Kopi TIMES

Selamat Hari (Lupa Membaca) Buku

Minggu, 23 April 2017 - 10:45 | 52.55k
Dr. Nurul Badriyah, S.E, M.E (Foto: Dok. TIMES Indonesia)
Dr. Nurul Badriyah, S.E, M.E (Foto: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sesuatu yang kita lupakan, hari ini adalah Hari Buku. Kalau bukan Karena 23 April hari ulang tahun anak saya yang pertama, niscaya saya lupa, tanggal berikut adalah Hari Buku Sedunia. Dengan profesi pendidik tentu saya punya buku. Namun pasti sudah lupa jumlahnya.

Buku yang tertata di rak sebagian sudah berdebu. Sebagian masih baru. Tapi sudah lupa pula, berapa banyak buku yang sudah tuntas dibaca. Berapa buku yang dibaca separuh saja. Hingga buku baru terbungkus plastik, yang sama sekali belum dibaca isinya. Karena kesibukan mencari informasi seolah sudah bisa digantikan.

Perangkat teknologi berbasis internet yang kita agungkan menjadi perpustakaan tak terbatas, dalam waktu 24  jam.

Hari Buku Sedunia, dikenal pula sebagai Hari Hak Cipta Sedunia, merupakan hari perayaan tahunan yang diadakan oleh UNESCO untuk promosi peran membaca, penerbitan, dan hak cipta. Hari Buku Sedunia dirayakan pertama kali pada 23 April 1995.

Sejauh ini, karena dimanjakan oleh gadget kesayangan yang menjadi benda paling canggih di tangan kita, seberapa jauh kita mengenang judul terbaik buku yang kita baca.

Sebagai mahasiswa ilmu ekonomi beberapa tahun lalu, saya selalu teringat buku Perkembangan Pemikiran Ekonomi, karya Sumitro Djojohadikusumo. Buku setebal 429 halaman itu, memberi jendela pemahaman dasar teori dalam ekonomi umum.

Sambil menutup sampul ketika buku usai terbaca, saya menatap foto Pak Mitro berjas hitam, berdasi, di sampul depan; sang Begawan Ekonomi, yang mewarnai cetak biru perekonomian Indonesia.

Buku ekonomi yang lain, tentu masih teringat. Tetapi, seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, terdiri lima jilid 5 buku, karangan Dr. Boediono, tentu tak pernah terlupakan. Sesekali saya tertawa kecil, menatap foto Pak Boediono di sampul belakang; masih muda, berkacamata, yang  kelak di kemudian hari fotonya naik ke atas dinding; berkopiah hitam, sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.

Buku lain tentu ada. Semasa menjadi aktifis pers majalah Indikator di Fakultas Ekonomi, antarteman sering berebut baca buku. Namun, Trilogi novel karangan Josep Bilyarta Mangunwijaya paling saya kenang. Novel itu berurut: Genduk Dukuh edisi pertama, Roro Mendut, edisi kedua dan berakhir pada episode Lusi Lindri.

Novel yang menokohkan perempuan Jawa kuno ini sangat kuat menjadi bahan diskusi ketika masing-masing di antara kami sudah membacanya.

Niscaya budaya baca buku lantas berlanjut diskusi di antara mahasiswa, hari ini terasa tidak ada.

Sebagai pendidik, saya merasakan para mahasiswa yang tidak rajin membaca semakin masif.

Memburu data di internet kerap terburu-buru. Semudah salin dan tempel. Tentu tak cermat membaca. Apalagi berpayah-payah membaca buku (bukan e-book)

Hal itu terasa ketika, sebagai dosen saya menilai tugas-tugas mereka. Terutama tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian. Eksplorasi referensi mereka tidak likuid. Seolah seadanya. Bahkan sebagai mahasiswa berbeda zaman, saya merasakan karya mereka amat miskin bernalar.

Seharusnya ketersediaan teknologi informasi hari ini, tidak merubah mind set membaca buku. Jika pun harus berlayar mencari informasi di pustaka dunia maya, jangan lupakan buku sebagai pembandingnya.

Dan sesudah tulisan ini saya buat, agaknya pada suatu saat harus memberi tugas mahasiswa, yang mengharuskan mereka membaca buku. Karena setiap kali saya tanyakan di depan kelas,  apakah mereka punya waktu khusus pergi ke perpustakaan dalam setiap minggunya?  Mereka nyaris sama mengatakan tidak sempat.

Semoga Hari Buku, tidak sekedar jadi hari kenangan membaca buku.

*) Penulis: Dr. Nurul Badriyah, S.E, M.E,Dosen Ilmu Ekonomi, FEB UB

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES