Kopi TIMES

Arus Balik Gerakan Buruh

Minggu, 30 April 2017 - 13:22 | 48.75k
Noer Yadi Izzul Haq, Mahasiswa Majister UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Grafis: TIMES Indonesia)
Noer Yadi Izzul Haq, Mahasiswa Majister UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – 1 MEI menjadi momentum peringatan Hari Buruh Internasioal yang dilaksanakan oleh berbagai negara - dunia, termasuk Indonesia.  Peringatan hari buruh (May Day) ini merupakan refleksi atas peristiwa besar pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat melakukan demonstrasi besar-besaran menuntut pengurangan jam kerja, yang sebelumnya 19 – 20 jam, menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari.

Pada tanggal 4 Mei 1886. Para demonstran melakukan pawai besar-besaran, hingga polisi Amerika menembaki para demonstran, yang berakibat pada tewasnya  ratusan orang, dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati.

Sebelum peristiwa 1 Mei itu, sudah terjadi pemogokan buruh di beberapa negara,  menuntut perlakuan yang lebih adil dari para pemilik modal. Akhirnya, tepat Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa  tanggal 1 Mei  sebagai hari buruh sedunia.

Konon, dalam penuturan sejarah gerakan buruh Indonesia, berawal sejak masa pemerintahan kolonial belanda. Yang berupa serikat guru-guru bangsa Belanda --- Nederland Indies Onderw Genoots (NIOG), berdiri pada tahun 1897. Gerakan buruh inilah, yang mengilhami gerakan buruh berikutnya, seperti Serikat Pegawai Kereta Api (1908). Perkumpulan Bumi Putra Pabean (PBP-1911), Perkumpulan Guru Bantu (1912), Persatuan Pegawai Pegadaian Bumi Putra (PPPB -1914).

Dan  pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, lahirlah Barisan Buruh Indonesia yang berdiri pada tanggal 15 September 1945. Indonesia merayakan peringatan hari buruh sejak tahun 1920, tetapi ketika terjadi peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru, kaum buruh tidak lagi merayakan hari buruh internasional karena dianggap  aktivitas subversif oleh kekuasaan orde baru. Yang dikonotasikan dengan gerakan ideologi komunis penyebab dari terjadinya peristiwa G-30 S-PKI.

Baru, ketika kekuasaan orde baru jatuh, hari buruh kembali dirayakan oleh kaum buruh di berbagai daerah nusantara, hingga saat ini. Tetapi model gerakan buruh ini tetap bersifat normatif. Yakni, hanya menuntut hak dan keadilan kerja bagi para buruh. Akan tetapi semenjak  pemerintahan Presiden Jokowi, ada geliat kilas arus balik gerakan buruh.

Hal ini semakin jelas tatkala gerakan buruh melakukan konsolidasi untuk menyatukan arah politik, tiga organisasi induk serikat buruh terbesar di Indonesia yaitu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), mendeklarasikan Rumah Politik yang dicanangkan sebagai cikal bakal partai politik, pada  kamis 23 april 2015 lalu, setelah sempat pecah pada pemilu presiden 2014.

Kilas arus balik gerakan buruh ini, tidak serta merta terjadi begitu saja, tetapi ada motivasi rasa keprihatinan atas kondisi rakyak Indonesia saat ini. Akibat dari kebijakan pemerintah yang dinilai masih belum jelas terhadap kesejahteraan rakyat, seperti upah layak yang masih berupa janji – janji manis yang tak kunjung nyata, dampak sistemik dari BBM yang naik, tarif dasar listrik yang melambung tinggi, harga elpiji yang menjadi – jadi, sehingga mendorong semua serikat buruh Indonesia untuk mendirikan Rumah Politik sebagai wadah aspirasi alternatif rakyat Indonesia.

Karena dianggap pemerintah tak lagi memperhatikan perjuangan buruh, seperti yang ditegaskan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nena Wea, “ bahwa selama ini gerakan buruh tidak didukung oleh pemerintah pusat dan daerah, sehingga gabungan buruh merasa penting untuk membuat wadah politik yakni partai politik”.

Akankah pemikiran mimpi besar Karl Marx tentang negara sosialis ikut mewarnai dinamika politik bangsa Indonesia? Seperti yang pernah ditulis oleh Nur Sayyid Santoso Kristeva dalam bukunya, Negara Marxis dan Revolusi Proletariat, bahwa manefesto komunis memberikan suatu ikhtisar umum tentang sejarah, dimana menganggap negara sebagai alat kekuasaan kelas dan membawa pada kesimpulan yang tak dapat dihindari bahwa ploretariat (buruh) tak dapat menggulingkan borjuasi (pengusaha) tanpa terlebih dulu merebut kekusaan politik.

Tapi hingga saat ini, geliat gerakan arus balik kaum buruh masih simpang siur di tengah derasnya intervensi dan hegemonik kekuasaan politik. Yang begitu sigapnya perespon dan menjamah jika ada gelagat sebuah gerakan yang dianggap menjadi ancaman bagi tanaman ladang politik transaksionalnya.

Apapun motivasi arus balik gerakan buruh saat ini, harus betul – betul terbangun atas dasar gerakan perjuangan yang murni lahir untuk memperjuangkan kesejahteraan jiwa dan raga seluruh rakyat Indonesia, bukan justru pada akhirnya terjebak pada model politik transaksional yang hanya menambah jumlah daftar partai yang membebani masalah kemelut politik bangsa Indonesia.(*)

* Noer Yadi Izzul Haq, Mahasiswa Majister UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES