Peristiwa Daerah

Sukmawati: Kebhinekaan Indonesia Diuji di Pilkada DKI Jakarta

Selasa, 25 April 2017 - 19:10 | 28.78k
Sukmawati Soekarnoputri, putri Proklamator RI Soekarno, saat ditemui di Museum Bung Karno di Denpasar, Selasa sore(25/04/2017). (Foto Khadafi/TIMES Indonesia)
Sukmawati Soekarnoputri, putri Proklamator RI Soekarno, saat ditemui di Museum Bung Karno di Denpasar, Selasa sore(25/04/2017). (Foto Khadafi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sukmawati Sukarnoputri, putri Proklamator RI Soekarno, menilai kebhinekaan dan keberagaman Indonesia semakin tergerus oleh aliran radikalime yang mengatasnamakan agama.

"Ada catatan sejarah yang mungkin terlupakan dimana ajaran atau ideologi tentang kebhinekaan di Indonesia semakin terlupakan. Ajaran ini semakin memudar sejak era Soeharto. Saya menilainya jika penyebabnya adalah karena kebhinekaan itu tidak sering dirayakan di Indonesia dan jiwa dari kebhinekaan itu tidak sering dikumandangkan," ucapnya saat ditemui saat ditemui di Museum Bung Karno di Denpasar, Selasa (25/04/2017) sore.

Kepada TIMES Indonesia, Sukmawati mengatakan perbedaan ideologi dari berbagai aliran garis keras terus berjalan. Padahal sejarah telah membuktikan bahwa Soekarno telah tegas berbicara bahwa Indonesia tidak bisa menjadi negara Islam.

"Sejak Perayaan Sumpah Pemuda Tahun 1928, Indonesia berikrar bahwa negara ini bukan hanya berasal dari satu golongan agama tertentu. Perjuangan kemerdekaan Indonesia itu bukan hanya dari kelompok etnis tertentu, agama tertentu, tetapi berasal dari semua elemen anak bangsa. Jadi Indonesia ini tidak bisa jadi negara Islam. Kalau ada orang yang ingin memproklamirkan negara Islam, saya pertanyakan itu, dan saya kok heran kenapa ada seperti itu," imbuh perempuan berusia 66 tahun ini.

Adik Megawati Soekarnoputri menambahkan, harusnya seluruh elemen bangsa sadar bahwa ideologi kebhinekaan itu tidak pernah akan mati. 

Lebih jauh, Sukmawati menyampaikan diperlukan kaderisasi dari seluruh elemen bangsa, mulai dari Islam melalui masjid, katolik dan kristen melalui gereja dan seterusnya. Kaderisasi itu harus rutin. Jangan sampai memudarkan jiwa dari Sumpah Pemuda.

"Di masjid harus diajarkan soal persaudaraan, soal kebhinekaan melalui kotbah-kotbah. Begitu juga di gereja, sekolah, lembaga-lembaga lainnya. Indonesia perlu kader bangsa yang setia sepanjang abad. Ini upaya menciptakan rasa persaudaraan yang solid di antara anak bangsa," jelas perempuan kelahiran 26 Oktober 1951 ini.

Sukmawati juga berbicara mengenai Pilkada DKI baru-baru ini. Menurutnya, kebhinekaan Indonesia sedang diuji. Banyak orang Jakarta, orang Betawi asli masih berpikir bahwa pemimpin Indonesia itu harus muslim, bukan dari orang non muslim dan apalagi Tionghoa.

"Sejarah membuktikan bahwa banyak kaum radikal Indonesia yang masih anti terhadap Tionghoa. Mereka beranggapan bahwa orang Tionhoa itu silahkan berdagang, tetapi jangan sibuk dengan urusan politik," ujar perempuan pendiri partai PNI Marhaenis ini.

Selama proses suksesi, hampir seluruh masjid yang berbasiskan islam radikal, dalam kotbahnya secara terang-terangan meminta kepada umatnya agar tidak pilih Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok karena non muslim dan Tionghoa. "Rumah saya dekat masjid. Saya dengar sendiri dalam kotbah jumat tentang ajakan untuk tidak memilih Ahok. Ini berbahaya bagi kebhinekaan Indonesia," ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES