meneliti tentang pendidikan karakter berbasis sistem Islamic Boarding School. 

"Intinya dalam pendidikan karakter tidak cukup hanya di dalam kelas saja. Harus ada asrama, alam untuk mengekspresikan kegiatan anak dan sebagainya," terangnya.

Kesuksesan Syakhri tentu tidak lepas dari peran besar orangtua yang selalu mendukung. Kini, keinginannya menjadi dosen segera terwujud. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES