Peristiwa Daerah

'Sepenggal Sejarah yang Hilang', Cara Siswa MA Zainul Bahar Memperingati Kartini

Sabtu, 22 April 2017 - 14:42 | 151.88k
Adegan drama Sepenggal Sejarah yang Hilang, oleh siswa MA Zainul Bahar Bondowoso yang ditampilkan dalam peringatan Hari Kartini, Sabtu (22/4/2017). (Foto:Abdul Wahet/TIMES Indonesia)
Adegan drama Sepenggal Sejarah yang Hilang, oleh siswa MA Zainul Bahar Bondowoso yang ditampilkan dalam peringatan Hari Kartini, Sabtu (22/4/2017). (Foto:Abdul Wahet/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Banyak cara untuk mengenang jasa-jasa pahlawan perempuan RA Kartini. Seperti yang dilakukan siswa MA Zainul Bahar Wringin Bondowoso Jawa Timur.

Mereka mengenang kepahlawanan Kartini dengan teater bertemakan Sepenggal Sejarah yang Hilang. 

Drama ini menceritakan tentang kehidupan religius Kartini karena adanya pengaruh pondok pesantren. Walaupun, kartini sendiri tidak pernah nyantri di pesantren.

Dalam teater tersebut diceritakan pula sepenggal kehidupan Kartini yang pernah mendengarkan pengajian KH Sholeh Umar atau yang biasa dipanggil Kiai Sholeh Darat.

Dari perbincangan dengan Kiai Sholeh Darat ini, Kartini ingin agar Al Quran yang ia baca selama ini diterjemahkan kepada bahasa jawa. 

Singkat cerita, dalam teater tersebut Kiai Sholeh Darat menerjemahkan kita suci umat Islam ini ke bahasa jawa dengan tulisan arab pegon atau tulisan arab tanpa harkat berbahasa jawa yang juga merupakan siasat mengelabuhi Belanda pada waktu.

drama-Sepenggal-SejarahhYczx.jpg

Nah, setiap Juz Al Quran yang diterjemahkan Kiai Sholeh lalu diberikan kepada Kartini untuk dipelajari. 

Tetapi yang diterima kartini dalam adegan teater tersebut hanya 13 Juz karena Kiai Sholeh Darat terlebih dahulu wafat.

Dari 13 Juz Al Quran yang diterjemahkan oleh Kiai Sholeh Darat ini, yang paling membentuk karakter kepribadian Kartini yaitu Surat Al Baqarah ayat 257 yang kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya "dari kegelapan menuju cahaya".

Dari sinilah surat yang dikirim Kartini pada sahabatnya berasal. Dan menjadi sebuah buku berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' yang memang merupakan kumpulan surat RA Kartini pada sahabatnya.

"Kita ingin mengangkat bahwa sebenarnya Kartini itu hidup dibawah binaan pesantren. Walaupun sebenarnya Kartini tidak pernah mondok," terang Wakil Kepala MA Zainul Bahar bidan Kesiswaan, Muhammad Nur.

Selama ini, sambung Muhammad Nur, masyarakat mengenal Kartini sebagai seorang pejuang. Lantas apa yang diperjuangkan?

Menurut Muhammad Nur Kartini ini memperjuangkan emansipasi wanita yang belakangan banyak disalah artikan.

Keselahannya terletak pada paradigma perempuan modern yang berkiblat pada kehidupan perempuan di dunia barat (Eropa dan Amerika). Padahal, kata Muhammad Nur, perempuan modern yang dicita-citakan Kartini tidak demikian.

"Perempuan-perempuan Indonesia harus menjadi perempuan Indonesia seperti Kartini yang memiliki budaya dan adat ketimuran tanpa meninggalkan nilai agama islam," tuturnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES